Sementara di luar ruangan ICU, Austin datang ditemanin Vikrar dan 4 Ajudan. Marko melihat ini segera menyongsong.
"Tuan Besar."
"Gimana keadaan gadis itu?" tanya Austin tenang namun mengandung kecemasan. Gimana tidak cemas, sebelum kejadian ini, 2 tahun lalu, Ignazio menewaskan Salma. Untung Austin mampu mendamaikan keluarga Salma untuk mengampunin Ignazio.
Marko menghela nafas, terasa berat untuk menyampaikan kondisi Chiara. Takut Austin membunuh Ignazio.
"Marko."
"Anu Tuan Besar, Nona Chiara masih belum siuman, sebab luka yang didapatnya lumayan parah. Kedua Niplenya sobek. Kemaluannya mengalami pendarahan cukup serius."
"Astaga." ucap Austin tersentak mendengar ini, hatinya langsung merasa miris, "Mana Ilario?" Dia tidak melihat Ilario saat ini.
"Masih menemani Nona Chiara di ICU."
"Dari kapan dia di sana?"
"Dari setelah menghukum Tuan Ignazio, sampai sekarang. Tuan muda sama sekali tidak mau meninggalkan Nona Chiara. Dia juga mengusir Kami, saat Kami membujuknya untuk beristirahat sejenak."
Austin mengerutkan keningnya. Tumben Ilario seperti ini? Meski dia merasa bertanggungjawab atas penganiayaan yang dialami Chiara, namun tidak sampai seperti yang Marko bilang. Apa yang Ignazio bilang benar, kalo Ilario naksir Chiara? Tapi apa mungkin? Ilario tidak akan jatuh cinta sama gadis berusia 16 tahun.
"Tuan," Marko menegur Austin, "Apa Tuan sudah tanya siapa orangtua Nona Chiara ke Tuan Ignazio?"
"Tidak perlu. Biar Saya sembuhkan dan sehatkan dulu gadis itu. Biar tidak celaka karena ketahuan orangtuanya back street pacaran sama Ignazio Guru di Sekolahnya."
"Lalu bagaimana dengan Sekolahnya, Tuan? Pasti akan mencarinya karena tidak masuk Sekolah?"
"Nanti Vikrar mengurus itu." Austin mengakhiri pembicaraan, "Sekarang antar saya membesuk Chiara." lalu melangkah ke pintu ICU.
Marko cepat menyusul, dan membukakan pintu, dan mempersilahkan Austin dan Vikrar masuk. Vikrar kemudian memasangkan seragam pengunjung ICU ke badan Austin, dan bergegas pakai seragam yang sama ke badannya, baru menemani Austin ke tempat dimana Chiara masih terbaring koma.
Langkah Austin terhenti, dia melihat Ilario begitu pilu menemani Chiara. Telinganya pun mendengar rintihan Ilario. 'Aneh,' bisik hati Austin. Memang sih karena Ilario, Chiara dapat musibah ini, tapi baru kali ini Austin melihat Ilario menangisi kondisi Chiara. Baru kali ini pula Austin melihat Ilario menggenggam tangan Chiara, ditempelkan ke pipinya, sesekali dicium pucuk tangan Chiara, bahkan mencium sayang kening Chiara.
Pelan Austin mendekati Ilario, tidak ditegurnya Ilario, hanya mengamati Chiara. Pengen melihat seperti apa sih sosok Chiara. Tampak olehnya wajah Chiara polos apa adanya, menandakan hati Chiara bening. Lalu dia melihat paras cantik Chiara bisa membuat Pria mana pun tersentuh dan gemas.
Kemudian melihat profiel wajah Chiara seperti profiel wajah Javer. Malangnya gadis ini, bisik hati Austin, dijadikan kekasih putraku yang buas saat cemburu. Dan kalo Gadis ini putrinya Javer, Aku bisa bermusuhan sama Javer.
Pelan Austin menyentuh pundak Ilario, diusap pelan.
Ilario terkesiap, menoleh ke sisinya, kaget melihat Austin. Cepat dia menaruh tangan Chiara ke Bed, berdiri, dan cium pucuk tangan kanan Austin. Austin tepuk-tepuk pundak Ilario.
"Pasti dia selamat." Austin memberi semangat ke Ilario.
"Semua ini karena Rio, Papa."
"Tidak, nak. Adikmu yang buas saat cemburu melandanya. Entah sifat dari mana itu. Papa tidak punya sifat itu. Mama kalian juga tidak."
"Sebenernya Ignazio ingin menghajar Rio, tapi karena dia takut sama Rio, jadilah dilampiaskan ke Chiara."
"Sudahlah." Austin tersenyum, "Kita obatin dan sembuhkan gadis ini, dan kembalikan ke keluarganya."
"Kembalikan ke keluarganya?"
"Kenapa?"
"Apa nanti bisa kembali dicengkram Ignazio? Rio takut gadis ini kembali celaka."
"Jadi baiknya untukmu?" Austin memandang Ilario dengan mata menyelidik isi hati putranya ini, "Rio, gadis ini masih remaja berusia 16 tahun. Masih punya tanggungjawab menyelesaikan SMU, lalu Kuliah."
DEG..Ilario kena omongan Papanya ini. Entah kenapa saat bertemu Chiara, hati dan pikirannya terpikat aura diri Chiara. Makanya dia cepat tersadar ada bahaya yang pasti di dapat Chiara gegara dirinya.
"Tapi." Austin bicara lagi, "Kalo Kamu mau, Papa bisa kasih untukmu. Asal biarkan Dia menyelesaikan SMUnya, lalu Kuliah. Baru nanti Papa nikahkan kamu sama dia."
"Kelamaan itu Papa." Ilario spontan saja menolak perkataan Austin.
"Lalu Kamu maunya sekarang Papa nikahkan Kamu sama Dia?"
JLEB..Ilario menelan salivanya. Papanya bisa membaca hati dan pikirannya yang menginginkan Chiara menjadi istrinya.
"Ilario!"
"Lalu Ignazio?"
"Dia cari yang lain." Austin tersenyum, "Kamu tenang aja, kalo kamu tergerak hatinya, Papa bisa bikin Ignazio melepas gadis ini untuk kamu peluk penuh cinta."
JLEB..Ilario kembali menelan salivanya.
"Rio."
"Biar Dia selesaikan dulu Sekolah dan Kuliah." Ilario menghela nafas, "Dan Rio menemaninya yang menyelesaikan Sekolah dan Kuliah. Biar Dia bisa nyaman sama Rio."
Austin tersenyum mendengar ini. 'Ignazio benar ini,' kekehnya, 'Ilario jatuh cinta ke Chiara. Tapi tidak mengapa lah. Aku melihat Chiara gadis baik, dan dari keluarga terhormat. Apalagi kalo ternyata gadis ini ada hubungan sama Javer sahabatku, sangat baik lagi. Harapan Papa dan Om Diego untuk menjadikan Keluarga Pratama dan Keluarga Castelo menjadi satu keluarga lewat Pernikahan kedua cucu mereka terkabul.
Tapi Aku harus menyelidiki dulu apa hubungan Chiara dengan Javer, sebab Javer tidak punya anak dari Ninetta.
Austin mau bicara ke Ilario, tapi dilihatnya Ilario bergerak duduk kembali menghadap Chiara, dan tangan Ilario menepuk-nepuk pelan pipi Chiara. Austin mengalihkan pandangan ke Chiara. Dilihatnya kedua mata Chiara mulai bergerak-gerak akan membuka.
'Semoga gadis ini siuman,' desaunya berharap Chiara sadar karena melihat kedua mata Chiara bergerak-gerak. 'Aku pun bisa perlahan menelusuri siapa Gadis ini, dari Gadis ini, dan juga dari tangan-tanganku di luar sana. Tapi Aku harus sangat berhati-hati, agar Madalena dan Ignazio tidak tahu ini. Aku takut Ignazio merengekin Madalena untuk memintaku mengembalikan Gadis ini ke Ignazio. Sementara Aku ingin Gadis ini untuk Ilario.'
"Chiara," Ilario masih menepuk-nepuk pelan pipi Chiara, sambil memanggil Chiara, "Chiara..bangun sayang."
'Sayang?' tanya hati Austin, 'Hehehe,' Dia tersenyum geli, 'Putraku benar-benar tersentuh hati ini, sehingga putraku memanggil sayang ke Gadis ini.'
"Syukurlah." ucap Ilario karena kedua mata Chiara terbuka, "Hei..Chiara..Lihat ke Aku." dipandunya Chiara agar melihat ke dia.
Pelan kedua mata Chiara melihat Ilario. Chiara tersentak kaget, spontan bangun, tapi..
"Akhhh!"pekiknya merasa sakit.
"Astaga!" Ilario cepat menopang tubuh Chiara, dan perlahan membaringkan Chiara ke Bed, "Jangan bergerak dulu." bujuknya lembut, "Kamu masih terluka."
Chiara tidak bicara, mengamati Ilario. Kenapa Pria ini lagi? Kenapa bisa bersamanya? Dia lalu melihat sekitarnya. Melihat ada Austin disisi Ilario.
Ilario meraih tangan Chiara, digenggamnya lembut.
"Kamu di Rumah Sakit." Ilario menjelaskan karena tahu Chiara tidak mengenali dimana saat ini, "Kamu pingsan di kamar Ignazio, setelah Ignazio menganiya Kamu."
DEG..Chiara teringat lagi peristiwa sadis itu. Chiara menjadi ketakutan, kembali membangunkan dirinya. Ilario cepat menahannya.
"Lepasin Aku." Rengek Chiara meronta, "Nanti Kak Zio lihat ini." Dia menjadi panik ketakutan.
"Hei," Ilario mencengkram kedua sisi lengan atas Chiara, "Kamu tenang ya." Ditatap Chiara dengan lembut, mencoba menenangkan Chiara yang ketakutan.
"Gimana tenang." Chiara jadi panik ketakutan, "Aku ngga mau dia cemburu, karena..Karena.."
"Karena dia akan menyakitimu?" sela Ilario.
Mendengar ini badan Chiara bergetar ketakutan. Bibirnya merancu pelan penuh kelirihan.
Ilario pelan peluk Chiara, diredam getar badan Chiara, dialirkan kenyaman untuk Chiara. Tangis Chiara pun pecah didada Ilario. Ilario mengusap-usap lembut lengan tangan Chiara.
"Tenang Sayang, tenang ya. Aku tidak akan membiarkan Dia atau siapa pun menyakitimu. Kamu aman bersamaku." Ilario pun mencium pucuk kepala Chiara sejenak, dialirkan ketenangan dan kenyamanan untuk Chiara. Sejurus kemudian, dari kedua sudut matanya bergulir air mata. Ilario merasakan kesakitan dan ketakutan Chiara saat ini.
Austin menghela nafas, miris melihat Chiara dipenuhi kesakitan dan ketakutan. Dia pelan keluar dari kamar bersama Vikrar.
"Kamu carikan satu room bagus untuk Chiara di Sydney." Austin memberi instruksi ke Vikrar, saat Mereka di luar ICU. "Carikan juga beberapa Guru dari Indonesia yang kompeten sama sistem belajar mengajar di SMU tempat Chiara Sekolah. Setelah dia diperbolehkan rawat jalan, Saya kirim dia ke sana untuk menyelesaikan SMUnya dengan cara belajar online."
"Baik Tuan Besar."
"Siapkan semua kebutuhan pribadi dan uang saku untuk Chiara selama di Sydney. Kirim satu Assisten dan para Ajudan untuk menjaganya di sana. Saya mau dia nyaman selama di sana."
"Baik Tuan Besar."
"Semua hal ini tidak boleh diketahui oleh istri saya dan Ignazio."
"Baik Tuan Besar. Maaf Tuan Besar bagaimana dengan orangtua Nona Chiara?"
"Kamu bikin janji ke Leone Assisten Javer Castelo untuk saya bertemu secara pribadi sama Javer. Saya feeling Chiara ada terkait sama Javer, dan hanya Javer yang bisa bicara sama keluarga Chiara di Indonesia untuk mengizinkan Chiara mendapat semua hal yang saya bilang itu ke Kamu."
"Maaf Tuan, haruskah Tuan lakukan semua ini?"
"Iya, agar layak diperistri Ilario putra kebanggaan Saya. Ilario inginkan gadis ini menjadi istri, maka saya wajib mendukungnya."
"Lalu bagaimana sama Tuan Ignazio? Apa setelah sembuh, akan di Penjara, atau Tuan Besar ada rencana lain untuk beliau?"
"Di Penjara saja dulu." Sahut Austin menghela nafas, "Lalu Kamu siapkan perjalanan wat Dia ke Afganistan."
+ TO BE CONTINUE +