Chereads / Destroy Madness Gang: Awal dari akhir / Chapter 3 - Felisha, dan over protective

Chapter 3 - Felisha, dan over protective

14 Maret 2033

Hari Senin.

"Bertahanlah sebentar! aku mohon!" ucap Gavin menangisi wanita yang berada di pelukannya.

"MAMA!" teriak seorang bocah berlari menghampiri Gavin.

"Aku mohon bertahan! Kamu harus tetap hidup!" kata Gavin yang masih menangis.

Bocah itu menendang Gavin, lalu menusuk perutnya.

Gavin langsung terbangun dari tidurnya, ternyata itu hanyalah mimpi dia.

"Mimpi apa itu?" ucap Gavin yang meneteskan air matanya.

"GAVIN!" teriak Felisha sambil menggedor pintu kamarnya Gavin.

Gavin menoleh ke arah pintu, lalu dia kembali berbaring dikasur, dan berkata, "Aku masih ngantuk!"

Tidak lama Felisha langsung mendobrak pintu kamar Gavin hingga terbuka.

"Gavin! Ayo Bangun!" ucap Felisha dengan sedikit emosi melihat Gavin, yang masih berada di kasur kesayangan nya itu.

Gavin tetap tertidur, dan Felisha pun menarik selimut Gavin, lalu melompat-lompat di kasur itu, sembari berkata, "Bangun! Bangun! Bangun!"

Gavin membuka matanya secara perlahan, lalu menoleh ke kanan dan kiri.

"Akhirnya kamu bangun juga. Cepat sana mandi, nanti kita bisa telat ke sekolah loh!" kata Felisha dengan jengkel.

"Berisik!" ucap Gavin yang masih menoleh kanan-kiri sambil meraba-raba kasurnya, seperti sedang mencari sesuatu.

"Kamu cari apa?" tanya Felisha kebingungan melihat Gavin.

Tidak lama, akhirnya Gavin menemukan barang yang dia cari, yaitu remote AC nya, dan dia pun mematikan AC itu, lalu lanjut tidur kembali.

"Astaga!" ucap Felisha sambil menepuk jidatnya.

Felisha tiba-tiba menggelitiki badan Gavin, dan Gavin pun terbangun dari tidurnya.

"Rasakan itu!" kata Felisha dengan tersenyum licik.

"Kenapa sih, aku mau tidur tau," ucap lembut Gavin, sambil menggosok kedua matanya.

"Kamu harus mandi sekarang, nanti kita telat ke sekolah," kata Felisha sambil menarik kedua tangan Gavin membantu gavin untuk segera bangun.

"Iya Felisha, aku bangun nih." kata Gavin sambil jalan ke kamar mandi dengan kondisi mata yang masih merem.

Felisha yang melihat Gavin hanya menggelengkan kepala nya.

Anak perempuan ini adalah Felisha, dia seumuran dengan Gavin, berumur 8 tahun.

Mereka sudah berteman sejak bayi. Bahkan Felisha ini satu-satunya teman terbaik Gavin, karena Gavin di musuhi oleh sepupunya, kecuali Alvin, dan Nigel.

Rumah Felisha tidak jauh dari rumah keluarga Darmatari, mereka sering berangkat ke sekolah bersama.

Di daerah perumahan mereka, tidak banyak anak kecil disana, tidak ada juga yang dekat dengan keluarga Darmatari.

Hanya keluarga Felisha yang dekat dengan mereka, karena orang tuanya teman bisnis dari Bapak Sudarsana.

Keluarga Darmatari sangat menyukai keluarga Felisha. Felisha berasal dari keluarga yang cukup terkenal, karena kepintaran keluarga mereka tentang teknologi dan elektronik, juga membantu kota Cigeni ini sedikit maju.

Namun salah satu kepala keluarga mereka yang bernama Emran Gandhi Safaraz, di anggap ilmuwan yang sangat gila, bahkan pernah membunuh seorang polisi, karena tidak terima barang penemuannya disita oleh kepolisian.

Emran Gandhi Safaraz adalah Kakeknya Felisha, dia sudah meninggal begitu saja di dalam sel penjara. Banyak yang bilang dia mengidap skizofrenia dan bunuh diri akibat depresi.

"Felisha! Kamu di panggil Ibu Asmarani, disuruh keruang tamu untuk menemuinya." kata pelayan keluarga Darmatari yang berada di hadapan Felisha.

Felisha langsung pergi menghampiri Neneknya Gavin, yang sedang berada di ruang tamu.

"Ada apa nek?" tanya Felisha tersenyum manis.

"Kemari, Sayang, Nenek punya sesuatu untuk kamu," kata Ibu Asmarani dengan bergembira.

Felisha pun berjalan kearah Nenek Gavin yang menyuruhnya mendekat. Lalu Ibu Asmarani memberikan sebuah komputer tablet kepada Felisha.

"Hah? iPad?" tanya Felisha kebingungan karna dia tidak menyangka akan di kasih barang itu oleh Nenek Gavin.

"Iya, iPad gen 15, keluaran terbaru," jawab Ibu Asmarani.

"Untuk apa Nenek memberikan barang semahal ini ke aku?" tanya lagi Felisha dengan wajah heran.

"Sebagai bentuk terima kasih nak, karena sudah mau berteman dengan Gavin," jawab Ibu Asmarani sambil mengusap kepala Felisha dengan lembut.

"Felisha tidak bisa menerima ini, nanti Ibu akan memarahiku," kata Felisha dengan wajah yang tegang dan menyodorkan kembali barang itu kepada Ibu Asmarani.

"Sudah, kamu terima saja ya. Zaman sekarang, belajar di sekolah harus menggunakan teknologi yang bagus. Kamu harus terima, nggak enak lho ini sudah dibelikan, dan dipilih langsung oleh Pamannya Gavin," kata Ibu Asmarani dengan lembut.

"Kamu terima aja, uang keluarga kita tidak akan kekurangan kok, membeli barang semurah ini." celetuk Alvin yang tiba-tiba datang menghampiri Felisha.

"Hush! Kamu anak kecil kok ngomongnya kayak gitu! Nenek nggak mengajarkan kamu untuk sombong ya Alvin!" tegas Ibu Asmarani ke Alvin.

"Iya, maafkan aku Nenek!" ucap Alvin mencium Ibu Asmarani.

"Yaudah deh, aku terima barang ini," kata Felisha dengan tersenyum.

"Nah begitu dong anak cantik! Lain kali jangan pernah menolak pemberian dari keluarga Darmatari ya, sayang," ujar Ibu Asmarani memeluk Felisha.

"Baik, nek!" ucap Felisha tersenyum manis.

Gavin pun datang, terlihat rapi memakai pakaian sekolah dasarnya itu, dengan rambut yang sedikit panjang dan belah tengah, sembari berkata, "Aku sudah mandi nih."

"Bagus! Hebat kamu, Gavin!" kata Felisha sembari mengacungkan jempolnya.

Tidak lama Renatha datang ke ruang tamu, dengan raut wajah yang kesal membawa tas sekolah Gavin, dan berkata, "Gavin! Tas kamu nih!"

"Iya, bun!" ucap Gavin yang raut wajahnya berubah cemberut.

"Lain kali kamu siapin bukunya sendiri dong! Kayak Adik kamu tuh, sebelum tidur dia sudah menyiapkan buku-buku pelajarannya, tanpa dibantu oleh Bunda!" kata Renatha yang memarahi Gavin.

Gavin hanya diam, hanya itu yang dia lakukan setiap dibandingi oleh adiknya.

"Oh iya, Davina dimana?" tanya Felisha ke Renatha, untuk mengalihkan pembicaraan.

"Dia sudah di sekolah, bersama dengan Bianco." jawab Renatha.

"Kenapa dia berangkat pagi sekali?" tanya lagi Felisha yang sedikit kebingungan.

"Kamu kan tahu, kalau Davina ini anaknya rajin." jawab Renatha tersenyum yang mengetahui Davina sangat rajin.

"Oh kalau Davina aku tau. Maksudku, Bianco, tante," kata Felisha balik tersenyum.

"Oh dia memang sering berangkat pagi, jam setengah enam sudah sampai disekolah, hanya untuk pergi ke kantin." kata Renatha yang geleng-geleng kepala membayangkan tingkah Bianco.

"Dia memang sedikit unik, sengaja datang ke sekolah pagi-pagi, karena dia tau di kantin pada jam segitu sepi, belum ada anak yang lain, dan makanan di kantin juga masih hangat," kata Ibu Asmarani sembari cekikikan.

Meanwhile Bianco:

"Wah asik banget! Makanan nya masih panas! Beli yang mana dulu ya?" ucap Bianco dengan sangat gembira dan bingung mau pilih makanan mana yang bakal dia pilih.

"Yaudah, sebaiknya kalian berangkat kesekolah sekarang, keburu telat," kata Renatha kepada anak-anak.

"Baik, bun." ucap Gavin sedikit bersedih dan berjalan kearah pintu keluar.

"Tapi Nigel dan Alvina masih mandi." kata Alvin kebingungan.

"Kalau begitu, Gavin dan Felisha berangkat duluan. Kamu dan yang lainnya berangkat naik mobil yang lain," kata Ibu Asmarani kepada Alvin.

"Yuk kita berangkat, Gavin!" ucap Felisha sambil menjulurkan tangannya ke Gavin dengan tersenyum.

"Yuk!" balas Gavin menggenggam tangan Felisha dengan tersenyum lebar.

Mereka berdua akhirnya berangkat ke sekolah, diantar dengan mobil mewah dan supir pribadi Gavin.

***

Pulang sekolah, Rumah Keluarga Darmatari.

Siang hari.

Gavin dan Felisha sudah pulang sekolah, lalu duduk diruang tamu kelelahan.

"Huft, capek banget!" ucap Gavin.

"Iya, kaki aku sakit deh," kata Felisha sembari memijat kakinya.

Gavin langsung mendekatkan duduknya di samping Felisha, dan berkata, "Sini biar aku pijat kakimu." ucap Gavin sembari memijat kakinya Felisha.

"Terima kasih ya, Gavin!" ucap Felisha tersenyum padanya.

"Iya dengan senang hati," ucap Gavin yang masih memijat kaki Felisha, "Hari ini kita mau main apa? Memainkan game online kemarin? Atau VR Cooking?" lanjut tanya Gavin kebingungan.

"Sepertinya kita tidak bisa bermain hari ini," jawab Felisha yang murung.

"Yah, kenapa?" tanya lagi Gavin yang cemberut.

"Hari ini aku mau mengerjakan pr," jawab Felisha dengan murung nya.

"Yah padahal aku sudah beli VR model baru," kata Gavin yang murung dan menundukkan kepalanya.

"Gimana setelah aku mengerjakan pr? Sekalian kita main masak-masakan? Yang asli ya bukan VR." balas Felisha dengan tersenyum.

"Oh aku ada ide! Kita buat kue ulang tahun untuk Davina aja! Dua hari lagi kan dia ulang tahun," kata Gavin dengan bergembira dan penuh semangat.

"Bikin kue? Bikin kue itu kan sulit, memang kita bisa?" tanya Felisha heran mendengar jawaban gavin.

"Nanti aku minta tolong Bunda untuk bantu kita berdua," jawab Gavin dengan pedenya tersenyum.

"Nggak boleh! Kamu harus fokus latihan ilmu bela diri!" celetuk Hendrawan yang tiba-tiba datang begitu saja menghampiri mereka berdua dengan tegas.

"Tapi kan ini penting yah!" ucap Gavin sangat sedih yang mendengar larangan dari ayah nya.

"Kalau Ayah bilang nggak boleh! Ya nggak boleh! Kamu harus ngerti!" kata Hendrawan memarahi Gavin.

"AYAH JAHAT!" teriak Gavin menangis, dan berlari ke kamarnya.

Felisha memandangi Hendrawan dengan raut wajah yang tegang, mata berkaca-kaca, serta panik dan ketakutan.

"Pulang sana!" tegas Hendrawan ke Felisha menyuruhnya pergi.

Felisha berlari meninggalkan rumah Gavin.

Setelah itu Hendrawan pergi ke kamar Gavin, dan menyeretnya keluar dari kamarnya, "AYOK!" teriak Hendrawan ke Gavin!

"AKU NGGAK MAU!" balas teriak Gavin menangis.

Mengingat kejadian kemarin, Gavin ini sedang di incar oleh seorang bernama Basupati, dan anak buahnya, karena menganggap Gavin adalah ancaman mereka.

Hendrawan menjadi sangat keras pada Gavin. Dia menuntut Gavin agar bisa menguasai semua ilmu bela diri, agar bisa melawan Basupati, beserta anak buahnya.

Tidak hanya Hendrawan, semua keluarga Darmatari juga sangat waspada dan sangat over protective pada Gavin.

Hendrawan pun menyeret Gavin sampai ke aula rumah mereka yang biasa digunakan untuk belajar ilmu bela diri.

"Ayok lakukan pemanasan sekarang!" pinta Hendrawan dengan tegas.

Gavin yang tergeletak di lantai terus menangis, tidak mendengarkan omongan Hendrawan.

Hendrawan pun membentak Gavin, dan menarik bajunya sampai dia berdiri.

Akhirnya Gavin secara terpaksa mau belajar ilmu bela diri.

Tidak lama Felisha membawa kotak tempat makan untuk Gavin, namun dia hanya mengintip dibalik pintu aula, karena takut dengan Hendrawan.

Datang lah Davina menghampiri Felisha.

"Kamu sedang apa?" tanya Davina dengan heran yang melihat Felisha di balik pintu.

"Nggak! Gapapa kok!" ucap terkejut Felisha yang panik dan langsung pergi.

"Felisha! Tunggu!" panggil Davina.

Felisha pun berhenti dan menghampiri Davina.

"Itu kotak makan untuk Kakak kan?" tanya Davina sambil menunjuk ke kotak makan itu.

"Bukan!" tegas Felisha sambil menyembunyikan kotak makan itu dibalik tubuhnya.

Davina pun merebut kotak makan itu.

"Jangan!" tegas Felisha ketakutan yang berusaha merebut kotak makan itu kembali.

"Kalau kamu nggak mau kasih, biar aku aja." kata Davina dengan tersenyum.

"Kamu beneran mau kasih kotak makan itu ke Gavin?" tanya Felisha tersipu malu.

"Iya aku berjanji akan kasih makanan ini ke Kakak," jawab Davina tersenyum tipis.

"Yaudah, kalau begitu, tolong kasih ke Gavin ya," balas Felisha tersenyum bergembira.

"Iya akan aku berikan," balas Davina tersenyum lebar yang melihat Felisha bergembira.

"Kalau begitu aku pergi ya Davina, good bye!" ucap Felisha yang langsung pergi meninggalkan Davina dengan tersenyum lebar.

"Bye!!" balas Davina tersenyum tipis.

Tidak lama, datang Nigel dan Bianco menghampiri Davina.

"Apa itu?" tanya Nigel kebingungan.

"Makanan." jawab singkat Davina.

"Aku boleh minta?" tanya Bianco.

"Kamu makan mulu deh!" kata Davina dengan nyolot.

"Pelit!" ucap Bianco memasang wajah masam.

Datang juga Alvina dan Alvin.

"Itu barusan si monster ya?" tanya Alvin ke Davina.

Monster yang dia maksud adalah Felisha, itu adalah panggilan khusus dari Alvin untuknya.

"Iya, dia titip kotak makan ini untuk Kakakku," jawab Davina.

"Ayok kita masuk." ucap Alvina mengajak sepupunya sembari berjalan masuk ke aula.

"Yuk." jawab Davina yang mengikuti arah Alvina.

Mereka semua masuk kedalam aula, lalu menyapa Hendrawan dan Gavin. Namun suasana hati Davina berubah sedih, melihat Kakaknya sedang menangis.

"Maafkan kami paman, kami telat!" ucap Alvina tegang ketakutan.

"Gapapa, kalian langsung buat barisan aja," balas Hendrawan.

Davina langsung menatap Gavin, dan melihat matanya yang merah dan sembab sembari sesegukan.

"Kenapa Kakak menangis? Ayah pasti kasar ya ke Kakak?" tanya Davina ke Gavin dengan wajah sedih.

"Nggak kok nak, Ayah cuma...." jawab Hendrawan yang terpotong oleh Gavin.

"AKU BENCI SAMA AYAH!" teriak Gavin yang langsung berlari meninggalkan aula.

Raut wajah Hendrawan langsung murung, dan sadar akan perbuatannya ke Gavin, namun dia terpaksa harus berbuat seperti itu, agar Gavin kuat dan bisa membela diri jika terjadi apa-apa.

"Paman?" sapa Bianco memanggil Hendrawan yang sedang melamun.

"Iya? Ada apa Bianco?" tanya Hendrawan.

"Kita mulai aja, Paman," ucap Bianco.

"Baik, kita semua pemanasan dulu ya." kata Hendrawan.

***

Kamar Gavin.

Gavin menangis di kasurnya dengan sesegukan sambil memeluk mainan robot canggihnya itu.

"Kenapa semuanya jahat sama aku!" tegas Gavin menangis tersedu-sedu, dengan berbicara ke mainan robot canggihnya itu.

"Kamu jangan bersedih, mari kita bermain agar kamu senang!" kata mainan robot canggih itu.

"Tok! Tok! Tok!" suara ketukan pintu pun terdengar, namun Gavin menghiraukannya.

"Tok! Tok! Tok!"

"Pergi sana!" teriak Gavin.

"Gavin? Buka pintunya dong," ucap Felisha.

Gavin terkejut, ternyata yang mengetuk pintu adalah Felisha. Dia langsung mengusap air matanya dan menyuruh Felisha masuk.

"Eh masuk aja Felisha!" ucap Gavin dengan raut wajah yang tersenyum.

"Yaudah aku masuk ya," balas Felisha masuk ke kamar Gavin.

"Halo!" sapa Gavin tersenyum ke Felisha sembari melambaikan tangannya.

"Halo," balas Felisha dengan raut wajah cemberut sembari melambaikan tangannya.

Melihat raut wajah Felisha yang cemberut, senyum Gavin perlahan menurun dan menghilang.

"Kamu kok tau aku disini?" tanya Gavin kebingungan.

"Tadi aku lihat kamu berlari sambil menangis," jawab Felisha dengan wajah cemberut.

"Nggak kok, aku nggak menangis," ucap Gavin kembali tersenyum usai mendengar perkataan Felisha.

"Kamu kalau mau menangis, menangis aja, gapapa kok," kata Felisha memeluk Gavin sembari menepuk pundaknya.

Raut wajahnya Gavin, berubah menjadi muram, lalu menangis tersedu-sedu.

"Aku salah apa sih! Kenapa aku selalu di marahi! Kenapa aku selalu di salahi! Aku selalu salah! Sepertinya tidak ada orang yang menyayangiku dirumah ini!" kata Gavin yang menangis tersedu-sedu dipelukan Felisha.

"Nggak kok, itu semua salah. Semua ini bukan salah kamu, semua baik-baik aja kok, aku sayang kamu Gavin!" ujar Felisha tersenyum sambil mengusap pundak Gavin.

"Tapi tetap saja aku selalu di marahi! Dan aku nggak suka itu!" tegas Gavin yang masih menangis.

"Gapapa kok, aku juga sering di marahi. Tenang ada aku disini, aku selalu ada disisi kamu," kata Felisha tersenyum dengan menitihkan air matanya sedikit.

"Selalu disisiku?" tanya Gavin dengan polos.

"Iya, Gavin!" jawab Felisha tersenyum lebar.

Gavin tersenyum tipis, dan agak membaik karena perkataan Felisha.

"Aku sayang sama kamu sebanyak bintang di luar angkasa!" ucap Gavin memeluk erat Felisha dan tersenyum lebar.

"Iya, terima kasih Gavin," balas Felisha tersenyum manis.

Mereka berdua melepaskan pelukan itu, lalu tertawa bersama, dan saling bercanda satu sama lain.

"Oh iya, kamu sudah menerima kotak makan yang diberikan Adikmu?" tanya Felisha kebingungan.

"Kotak makan? Belum," jawab Gavin heran.

"Oh berarti masih sama dia ya," ucap Felisha sedih.

"Maaf ya, soalnya aku langsung kabur. Aku yakin, nanti bakalan dikasih kok sama Davina," kata Gavin dengan wajah muram.

"Iya gapapa kok, aku percaya." ucap Felisha tersenyum, "Kita jadi buat kue?" lanjut tanya Felisha.

"Oh iya! Ayok kita buat!" jawab Gavin sangat antusias sambil menarik tangan Felisha.

Dua hari kemudian.

27 Mei 2033

Hari Jumat.

Hari Ulang Tahun Davina.