Chereads / Hai, Rayn! / Chapter 20 - BAB 19

Chapter 20 - BAB 19

Sepulang dari pantai, besoknya Rayna mulai dengan aktivitasnya. Dia melanjutkan kuliahnya dengan lancar, seminggu dua sampai tiga kali dia berkunjung ke rumah Sabda, kadang dia juga bertemu dengan Vero disana, Rayna juga setiap weekend selalu ke makam Sabda, Dia menceritakan kegiatannya selama seminggu seakan-akan Sabda ada di depannya. Vero kadang me-whatsapp Rayna, sekedar menanyakan kabar, Vero tau Rayna selalu ke makam Sabda tiap weekend, dia mendengar bagaimana Rayna bercerita di makam Sabda. Tidak ada lagi tangis di wajah Rayna, Dia selalu mengganti bunga untuk makam Sabda setiap minggunya, Vero selalu mengawasi Rayna dari jauh untuk memastikan Rayna baik-baik saja.

Sampai pada suatu hari, Vero mendapat pesan dari Satria

Satria

Ver, dapat kabar dari Lita, katanya Rayna kuliah ngga bawa mobil. Mobilnya lagi di bengkel, ntar siangan jam dua, lu lewat kampus Rayna ya, siapa tau ketemu Rayna. Lita mau keluar ma gue soalnya, Anin lagi ngga masuk.

Vero melihat jam di tangannya, masih jam setengah 1. Vero sendiri baru menge-check resto nya yang cukup jauh dari kampus Rayna. Jika tidak macet, kira-kira 1 jam baru sampai.

"Saya harus kembali, tolong nanti laporan keuangan kirim lewat email ya." kata Vero pada bawahannya. Vero langsung tancap gas ke kampus Rayna. Beberapa titik di jalan raya macet, Vero segera memutar ke jalan alternatif, agak lebih lama tapi setidaknya dia bisa sedikit ngebut agar cepat sampai tujuan. 50 menit Vero sampai di dekat halte kampus Rayna. Vero masih melihat keadaan kampus Rayna dari mobil. Belum ada tanda-tanda Rayna keluar. Tapi tidak lama setelah itu dia melihat mobil Satria berhenti tak jauh dari gerbang kampus. Terlihat satria turun dari mobil lalu menelpon seseorang. Ponsel Vero berdering.

"Lah, telpon gue ternyata." kata Vero lalu menjawab telepon dari Satria.

"Halo Ver." Sapa Satria.

"Ada apa?"

"Mobil lu kan itu nggak jauh dari halte?" Tanya satria.

"Iya, kenapa?"

"Baguslah, Ini mereka mau keluar tuh udah keliatan lagi jalan, udah ya." Kata Satria lalu menutup teleponnya. Tak berapa lama Lita dan Rayna keluar dari kampus. Setelah beberapa menit berbicara Satria dan Lita naik mobil, Rayna menatap ponselnya. Vero melihat ada dua orang pemuda, sepertinya bukan anak kampus, tapi mereka berbisik - bisik sambil melirik Rayna. Entah akan mencelakain Rayna atau menggoda Rayna. Vero langsung turun dari mobil. Benar saja mereka mendekati Rayna. Rayna sampai ketakutan sambil memeluk ponselnya karena tadi pemuda itu minta ponsel Rayna. Kebetulan jalan juga sedang sepi.

BUGH! BUGH! Vero menendang dan menghajar kedua pria tadi. Vero sendiri pernah ikut latihan bela diri dan masih aktif seminggu sekali latihan tinju, hanya sekedar hobi. Kedua pemuda tadi bukan lawan yang berat untuk Vero. Buktinya mereka babak belur dihajar Vero.

"Pergi!" bentak Vero. Mereka langsung lari.

"Ver, lu ngga papa kan?" tanya Rayna. Vero tersenyum.

"Harusnya gue yang tanya, Lu ngga papa kan?" Tanya Vero.

"Fine, thanks ya. Gue ngga tau gimana kalau lu nggak ada."

"Ngga papa, tadi gue kebetulan lewat sini. Lu mau pulang?" Tanya Vero.

"Iya, tadi baru dapat taksi pas dua orang tadi gangguin gue." Kata Rayna tepat sebuah mobil hitam datang dan turun seorang pemuda yang sepertinya driver taksi itu.

"Maaf, Mbak Rayna ya?" Tanya driver taksi itu. Sabda langsung mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah dari dompetnya.

"Sorry ya mas, cancel, ini ongkosnya. ambil aja lebihnya," Kata Vero.

"Loh... loh..." Rayna melongo melihat Vero.

" Oh, baiklah, makasih ya mas," Kata driver itu lalu pergi.

"Ayo pulang!" Kata Sabda sambil memegang tangan Rayna menuju mobilnya.

"Ver, kok lu bayarin sih! gue... gue..." Rayna hendak protes. Rayna tidak habis pikir bisa-bisanya Vero meng cancel orderannya begitu saja.

"Lu akan aman sama gue. Gue pastiin itu." kata Vero.

"Tapi... lu..., Ah udahlah." Jawab Rayna lalu melepaskan tangan dari genggaman Vero. Yang ada di fikirannya saat ini cuma pulang kerumah.

'Hemhhh.... bener-bener susah deketin Rayna. Udah hampir setahun Rayn, gue bahkan belum ada di hati lu walaupun sepintas.' Batin Vero.

Sepanjang perjalanan mereka cuma saling diam. Vero sebenarnya sering ke rumah Rayna kalau Papa Rayna sedang butuh sesuatu, tapi jarang sekali dia bertemu Rayna.

"Rayn, kalau lu butuh ada orang jemput lu, Lu bisa hubungi gue. Kemanapun akan gue antar." Kata Vero. Rayna menatap Vero dengan wajah bertanya.

"Kenapa?" Tanya Vero.

"Enggak, Heran aja tau-tau lu bilang gitu."

"Gue.... gue nggak mau lu kenapa-kenapa." Kata Vero. Rayna heran, kenapa Vero berkata begitu. Terdengar aneh untuk Rayna.

"Thanks Ver, tapi gue sebenarnya bisa sendiri kok. Lu bukan Sabda Ver. Dulu Sabda gitu sama gue. Tapi sekarang Sabda sudah..."

"Stop Rayn! Gue khawatir lu kenapa-kenapa!" Kata Vero. Rayna lalu berfikir 'Mungkin karena dia teman Sabda jadi dia merasa harus jagain gue.'

"Iya." jawab Rayna singkat. Mendengar jawaban Rayna, Vero tersenyum. Terserah apa yang Rayna fikirkan, Vero tidak perduli.

"Lu udah makan?" Tanya Vero.

"Please ya Ver, lu tiap chat gue nanyain kabar, tiap ketemu gue nanyain udah makan. Lu nggak ada pertanyaan lain?" Tanya Rayna. Jujur Rayna merasa aneh dengan Vero. Vero yang dulu jarang berinteraksi sama dia selama menjadi pacar Sabda sekarang malah bisa ngatur dia tanpa dia sadari. Walaupun begitu, bagi Rayna Vero tetaplah manusia irit bicara walaupun tidak seirit dulu. Tapi Rayna jengah juga kalau ditanya itu itu terus.

"Ada, tapi belum pas kalau gue tanyain sekarang." Jawab Vero. Dia lalu memandang keluar jendela sambil tersenyum. Dalam hatinya dia berjanji akan mendekati Rayna lebih keras lagi.

"Hah? Ada - ada aja. Btw, Lu masih kerja sama ma bokap gue?" Tanya Rayna. Daripada makin merasa aneh akhirnya Rayna bertanya tentang kerjaan.

"Iya"

"Bokap gue cerewet ya?"

"Nggak, baik malah, ramah, suka bercanda." Mendengar jawaban Vero Rayna tersenyum.

"Iya, dulu dia deket banget sama Sabda. Sabda suka godain papa. Tapi papa nggak pernah marah digodain Sabda. Malah suka kesepian kalau Sabda ngga maen sehari aja. Kadang papa sok-sok an galak, tapi Sabda malah cengengesan.Sorry ya, gue jadi curhat." kata Rayna. Vero tersenyum. Dia merasa Sabda memang tidak tergantikan untuk Rayna.

"Lu kangen Sabda?" Tanya Vero.

"Selalu."

"Mau ke makam Sabda? Gue tau tiap weekend lu selalu kesana kan?"

" Tau darimana?"

"Gue pernah lihat lu. Mama Sabda juga sering cerita ke gue."

"Iya, Gue sering apapun cerita sama Sabda. Kebiasaan gue dari dulu sih, selalu cerita apa-apa sama dia." Kata Rayna lalu memejamkan mata sambil menyandarkan kepalanya. Mengingat wajah tampan Sabda dan segala kebiasaannya dulu. Vero melihat wajah Rayna yang tengah terpejam, jantungnya berdebar.

'Andai lu bisa membuka hati lu, Rayn.' Kata Vero dalam hati.

"Ekhem! Jadi gimana? Ke makam Sabda?" Tanya Vero.

"Besok aja gue kesana sendiri. Gue lebih nyaman sendiri kalau kesana." Kata Rayna. Vero tiba-tiba menghentikan mobilnya ke pinggir jalan.

"Rayn, gue minta tolong banget sama lu. Tolong, kalau lu emang mau kemana-mana, lu lagi ngga ada mobil, please hubungin temen lu, kalau temen lu ngga bisa lu hubungin gue. Please! Kalau lu kenapa-kenapa gue akan berdosa sama Sabda." Kata Vero. Dia tidak tahan lagi mendengar Rayna yang terus bilang dia bisa sendiri. Matanya menyiratkan kesungguhan kali ini. Rayna hanya bisa menatap Vero dengan penuh tanda tanya.

"Lu... kenapa Ver?" Tanya Rayna dengan wajah polosnya.

"Please dengerin gue kali ini gue serius." Kata Vero sambil menatap Rayna. "Sebelum Sabda dinas keluar kota, Dia nitipin lu ke gue dan mas Anton. Bahkan dia selalu bilang ke gue, 'titip Rayna, Gue percaya dia aman sama lu daripada yang lain'. Sabda sayang sama lu, sayang banget Rayn. Lu boleh tanyain ini ke mas Anton kalau lu ragu sama omongan gue. Please, hubungin gue karna lu ga mungkin hubungin mas Anton karna mas Anton juga punya keluarga." Kata Vero. Rayna hanya termenung mendengar yang diucapkan Vero.

'Benarkah begitu Sayang? Sebelum kejadian itu juga kamu bilang sama Lita dan Anin untuk jadi sahabat yang baik buat gue. Kenapa aku begitu bodoh nggak bisa mengerti pesan kamu, nggak ngerasain firasat yang udah kamu tunjukin.' Batin Rayna. Mau menangis pun sudah tidak ada guna lagi. Sabda sudah hampir setahun meninggalkan dia.Tangisannya tidak akan merubah apapun.

"Baiklah kalau memang harus begitu." Kata Rayna akhirnya. Dia masih berusaha mencerna kata-kata Vero. Apalagi mata Vero tadi ketika ngomong itu benar-benar serius. Setelah mendengar jawaban Rayna Vero melajukan lagi mobilnya.

"Sumpah ya Ver, gue masih belum bisa mencerna apa yang lu omongin dan kenapa lu ngomongin ini?"

"Rayn, lu ngga perlu mencerna, lu turutin aja apa kata gue, gue nggak mau kejadian kayak tadi terulang lagi. Gue nggak main-main."

"Iya thanks atas perhatian lu. Gue tau lu ngelakuin ini untuk Sabda. Thanks juga Lu udah jadi temen yang baik buat Sabda. Tapi lu jadi kayak lagi posesif ma pacar lu, gue jadi ngeri." kata Rayna sambil terkekeh.

"Apa gue salah?" Tanya Vero.

"Gue ngga tau lu salah apa ngga, karna disisi lain ada pesan dari Sabda juga kan lu bilang tadi. Tapi please Ver, lu punya masa depan, Lu kenapa harus khawatirin gue sih, gue baik-baik aja kok selama ini, gue apa-apa sendirian juga gue oke, Lu kalau ngurusin gue ntar lu jomblo abadi mau lu?"

"Ngga papa asal lu juga jomblo abadi, sama kayak gue." Kata Vero melemparkan candaan pada Rayna. Dia merasa mobilnya penuh aura ketegangan tadi dan dia nggak mau Rayna menjauh dari dia. Bahkan bisa dekat sama Rayna seperti ini tidak pernah terlintas di benaknya. Rayna tertawa mendengar ucapan Vero.

"Gue kira lu manusia irit bicara, tapi ternyata enggak ya?"

"Karena kita dulu jarang ngomong kan?" Tebak Vero. Rayna mengangguk.

"Karena dulu ada alasan yang nggak perlu lu ketahui saat ini Rayn, makanya gue irit bicara." Kata Vero lalu mengerem mobilnya tepat di depan rumah Rayna.

"Thanks ya, Ver. Lu mau mampir dulu mungkin ketemu bokap gue atau..?"

"Kayaknya ngga deh, Gue masih harus ke kantor, ada kerjaan." Kata Vero. Rayna lalu turun dari mobil Vero. Menunggu Vero menjalankan mobilnya sampai mobil itu tak terlihat lagi di tikungan. Rayna masih merasa aneh dengan vero hari ini.