Chereads / Magical Academy: A Light Novel / Chapter 1 - Chapter 1

Magical Academy: A Light Novel

🇮🇩Misaka_Takashi7
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 1

Pernah terpikirkan, suatu kompetisi yang sering terjadi dunia akademik. Iya, hal itu juga sering terjadi di semua tempat sekolah. Persaingan yang paling sehat untuk meningkatkan reputasi sekolah. Semakin banyak prestasi yang diraih oleh sekolah, maka semakin tinggi juga status dan semua orang pasti akan tahu kelebihan dari suatu sekolah.

Hal itu, juga terjadi dalam dunia pendidikan penyihir, beberapa di antara kalian mungkin sudah mengetahui sekolah Magical Academy[1]. Sekolah penyihir pertama di dunia yang sempat mengalami simpang siur akibat dari sebuah kasus pembunuhan yang terjadi berujung pada sisi gelap Kota Miracle. Cairan esper. Sekolah ini pernah ditutup gara-gara kasus tersebut kurang lebih selama enam bulan lamanya. Setelahnya sekolah ini dibuka kembali dan beroperasi seperti biasanya.

Tahun 2021 bulan Juni, menjadi tahun ajaran baru di Magical Academy. Seluruh siswa-siswa baru tengah mengantri di depan papan pengumuman untuk mencari nama dan kamar yang ditempati. Masuk dalam akademisi penyihir tidaklah mudah, kurang lebih sama seperti seleksi pada umumnya, menggunakan tes tulis dan tes lisan. Alasan tidak adanya tes praktik karena Magical Academy ingin semua orang-orang bisa belajar sihir, bahkan jika perlu memulai dari nol. Jadi, tidak melulu keturunan penyihir yang bersekolah di sini.

Nara Harumi tengah berada di antara barisan para siswa-siswi baru, gadis dengan rambut pendek yang dikepang di sisi kepalanya. Masih mengenakan seragam SMP-nya yang berupa seragam pelaut berwarna biru dengan rok pendek di atas lutut. Dia juga membawa koper dan ransel di pundak. Perlahan dia mulai menyibak para siswa-siswa baru lainnya untuk mencari namanya. Memang agak menyebalkan, tetapi ini adalah satu-satunya cara.

Setelah menemukan nomor kamar, Nara sejenak menepi. Kakinya terasa pegal karena mengantri sangat lama. Sudah mengantri di luar begitu masuk, semua barisan pada bubar.

"Astaga melelahkan sekali," keluh Nara sembari membenahi sepatu. Sejenak dia memandang siswa-siswa lain yang tengah berusaha melihat nama di papan pengumuman.

Tidak kusangka, aku sudah melangkah sejauh ini, pikir Nara. Dia mendenguskan napas perlahan. Perjalanan yang panjang dari SMP, Nara berusaha habis-habisan belajar agar lolos masuk di Magical Academy.

Ruangan di gedung utama begitu luas sehingga dapat menampung banyak siswa-siswa yang jumlahnya entahlah mungkin ratusan.

Setelah kaki Nara sedikit enakan, dia pun mulai melangkah menuju asrama putri. Jika dilihat dari langit gedung Magical Academy berbentuk persegi tepat di tengah terdapat sebuah taman. Gedung asrama putri berada di sebelah kanan dari gedung utama. Memiliki tiga lantai yang menampung siswa kelas satu dan dua. Asrama putra berada di sebrang asrama putri. Tepat di sebrang gedung utama merupakan gedung yang berisikan perpustakaan, kantin, dan ruang kelas dua.

Menaiki anak tangga membuat napas Nara sedikit tersengal-sengal. Wajar saja, barang bawaan yang begitu banyak ditambah juga kamarnya berada di lantai tiga. Setibanya di lantai paling atas, kaki Nara sedikit bergetar karena kelelahan, walau begitu setidaknya kamar yang digunakan juga tidak terlalu jauh. Nara mulai melangkah menyusuri lorong asrama putri. Banyak siswi-siswi baru tengah berkenalan di sepanjang lorong. Hal ini membuat degup jantung Nara berdetak cepat.

Hal yang paling ditakutkan oleh Nara adalah saat hari pertama masuk di lingkungan baru. Kadang dia juga lupa bagaimana dulu dia berkenalan dengan teman sekelas sewaktu SMP. Hal itu benar-benar lama sekali bagi Nara. Senang bercampur dengan ketakutan, itulah yang menggambarkan Nara saat ini.

Tibalah Nara di kamarnya. Dia mengetuk pintu. Tidak ada balasan dari dalam. Sekali lagi dia mengetuk pintu. Tetap tidak ada jawaban. Nara pun memutar gagang pintu. Tidak dikunci. Pintu itu terbuka. Saat memasuki kamar, sisi kasur lain sudah sedikit berantakan. Mungkin memang teman sekamarnya sudah tiba terlebih dahulu, namun ke mana dia?

Nara melempar ransel ke kasur satunya. Dia pun meletakkan koper di depan kasur, lalu melompat ke kasur. Empuk sekali, tubuhnya serasa remuk karena perjalanan jauh yang memakan waktu kurang lebih 12 jam. Napasnya dihembuskan dengan lega. Akhirnya dia tiba di tempat yang diimpikan.

Meski memiliki reputasi yang buruk sebelumnya, tetapi tidak menutup kemungkinan sekolah ini menjadi sekolah terbaik di dunia. Nara menatap langit-langit kamar. Dia mengangkat tangan kanan, memandangi telapak tangan yang terbuka itu.

Kisah apa yang menantiku saat ini? Tempat baru dengan suasana baru, itulah yang menggambarkan Nara saat ini. Beradaptasi, tetapi hal itu tidaklah mudah baginya. Lingkungan baru yang menurutnya cocok, belum tentu dengan orang-orangnya juga akan cocok di mata Nara.

Lamunan Nara buyar ketika pintu kamar terbuka. Sosok gadis dengan rambut pirang memasuki kamar. Bola mata berwarna biru, kulit putih bersih seperti khas orang-orang Eropa. Jangan-jangan dia memang dari Inggris atau negara di benua Eropa lainnya.

"Eh, jadi kamu ya, yang akan jadi teman sekamarku."

Nara mengangguk pelan. Lalu, mengubah posisinya menjadi posisi duduk di atas kasur.

Gadis Eropa itu melangkah menuju tempat tidur, mengambil tempat duduk. "Namaku, Agnes, aku dari Inggris sebenarnya, rasanya aneh ya menginap di asrama karena aku asli sini."

"Harumi Nara," balas Nara. "Bisa dibilang aku dari Indonesia."

"Kukira kamu dari Jepang. Jadi begitu ya, bagaimana dengan tempat tinggalmu yang merupakan negara tropis itu?"

Nara berusaha mengingat-ingat kembali dengan rumah. Tidak ada yang menarik kecuali dengan masalah-masalah yang menimpa seperti pertempuran para esper saat itu. Walau rumahnya tidak terkena, tapi lokasinya sangat dekat.

Meski status Nara merupakan penyihir muda, tetapi hal itu belum menjadikannya sosok yang kuat. Masih banyak proses yang harus dilakukan dalam menguasai elemennya.

"Sebenarnya, tidak ada yang menarik sih dengan tempat tinggalku, setiap hari selalu saja ada pertempuran yang besar di tempat tinggalku," ucap Nara.

"Jadi begitu ya, berarti kamu tahu dengan pertempuran portal itu atau bulan yang sedang terbelah di langit?" tanya Agnes dengan antusias.

"Kurang lebih seperti itu," jawab Nara.

***

Memasuki hari pertama sekolah yang dilakukan di esok hari, seluruh siswa dikumpulkan dalam satu ruangan di gedung utama. Upacara penyambutan sekaligus pidato dari kepala sekolah untuk siswa-siswi baru. Memandang siswa dan siswi baru, membuat Misaki Citra sedikit kagum. Jumlahnya yang begitu banyak dari angkatannya.

"Tidak kusangka, akan sebanyak ini," ucap Misaki.

"Mau bagaimana lagi, sekolah ini sudah jadi sorotan dunia, jadi wajar saja kalau mereka masuk ke sini cukup banyak. Lagi pula, dirimu sudah dikerubungi oleh siswa dan siswi ya," Zane yang tengah berdiri di sampingnya sedikit menggoda Misaki.

"Begitulah, ternyata jadi murid populer tidak mengenakan juga."

Misaki, sosok yang terkenal di kalangan semua siswa-siswi Magical Academy. Gadis dengan rambut pendek hitam dan bola mata berwarna biru, keturunan Indonesia dan Jepang. Tidak salah juga jika nama panjangnya juga terdapat dua unsur itu. Selain itu, pernah terjadi suatu kekacauan pada tahun 2019 di Magical Academy dan Misaki yang berhasil menyelesaikan semua kasus itu[2]. Walau pada akhirnya sekolah itu ditutup juga.

Sosok yang berada di sampingnya, Zane Baldwin, seorang laki-laki yang menjadi pacar Misaki. Mereka bertemu di perpustakaan pada tahun 2019 dan mulai menjalin hubungan ketika mereka kembali ke Magical Academy pasca ditutup. Laki-laki dengan rambut pendek sedikit berantakan dan lebih tinggi dari Misaki. Zane juga menjadi siswa terbaik yang pernah menemukan alat mesin waktu[3]. Mesin waktu itu ternyata membawa pada petaka baru, adanya peralihan alur waktu yang membentuk dunia paralel.

"Jadi, kamu sudah siap dengan tahun ajaran baru ini?" tanya Zane dengan menyikut Misaki.

"Karena sekolah ini ada beberapa masalah, mau tidak mau kita harus siap. Aku harap tahun ini tidak ada masalah lagi, terlebih lagi banyak sekolah penyihir yang berdiri di Miracle."

Footnote

[1] Baca Misaki The Witch (Ebiz, 2021)

[2] Baca Misaki The Witch (Ebiz, 2021)

[3] Baca "Portal Waktu" dalam antologi cerpen Love Language (RK, 2021)