Chereads / Hai, Rayn! / Chapter 4 - BAB 3

Chapter 4 - BAB 3

Sore hari mereka mulai kembali ke rumah masing-masing. Senyum selalu terukir di wajah manis Sabda melihat Rayna sibuk memilih - milih lagu sambil sesekali bersenandung. Sedari tadi Rayna memang terlihat menikmati kebersamaannya dengan Lita, Anin dan Sandra. Ya, walaupun Sandra sendiri baru saat itu berkumpul dengan Rayna dan kawan - kawannya tapi dia sudah membaur.

"Senyum-senyum aja. kenapa sih?" tanya Rayna menatap Sabda dengan tatapan menyelidik.

"Enggak kok, aku cuma seneng aja, karena Tuhan menggariskan jalan cerita kita seindah ini." Jawab Sabda sambil tangan kiri nya membawa jari jemari Rayna dan menciumnya.

"Ah, iya kamu benar. Tapi jangan gombal dong!" Seru Rayna. Keadaan yang tadinya romantis seketika berubah menjadi biasa lagi. "Kamu jarang banget romantis. sekalinya romantis bikin perutku seperti ada yang menggelitik."Lanjut Rayna. Rasanya aneh mendengar Sabda mengucapkan kata yang romantis. Sabda langsung menepikan mobilnya membuat Rayna kebingungan.

"Kenapa sayang?" tanya Rayna. Sabda bukannya menjawab malah menunduk kan kepala ke perut Rayna.

"Anak papa jangan nakal ya... jangan gelitikin perut mama dong. Love u anak papa." Kata Sabda seakan akan Rayna tengah mengandung anaknya. Mendengar hal itu Rayna langsung menjewer telinga Sabda dengan lembut.

"Hey bung, saya masih perawan! seenaknya aja bilang anak anak!" protes Rayna,

"Aduhhh sayang, kamu suka banget nyiksa aku ya! KDP ini mah! nyubit, jewer, habis ini apalagi...." kata Sabda sambil mengelus telinga nya.

"KDP?" Tanya Rayna.

"Iya, kekerasan dalam pacaran." kata sabda sambil tersenyum lalu melanjutkan lagi mobilnya yang tadi berhenti.

"Apaan sih! siapa juga yang kekerasan. makanya kamu jangan suka gitu dong! btw sayang, Kalau mau ada anak, halalin adek dulu dong bang..." kata Rayna sambil bergelayut manja di lengan Sabda sambil cekikikan.

"Wah! Ide bagus!" kata Sabda lalu mempercepat laju mobilnya. Rayna diam saja sambil mendengarkan lagu - lagu sampai kadang tidak sengaja ketiduran karena jalanan sedikit macet tiap kali berhenti di lampu merah.

"Tidur dulu sayang, kamu kecapekan kayaknya. Masih lumayan ini jalanan macet begini." Kata Sabda sambil mengelus kepala Rayna ketika lampu merah menyala. Rayna beberapa kali menguap.

" Iya gimana nggak ngantuk. Habis makan kenyang. Duduk di mobil jalanan macet begini, terus ada kamu di sampingku." Kata Rayna sambil tersenyum - senyum.

" Kamu ngantuk aja keliatan gemes gini sih!" Kata Sabda lalu mencubit gemas pipi Rayna.

Sampai di rumah Rayna, tiba-tiba saja Sabda bilang ke orang tua Rayna kalau dia pengen melamar Rayna. Rayna cukup kaget, padahal tadi dia cuma bercanda. Ternyata Sabda justru serius dan langsung bilang ke ortu Rayna.

"Tapi Rayna kan masih kuliah, sabda." Kata Santi. Mama Rayna. Mereka kini sedang duduk di ruang tamu.

"Ya ngga papa ma, kalau minggu depan Rayna mau nikah sama Sabda juga Sabda siap kok!" Kata Sabda.

"Orang tua kamu udah tau kalau kamu mau lamar Rayna Minggu depan?" Tanya Papa. Sabda menggeleng.

"Belum pa, tapi nanti Sabda langsung kasih tau mereka kok."

" Gimana rayn? Papa serahkan semua sama kamu. Tapi kuliah kamu nggak boleh keganggu kalau mau menikah pun papa nggak masalah. Tapi kamu harus selesaiin kuliah kamu sampai lulus."

"I... iya pa, Rayna ngga akan campurin urusan Rayna kuliah sama urusan pribadi kok." jawab Rayna agak gugup. Sabda malah senyum - senyum karena dia tahu Rayna tadi cuma bercanda malah dia serius. Rayna langsung menarik Sabda ke depan rumah.

"Bentar ya pa, ma." Kata Rayna.

"Kenapa sayang?" Tanya Sabda bingung.

"Kamu kok tau - tau bilang gini nggak bilang aku sih sayang?"

"Tadi di mobil katanya disuruh halalin?" Tanya Sabda berpura - pura bodoh.

" ya ampun sayang, aku bercanda."

"Jadi kamu mau apa nggak nih aku halalin?"

" Ya mau sih. Aku kaget tau!"

"Surprise ya? hehehe... Ya udah, kamu siap - siap aja ya minggu depan. Ok? ya udah yuk masuk! kasihan papa mama nungguin. Kita bahas - bahas lagi di dalam." Kata sabda lalu mencium punggung tangan Rayna.

Kabar Pertunangan Rayna dan sabda pun segera meluas. Banyak yang menantikan pertunangan itu terjadi, seakan-akan beberapa tahun belakangan mereka lah yang jadi the best couple. Sabda yang manis, ramah, dan suka bercanda. Rayna yang juga manis, agak kalem tapi kalau udah kumat jiwa humornya juga suka bercanda. Entahlah, selama pacaran mereka sepertinya bahagia saja. Dimana ada Sabda di situ pasti ada Rayna.

Dari semua yang sedang menanti pertunangan itu, ada Vero yang diam-diam mencoba tersenyum walau hatinya hancur.

Vero diam-diam menyukai Rayna sejak di SMA dulu. Suka melihat Rayna dari kejauhan dan ikut tersenyum ketika Rayna tertawa bersama teman-temannya. Suka salting ketika tidak sengaja bertemu Rayna di sekolah. Semua perasaannya dikubur dalam-dalam ketika sahabatnya, Sabda, bilang kalau dia mau mendekati cewek, adik kelas, bernama Rayna dan dibantu Satria yang waktu itu duduk di samping Rayna ketika ulangan semester. Vero tidak pernah membenci Sabda, dia lah yang salah karena hanya memendam rasa nya pada Rayna. Dia hanya akan menundukkan kepala nya ketika berpapasan dengan Rayna. Mengubur rasanya semakin dalam. Karena semakin melihat senyum Rayna semakin susah melupakan perasaannya pada Rayna.

Tapi kali ini, kenapa rasanya semakin sakit. Bahkan dia selalu menyibukkan diri agar bisa meng - halau rasanya pada Rayna. Sampai kapan dia terus berpura - pura terlihat baik - baik saja? Bahkan untuk membuka hati untuk wanita lain pun dia masih enggan. Walau di kantor ada sekretaris yang cantik, seksi, yang siap menggoda kapan saja pun dia selalu ingat senyum manis sang adik kelas. Rayna. Memang benar kata orang, semakin kita menggenggam pasir maka pasir yang kita genggam akan jatuh melewati celah - celah jari kita. Haruskah Vero menikmati setiap rasa sakit yang dia rasakan? Rasa sakit karena kebodohannya yang tidak gerak cepat mengatakan perasaannya pada rayna. Kebodohannya yang tidak bisa move on walaupun sudah memilih kuliah d luar kota yang akhirnya membuat dirinya kewalahan menjalani bisnisnya dan harus bolak - balik untuk mengurusi usaha yang baru dirintisnya ketika itu.

Jika cinta Tak harus memiliki, mengapa move on terasa susah sekali seakan - akan cinta memang harus dimiliki dan di perjuangkan? Vero memikirkan apa yang harus dilakukan untuk menghindari kenyataan. Anggaplah dia pengecut. Tidak berani menerima kenyataan. Dulu dia kuliah sampai keluar kota untuk menghindari rasa sakit melihat Sabda dan rayna jadian. Sekarang ia juga memikirkan akan kemana untuk menghindari pertunangan Rayna dan Sabda.