Chereads / Gadis Pengungsi Perang Vietnam / Chapter 10 - Bab. 9. Pertanggung Jawaban Dari Sebuah Amanah

Chapter 10 - Bab. 9. Pertanggung Jawaban Dari Sebuah Amanah

Seperti Permintaan Rindam, saat bulan mengambang Aku dan Papa berangkat ke Dermaga tempat sandar, kapal bawaan kami dari Vietnam. Aku berenang duluan, sedangkan Papa menyusul kemudian. Rindam sudah menunggu kami di kapal, dengan hidangan makan malam disertai pencuci mulut yang lengkap. Setelah Papa hadir, kami bertiga makan malam bersama penuh dengan keakraban bagaikan keluarga sendiri.

" Malam ini saya sengaja mengundang Papa untuk makan malam disini, ada hal penting yang akan saya sampaikan.

" Papa sudah tau apa yang akan Nak Rindam sampaikan, Papa percayakan semua nya pada Nak Rindam sebagai sebuah kepercayaan, kelola dengan baik saja. Ada saat nya Papa membutuhkan bantuan Nak Rindam buat keluarga Papa.

" Kalau Papa sudah percaya penuh dengan apa yang telah dititipkan, Rindam akan mengelola nya dengan baik sebagai sebuah kepercayaan dari Papa.

Aku hanya menyimak saja apa yang Papa dan Rindam bahas, tanpa ikut campur. Setelah Papa dan Rindam selesai bicara, kedua adik ku datang tanpa diundang, terus menyantap makan malam yang masih terhidang di meja makan.

" Nak Rindam, Papa rasa cukup." Papa pamit, titip Adik adik mu ini. Papa tidak bisa berlama lama disini, terlalu riskan kalau Papa terlalu lama bersama kalian.

" Baiklah, Pa." Rindam paham apa yang Papa khawatirkan, Rindam akan urus segalanya dengan baik, Terimakasih atas kepercayaannya.

Setelah Papa pulang ke pos, kami berempat melanjutkan makan malam, sambil menikmati bulan mengambang di atas langit pengungsian. Malam ini cuaca tidak mendukung untuk mandi air laut terlalu lama, kami berempat lebih memilih menghabiskan malam dari atas kapal. Fedro terus sibuk dengan hidangan penutup, buat kami berempat.

" Fedro, semua yang kamu masak, memang luar biasa." Perut ku terus merasa lapar dibuat nya.

" Terimakasih, pujiannya Nivinci." Saya akan merasa puas jika semua yang saya siapkan habis termakan.

" Kamu tidak ikut, makan Fedro." Kalau kamu terus menyiapkan hidangan buat kami, kapan kamu ikut makan bersama kami disini.

" Saya bisa makan sambil, masak Nivinlu". Tidak ada yang bisa saya bicarakan kalau duduk bersama kalian.

" Pedro kehabisan kata kata, jika duduk ngobrol bersama kita". iya kan Fedro?

" Iya, Bos". Hehehe...Bos tau saja.

Fedro berlalu setelah, merasa canggung menjadi bahan pembicaraan dan di perhatikan. Aku melirik adik adik ku, yang mulai usil mengganggu Fedro. Mereka tidak menyadari diam diam Fedro suka dengan salah seorang dari mereka dan ini akan membuat Fedro akan patah hati suatu hari nanti.

Aku dan Rindam pindah duduk di haluan kapal, sementara Nivinci dan Nivinlu tidak berhenti henti menikmati hidangan dari Fedro.

" Aku curiga, Fedro naksir pada salah satu adik adik ku, Rindam". Menurut mu bagaimana?

" Ternyata naluri mu cukup pintar menganalisa, keadaan." Biar saja seperti air mengalir, aku tau siapa Fedro. Dia tidak akan berani mengatakannya, Biar lah dia bahagia dengan perasaan nya sendiri, untuk saat ini.

" Begitu ya?" Bagaimana dengan kamu sendiri, Rindam.

" Emang nya kenapa dengan ku, Aku sudah memiliki bidadari seperti dirimu." Merupakan harta yang tidak ternilai harga nya, buat ku. Kamu adalah anugrah Tuhan, yang paling berharga.

" Aku merasa tersanjung, mungkin manusia yang paling bahagia untuk saat, ini." Harapan ku, bukan hanya permainan kata kata mu saja, Rindam, melainkan dari dalam lubuk hati mu yang paling suci.

" Akan ku buktikan pada mu suatu hari, nanti." Bahwa bukan hanya kata kata manis saja.

" Kalau lah, Papa ku saja mempercayai mu seratus persen, apalagi dengan, Nivincu." Dua kepercayaan yang menjadi tanggung jawab bagi mu.

Dibawah sinar rembulan sebagai saksi bisu, jalinan asmara antara aku dan Rindam. Aku sendiri merasa nyaman dan damai dalam rangkulan Rindam. Kami berdua sibuk merajut asmara, berbicara dari hati kehati, hingga rembulan condong ke barat.

" Nivincu, seandainya kamu bukan lah seorang pengungsi, saat ini juga aku ingin melamar diri mu untuk menjadi pendamping hidup ku.

" Begitu juga dengan aku, Rindam." Tidak bisa dibayangin, saat aku akan di kirim ke pos pengungsi akhir, nanti. Saat aku jauh dari mu, bagaimana dengan diriku dan keluarga ku. Mau nya aku bisa menemani mu, bersama mu selamanya, disini.

" Perpisahan itu, yang sedang aku pikirkan." Bagaimana aku menjaga mu, keluarga mu setelah kalian dipindahkan ke pos lanjutan. Tidak mungkin disana lebih bebas buat kalian dan buat pengunjung, seribu pertanyaan sedang bergulung di kepala ku.

" Dengan Status kami sebagai pengungsi, sangat sulit bagi kita untuk tetap bersama, harus melalui perjalanan yang panjang dan rumit. Aku sendiri merasa khawatir dan ketakutan.

" Nivincu, jangan merasa ketakutan berlebihan, keamanan kalian para pengungsi tanggung jawab Perserikatan Bangsa Bangsa, tidak akan ada yang berani berbuat kasar apa lagi sewenang wenang, terhadap kalian.

" Tapi aku tidak bisa jauh jauh dari mu, Rindam." Apakah kita bisa jumpa lagi, nantinya.

" Ya, pasti bisa lah." Memang nya aku akan membiarkan diri mu jauh dari ku, tanpa pengawasan keamanan dari ku. Apa lagi dengan apa yang aku miliki sekarang ini, Apapun bisa aku lakukan terkecuali membebaskan dirimu dari status pengungsi. Kamu tenang saja, kita tetap akan terus bersama walaupun hingga ke ujung dunia.

" Benarkah, Rindam." Kamu jangan memberi ku sebuah harapan kosong, seperti Tunggul merindukan bulan. Jika perlu kamu juga ikut dengan ku sebagai pengungsi.

" Ngawur ya, mana bisa aku ikut dengan dirimu sebagai pengungsi." Kamu tenang saja, kita akan tetap selalu bersama.

Rindam merangkul diriku kedalam pelukannya, membuat diri ku nyaman dan damai, aku pun menambah erat pelukan ku pada Rindam. Sentuhan lembut bibir Rindam, melumat bibir ku, yang ranum membuat aku susah bernapas. Secara tidak sadar, balasan ku lebih ganas dari apa yang Rindam lakukan. Kami berdua larut dalam sentuhan bibir, tanpa memperdulikan mereka mereka disekitar kami. Semakin lama semakin panas, semakin ganas, semakin berani, sampai kami berdua menghasilkan sebuah titik kepuasan paling tinggi yang kami berdua inginkan, tanpa merusak diri ku. Kami mendapatkan apa yang kami inginkan dalam keadaan berbusana yang utuh, tanpa membuat orang lain curiga. Rindam pintar sekali membuat aku melayang layang ke awang awang kenikmatan, hanya dengan sentuhan sentuhan maut nya. Usai bercinta tanpa bencana, Rindam menjamu diriku dengan berbagai hidangan penambah tenaga ku, yang terkuras habis, membuat bertambah pula sayang ku pada Rindam.