Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

BE ALIVE

🇮🇩daemie29
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.6k
Views
Synopsis
Dami Alan, seorang Vampir cilik, telah menghilang. Saudara Vampirnya, Jadrian Alan, seorang Vampir yang terjebak di usia 19 tahun, tampan dan cerdas, terus berusaha menemukan Dami. Sepuluh tahun berlalu, Jadrian mulai berputus asa karena tidak berhasil menemukan Dami. Kemudian, Dami tiba-tiba muncul kembali. Namun Dami telah berbeda dari yang dikenal oleh Jadrian. Dami bukan lagi vampir cilik yang terjebak di usia 6 tahun. Melainkan seorang gadis manusia berusia 16 tahun. Ya, MANUSIA. Bukan Vampir. Lalu apa yang harus dilakukan oleh Jadrian? Sebelumnya Jadrian dan Dami sudah menjalani hidup selama 100 tahun, dan kini adik tercintanya telah menjadi manusia setelah menghilang selama 10 tahun. Maka Jadrian memutuskan untuk memberikan kehidupan manusia yang tidak pernah dirasakan oleh Dami sebelumnya. Persahabatan. Cinta. Dan tentu saja, Keluarga. Segala hal yang berharga untuk dimiliki oleh manusia. Selain itu, Jadrian juga harus melindungi Dami yang terancam karena perubahannya. -- daemie29
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Prolog

Pria itu berjalan seperti kebakaran jenggot. Istilahnya begitu, karena pada kenyataannya, pria yang baru berusia genap 40 tahun itu memang tidak punya jenggot. Dia hanya punya kumis tipis, dan rambut ikal gelapnya juga sudah terlihat menipis. Ia berjalan terburu-buru menuju ruang walikota Varlas. Saat itu dia memang hanya salah satu dari bawahan sang Walikota.

Dia mengetuk pintu berdaun lebar, lalu segera masuk setelah mendengar sahutan dari dalam.

Sang walikota tampak duduk di balik mejanya, terlihat sedang berpikir.

"Kelompok werewolf sudah bergerak, Pak." lapornya.

"Informasimu valid, Doberman?" tanya Walikota Varlas.

Pria itu terdiam. Doberman bukan namanya, tentu saja. Itu julukannya. Dia memang seperti anjing. Semua informasi yang keluar dari lidahnya selalu valid. Dia adalah orang kepercayaan terbaik yang dimiliki sang walikota saat ini. Maka dia mengangguk membenarkan.

"Bagaimana dengan Squirrel?"

"Pemimpinnya sedang dalam perjalanan -"

Pintu menjeblak terbuka. Tanpa ketukan pendahuluan, seorang pria bertubuh tinggi dan berbahu bidang berjalan angkuh memasuki ruang walikota Varlas.

Pria yang baru saja datang itu adalah objek pembicaraan mereka sebelumnya. Umur panjang, dengus Doberman.

"Pagi, Pak," sapa si tamu kurang ajar tanpa meminta maaf.

"Kau kelihatan pucat, Fox?" Si walikota terlihat lebih tertarik pada kedatangan Fox, daripada Doberman yang kini berdiri canggung diantara keduanya.

"Kau pasti sudah bersiap-siap," kata Walikota.

"Kami memang sedang bersiap-siap," kata Fox, dan itu bukan nama aslinya. Walikota memang sangat suka memanggil bawahan mereka dengan nama ras anjing. "Tapi aku kehilangan anakku."

"Apa maksudnya?"

"Jeffrey hilang," kata Fox, nyaris menggeram.

Jeffrey, Doberman tentu mengenal nama bocah itu. Bukan bocah menyenangkan, dalam usia muda sudah ditunjuk sebagai pemimpin pasukan oleh Fox. 18 tahun, bukankah itu luar biasa gila muda untuk usia seorang pemimpin sebuah pasukan?

Tapi Doberman sudah melihat sendiri penampakan bocah yang dipanggil Jeffrey itu. Siapa pun pasti setuju bocah itu dapat memimpin sebuah pasukan pembunuh yang tidak disukai seluruh dunia namun sangat diandalkan itu. Apalagi dalam situasi pemberontakan oleh kelompok bukan manusia.

"Bagaimana bisa...?" Walikota terheran-heran. "Apakah kau bertengkar dengannya?" pertanyaan Walikota kedengaran seperti seorang guru yang sedang menginterogasi wali murid, mencari tahu masalah murid yang membangkang, yang mungkin membuat bocah itu kabur dari pasukan.

"Aku selalu baik kepada Jeffrey," Fox menggeram tidak terima. Dia pasti sangat menyayangi si Jeffrey. "Jeffrey sudah seperti darah dagingku."

Doberman menahan diri untuk tidak mencibir. Darah daging apanya, Fox dengan senang hati melatih seorang bocah dalam misi membunuh. Itu keterlaluan.

"Tenang, Fox. Ceritakan padaku kejadiannya?"

"Hilang begitu saja! Pagi-pagi, Jeffrey sudah tidak ada di atas ranjangnya! Bocah terbaikku! Oh Tuhan!" Fox mengerang frustasi. Lalu ia maju, meletakkan setangkai bunga mawar yang masih berduri ke atas meja walikota. "Hanya ada ini di atas ranjangnya." Wajah sendunya memandang sedih pada bunga mawar itu, seolah-olah Jeffrey yang disebut-sebut telah berubah menjadi setangkai mawar merah.

Namun Walikota membelalakan mata, begitu pula Doberman.

"Doberman..." geram Walikota.

"Ya, Pak." Doberman mengangguk mantap.

"Vampir-Penyihir itu!" seru Fox. "Dia mengambil anakku! Si Perusuh!"

Doberman dan Walikota tentu tahu siapa Vampir-Penyihir yang disebut Fox. Hanya ada satu orang yang disebut begitu. Karena, Vampir tidak mungkin Penyihir, dan juga Penyihir tidak mungkin Vampir. Hal itu tidak mungkin terjadi karena melanggar batas hukum kehidupan dunia. Tapi ada satu orang yang adalah Vampir sekaligus penyihir. Seorang makhluk yang sangat berbahaya dan dikenal dengan sebutan Si Perusuh. Namun seharusnya Si Perusuh sudah binasa, karena kabarnya Jeffrey telah membunuh Si Perusuh.

"Kau pasti sudah membuatnya marah," kata Walikota sambil mengangkat tangkai bunga mawar merah yang masih merekah itu.

"Oh, tidak...." Fox terlihat tidak berdaya, seolah nasibnya sudah akan berakhir tanpa kehadiran Jeffrey.

"Akan butuh waktu untuk menemukannya. Serahkan hal itu pada Doberman. Kau harus fokus pada pemberontakan ini." ujar Walikota, kembali serius. "Kau punya rencana cadangan?"

"Timku tidak bisa tanpa Jeffrey..."

Doberman tanpa sengaja mendengus, membuat Fox melotot kepadanya. Doberman telah meremehkan anak kesayangannya. Bukan begitu, hanya saja aneh melihat orang dewasa terlalu berpangku tangan pada seorang bocah 18 tahun. Konyol.

"KIta butuh rencana, Fox." ujar Walikota, berkata lembut agar Fox tenang dan tetap mau kooperatif di saat terburuk ini. "Atau wargaku akan diserang."

Fox menarik nafas. "Aku masih punya satu orang," katanya. "Tapi dia tidak sebanding dengan Jeffrey. Dengan begitu aku harus turun tangan."

"Kau yakin bisa menanganinya?"

"Bisa, Pak." Fox kedengaran tidak meyakinkan. "Bukankah Anda mengenal saya? Dulu saya adalah yang terbaik." Masih gagal untuk meyakinkan.

"Oh, ya. Tentu saja, Fox." Tapi Walikota dengan senang hati mempercayai Fox.

"Saya pamit," ujar Fox. Ia berpaling pada Doberman, menyorotkan tatapan tajam ke arah pria nyaris botak itu. "Dan pastikan kau menemukan Jeffrey. Jangan berhenti sebelum kau menemukan mayatnya."

Doberman memberikan anggukan patuh, bagaimana pun pangkat Fox lebih tinggi darinya. Dia harus lebih sopan.

"Semoga berhasil, Fox."

"Baik, Pak."

Doberman mengawasi punggung Fox yang berjalan keluar ruangan. Sebenarnya ia hanya menebak iseng. Ia menebak jika ini adalah hari terakhirnya bertemu dengan Fox. Dan tanpa ia ketahui, tebakannya akan menjadi kenyataan. Fox akan berhasil menghentikan pemberontakan werewolf, tapi nyawanya tidak dapat diselamatkan. Sayangnya Doberman tetap harus melaksanakan perintah Fox untuk menemukan Jeffrey, dan dia tidak akan berhenti sebelum mayat bocah kesayangan Fox itu ditemukan.[]