.
.
.
.
- Year 1506
Mary Geoise, Red Line.
Lima tetua pemerintahan atau yang biasa disebut 'Gorōsei' melangkah di lorong gelap besar. Wajah-wajah mereka yang dipenuhi dengan ketegangan mempengaruhi atmosfer di tempat mereka melangkah.
Mereka sampai di depan sebuah tangga, yang mana di puncak tangga tersebut terdapat sebuah singgasana, yang biasa orang-orang sebut sebagai 'Takhta Kosong'. Sedangkan di sekitar beberapa jarak di depan singgasana tersebut, terdapat berbagai pedang yang telah lama tertancap; mirip seperti kuburan pedang.
Namun alih-alih menaiki tangga, para Gorōsei langsung berlutut di bawah anak tangga terakhir begitu sebuah sosok masuk dan duduk di singgasana puncak. Pemandangan yang aneh karena singgasana itu adalah 'Takhta Kosong', yang mana dikatakan bahwa itu adalah tempat tidak boleh diduduki oleh siapapun di dunia ini.
"Apa anda sudah memutuskan apa yang perlu dilakukan..." Pria berjanggut tinggi dan kurus dengan rambut putih panjang memulai pembicaraan.
"... pada Klan Mitsu──maafkan saya, maksud saya, pada Klan itu?" lanjut pria lainnya. Ia berhenti menyebut nama klan itu karena mendapati tatapan tajam dari retina merah tua.
Pria yang memiliki bekas luka di sisi kiri wajahnya dengan rambut gimbal abu-abu dan tongkat di tangannya mendongak, menatap ke sosok yang berada di singgasana. "Jikalau begitu, tolong beritahukan pada kami."
Keheningan yang tegang melanda, membuat jantung Gorōsei seolah berhenti berdetak selama beberapa saat. Sosok itu masih diam, ia memandang sebuah foto seorang wanita dengan berambut biru langit yang sedang tersenyum cerah. Menggenggamnya erat dan ketika membuka genggaman, foto itu telah hancur menjadi abu. Lalu, begitu obsidian merah tuanya menatap ke bawah tempat para bawahannya berlutut, dia lantas membuka suara.
"Singkirkan mereka."
Setelah perintah ini turun, sebuah peristiwa yang mengguncang seluruh dunia; baik itu New World, Grand Line, serta dengan Empat Laut Biru terjadi.
🐚
TO BE CONTINUED.