Chereads / Di Atas Kertas / Chapter 7 - Bab 7: Jangan Mencintaiku

Chapter 7 - Bab 7: Jangan Mencintaiku

*membaca Al-Qur'an lebih utama*

Nafisah menatap Ghifari yang sedang bergerak secara brutal dengan sendu, kapan Ghifari akan memperlakukan nya dengan lemah lembut? Baru beberapa hari menikah dirinya sudah merasakan kehancuran yang luar biasa sekali.

Hingga ketika suaminya berteriak kenikmatan, Nafisah menutup telinganya dengan erat agar suara bajingan itu sama sekali tidak ia dengarkan lagi. ini namanya kabur dari kandang macam, malah masuk ke lubang buaya.

Ghifari menimpah tubuh Nafisah yang mungil, dengan nafas terengah-engah Ghifari bangkit dan langsung membersihkan dirinya. Sangat berbeda dengan Nafisah yang meringkuk menahan dinginnya suhu di kamar Ghifari dan juga sakitnya seluruh tubuh nya yang baru saja dipaksa oleh Ghifari.

Rasanya ingin sekali Nafisah mengadukan ini kepada kedua orang mertuanya. Namun mengingat betapa senang nya ibu mertuanya tadi begitu mendengar hubungan mereja yang harmoni, membuat Nafisah mengurungkan niatnya untuk speak up.

"Ya Allah, rasanya aku udah gak sanggup lagi." Lirih Nafisah tanpa air mata lagi. Dirinya sudah terlalu lelah menangis, sehingga dnegan perlahan ia sudah kebal dan tidak merasakan apa pun itu.

Ghifari keluar dari kamar mandi dalam keadaan segar, ia melirik Nafisah sebentar sebelum berlalu menuju lemari pakaian.

"Buruan mandi, sebelum gue berubah pikiran dan nerjang elu sampai pagi nanti," ucap Ghifari dengan nada dingin dan wajah datarnya. Ia memilih kaus outih dan juga celana boxer berwarna hitam.

Melihat tjdak ada respon dari wanita yang menjadi istrinya ini, Ghifari menarik kaki Nafisah secara kasar dan menariknya sampai Nafisah terjatuh dari ranjang yang cukup tinggi.

Bruk!

"Aws... Sakit mas." Lirih Nafisah sembari megusap panggung nya yang terlebih dahulu jatuh.

"Pemalas, bangun lu. Baru gitu aja tepar, lebay amat." Cibir Ghifari yang tidak menyadari bagaimana kasarnya ia tadi menyentuh istrinya. Bahkan tidak ada niat sedikit pun untuk membantu istrinya yang tengah kesusahan, Ghifari malah duduk sembari menatap ponselnya yang belum mendapatkan notifikasi pesan dari Andini.

Nafisah memasuki kamar mandi dengan tubuh yang terasa sangat remuk. Dirinya berjalan tertatih- tatih yang membuat Ghifari menatapnya dengan heran. dan Begitu tubuh nafisah masuk ke kamar mandi, Ghifari mendesah frustasi.

"Shit! Dia manusia goblok! Kenapa lu sekejam ini, ya ampun Ghifari, lu bener-bener udah jadi monster." Rutuk Ghifari yang sebenarnya ada sedikit rasa bersalah di dalam hatinya, catat! Hanya sedikit. Selebihnya ia masa bodo.

Ghifari merebahkan dirinya di atas ranjang. Hingga tak lama Nafisah muncul dengan rambut basahnya. Wanita itu tampak berjalan hendak keluar dari kamar Ghifari.

"Mau ke mana?"

"Ke luar." Jawab Nafisah pelan.

Ghifari bangun dari tidurnya dan menghampiri Nafisah. "Biar apa? Biar ayah sama mama tau gitu? Drama lu! Masuk! Gak usah keluar sampe besok. " Titah Ghifari dengan kasar ia menarik Nafisah dan mendorongnya sampai telentang di atas ranjang.

"Sekali lagi lu ngelawan gue, siap-siap lu besok gak bisa jalan" bisik Ghifari tepat di telinga Nafisah. Gadis itu hanya bisa pasrah dengan semua kelakuan suaminya yang sangat menyiksa. Entah sampai kapan dirinya akan terus begini bersama dengan Ghifari.

Keduanya tidur dengan saling membelakangi, hingga tanpa sadar, Ghifari membalikkan badannya dan menatap punggung milik Nafisah. Wanita yang seminggu ini selalu melayaninya dengan baik, tapi harus merasakan segala kekerasan yang ia berikan.

"Andai lu gak ngerusak rencana hidup gue, Nafisah. Gua yakin hidup lu pasti bahagia karna dicintai banyak orang. Kenapa lu maksa banget buat hidup bareng gue?"

Nafisah yang belum sepenuhnya tertidur membalikkan badannya dan menatap Ghifari dalam diam. Sontak saja Ghifari terkejut karena ia berpikir wanjta di depannya sudah tertidur.

"Aku manusia biasa, Mas. Aku gak bisa memaksa Tuhan agar semua berjalan sesuai rencana ku, jika boleh memilih, aku lebih ingin hidup bersama dengan Rio selamanya. Tidak masalah jika tidak ada lelaki yang mencintaiku. Tapi setidaknya aku punya Rio. " Ujar Nafisah pelan dengan mata yang menatap mata Ghifari lekat.

"Maaf jika kehadiran Nafisah merusak rencana hidup yang sudah mas susun. Demi apa pun, Nafisah tidak bermaksud merusak itu, takdir yang membawa Nafisah di tengah-tengah mas dan mba Andini. Nafisah gak akan ganggu hubungan kalian, silahkan teruskan! Nafisah tidak masalah. Hanya saja, jika kalian memang tidak bisa menahan diri lagi, segera lah menikah dan ceraikan Nafisah." Lirih Nafisah yang merasakan kesakitan di hatinya, bagaimana mungkin dirinya memberikan ijin sang suami untuk terus melanjutkan hubungan Ghifari dengan Andini.

Ghifari sendiri memilih bungkam, bingung hendak mengatakan apa. Dirinya pikir Nafisah adalah tipe wanjta yang egois, nyatanya Nafisah menerima perbuatan dirinya dan malah merasa bersalah karena sudah hadir di tengah-tengah Antara dirinya dengan Andini.

"Mas, selama enam bulan ini. Hanya satu permintaan Nafisah," ucap Nafisah yang menatap Ghifari sengab sendu. Ghifari sendiri menatap Nafisah menunggu kelanjutan dari ucapan wanita di depannya.

"Jangan pernah berhubungan badan di depan Nafisah yah mas, gimana pun Nafisah sakit banget liatnya, seolah menyadarkan Nafisah bagaimana sebenarnya posisi Nafis. "

Tubuh Ghifari menegang, ia bahkan sudah terduduk menatap Nafisah kaget.

"Kamu tau?" Tanya Ghifari yang tanpa sadar membenarkan apa yang dikatakan oleh Nafisah.

Wanita itu tampak mengangguk dengan mata yang mengembun hendak menangis. "Tau, Nafisah tahu hari di mana Nafisah menyerahkan semuanya ke mas, hari itu juga mas baru selesai berhubungan dengan mba Andini. Nafisah bisa lihat jejak di tubuh mas." Setelah mengucapkan itu, Nafisah terisak pelan dengan wajah yang menunduk ke bawah. Ghifari yang merasa tidak tega membawa wanita yang menjadi istrinya itu ke pelukannya. dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana jika posisi mereka diganti, apakah dirinya bisa sesabar Nafisah?

"Nafisah gak papa, Mas. Jangan kasihani Nafisah. Nafisah gak suka," ujar Nafisah berusaha melepaskan diri dari pelukan Ghifari. Namun bukan Adit namanya kalau tidak memaksa, lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya ketika Nafisah memberontak minta di lepaskan.

Jantung Adit entah mengapa berdebar-debar, ada rasa nyaman berada di pelukan Nafisah tang tanpa dirinya sadari sangat pelukable.

"Maaf, Nafisah. Gue janji sebelum enam bulan berakhir. Lu akan merasakan bagaimana pernikahan yang sesungguhnya. Tapi maaf, mengenai Andini gue gak bisa mutusin dan ninggalin, karena lu pasti tau gimana berartinya Andini dalam hidup gue."

"Aku juga pengen seperti Andini, Mas."ujar Nafisah di dalam hati, ia hanya bisa tersenyum lebar begitu Ghifari melepaskan pelukannya. Terlenuh ketika jemsrij Ghifari menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya.

Ghifari sendiri tidak munafik mengatakan jika istirnya termasuk wanita yang cantik, bahkan cantikan Nafisah dari pada Andini, setiap melihat wajah Nafisah akan terada adem dan tenang. Pembawaan Nafisah yang lemah lembut membuat siapa saja yang bersamanya akan mudah nyaman.

"Maaf Nafisah, jangan pernah jatuh cinta sama gue yah! Karena lu gak akan pernah dapet balasan selain rasa sakit." Pinta Ghifari dengah sungguh-sungguh, mungkin orang lain akan sangat mudah mencintai Nafisah, tapi tidak dengannya. Ia sudah mendoktrin hatinya bahwa hanya Andini wanita satu-satunya yang ia cintai

"Mas, kalaupun Nafisah mencintai mas itu wajar, mau mas balas atau enggak itu pilihan mas dan semua resiko Nafisah."

"Iya gue tau, tapi gue gak mau lu terluka sejauh itu. Cukup luka lu karna liat suami lu punya wanita lain, Nafis. Jangan yang lain."

Nafisah mengangguk, meskipun dirinya tidak bisa berjanji akan hal itu, sebab sesaat setelah ijab terucap dirinya surah mengikrarkan akan mencintai suaminya bagaimana pun nanti keadaanya. Dan ia tidak pernah menyangka akan sementakitkan ini mencintai Ghifari.

"Sekarang tidur gih, besok ngajar pagi kan? Besok gue anter."

Nafisah menatap Ghifari dengan heran, mengantar? Maksudnya Ghifari akan mengantarkan dirinya ke sekolah besok?

"Kenapa? Wajar kan suami ngantar istri, lagian gue udah janji tadi selama enam bulan ini lu akaj ngerasain gimana indahnya pernikahan," ucap Ghifari sambil tersenyum lebar, senyuman yang awalnya Nafisah berfikir tidak akan pernah mendapat kan nya dan malam ini Ghifari tersenyum sangat manis karenanya.

"Makasih, Mas."

"Makasih kembali Nafisah."

Nafisah membaringkan tubuhnya hendak membelakangi Ghifari kembali, namun hal ini urung dilakukan lantaran Ghifari menarik tubuhnya untuk menghadap suaminya.

"Gak boleh tidur membelakangi suami, berdosa!"

Ghifari menatap mata Nafisah yang jernih, betapa berdosanya ia menyakiti wanita sebaik Nafisah, bahkan tanpa perlu dijelaskan lagi, Ghifari tahu wanita yang menjadi istrinya ini menahan sakit setiap kali ia menyebutkan nama Andini. Tapi demi apa pun ia tidak bisa menjanjikan akan mencintai Nafisah meskipun di masa depan dirinya tidak berjodoh dengan Andini.

"Good night!"

Cup!

Nafisah membulatkan matanya kaget, ia meraba bibirnya yang baru saja dikecup Ghifari. Melihat respon Nafisah yang sangat lucu, membuat Ghifari merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukan hangatnya.

"Gemes banget! Bini siapa sih..." Ghifari menggoyangkan tubuh Nafisah ke kanan dan kiri sedangkan Nafisah sendiri hanya menikmati masa-masa seperti ini sebelum berakhir dengan cepat nanti.

"Tuhan, terima kasih untuk kebahagiaan nya, meskipun sesaat."

****

Nafisah disibukkan dengan membuat sarapan pagi hari ini, wajahnya sedari tadi sumringah dan nampak lebih hidup dari hari-hari biasanya. Membuat Rio yang tengah memotong bawang membantu sang kakak merasa sangat heran, kakaknya gak ketempelan jin penunggu komplek rumah ini kan?

"Happy banget kayaknya, baru dapet jackpot apa ni?"

Nafisah menatap adiknya dengan riang. "Jeckpot luar biasa pokoknya." Jawab Nafisah sambil terkekeh geli. Astaga, dirinya seperti remaja labil yang baru saja jatuh cinta.

Cup!

"Pagi cantik..." Sapa Ghifari memberikan kecupan hangat di kening Nafisah, membuat rio yang melihat itu tersentak kaget. Kenapa pagi ini semua orang bertingkah aneh sekali?

Nafisah sendiri sudah bersemu merah lantaran mendapatkan hal manis dari Ghifari, dirinya seolah terlupa dengan apa yang dikatakan oleh Ghifari semalam. Dengan Ghifari bertingkah seperti ini tidak menutup kemungkinan rasa cintanya akan bertambah lebih banyak.

"Masak apa ni?"

"Masak nasi goreng aja gimana? Nafis belum belanja mas."

Ghifari menganggap, dirinya bukan laki-laki yang pemilih terhadap makanan. Bahkan meskipun dirinya tidak suka dengan Nafisah, ia akan tetap memakan masakan wanita itu.

"Yaudah, nanti belanja bareng mas." Ujar Ghifari yang menbuat Nafisah dan Rio langsung tersentak kaget! Ini Ghifari bukan lagi kesurupan kan? Atau gak ini bukan Ghifari, melainkan setan yang menyerupai manusia.

Rio menatap Ghifari dan nafisha secara bergantian, hingga kedatangan ekdua orang tua Ghifari membuat keadaan semakin aneh bagi Rio . Lihat saja tingkah Ghifari, dengan sayang ia merangkul pinggang Nafisah posesif. Atau jangan-jangan ini karena ada kedua orang tua nya sehingga Ghifari bertingkah demikian.

Tanpa sadar, tangan Rio mengepal geram. Ia melihat kakaknya yang tersenyum lebar seolah menikmati semua perlakuan Ghifari yang mungkin orang lain mengira Ghifari sangat menyayangi kakaknya padahal kenyataannya nol besar.

Mata Rio memerah hendak menangis, dadanya sesak menerima kenyataan jika kakaknya bertahan di pernikahan yang menyakitkan ini semata-mata karena dirinya. Secara tidak langsung ia lah yang membuat Nafisah dalam keadaan kesulitan.

Keluarga itu sarapan dengan suasana hangat, hanya ada satu orang yang sedari tadi memilih diam bahkan ketika ditanya ia hanya akan menggeleng dan mengangguk. Matanya masih menatap Ghifari dengan tajam seolah berusaha mencari tahu maksud dari si Sikap Ghifari hari ini.

"Dek, kakak ngajar dulu. Kamu nanti berangkat naik motor kakak aja," ujar Nafisah yang terlihat bersemangat karena hendak diantar oleh Ghifari untuk pertama kalinya.

Rio ingin mencegah sang kakak, takut jika nanti Nafisah akan diturunkan di tengah jalan. Ia akan mengikuti mobil Ghifari guna memastikan nya.

Dengan terburu-buru Rio langsung mengeluarkan motor Nafisah, bahkan tanpa berpamitan dengan kedua mertua kakaknya yang menatap dirinya dengan heran. Rio membawa motornya sedikit jauh dari mobil sang kakak. Hingga ketika melihat mobil itu mengantar kan kakaknya sampai tujuan, Rio bernafas lega. Hingga ketika dirinya hendak melajukan motornya, ia melihat Ghifari yabg keluar dari dalam mobil dan berjalan menuju dirinya.

Rio mengepalkan tangannya berusaha menahan emosi, entah mengapa ia masih belum terlalu yakin dengan perubahan Ghifari yang terkesan mendadak.

"Kamu ngikutin mas?" Tanya Ghifari to the point.

Sebenarnya ia sudah melihat Rio yang mengikutinya sesaat setelah keluar dari gerbang komplek, namun dirinya memilih bungkam dan akan bertanya secara langsung seperti ini.

"Mas ada rencana apa? Kenapa tiba-tiba berubah." Tanya Rio dengan suara yang terkesan tidak bersahabat. Dan Ghifari bisa merasakan itu . Ia tersenyum miring menatap keberanian anak remaja yang seolah sedang menantangnya.

"Akh! Kamu sudah tau ternyata." Pancing Ghifari dengan sengaja, seolah ingin melihat sampai mana Rio berani melawannya.

"Kalau mas cuma mau nyakitin kak Nafisah, Rio mohon jangan mas, cukup kak Nafisah kesakitan selama ini." Ujar Rio memohon namun masih dengan wajah datarnya.

Ghifari berdecak, dasar anak ABG. kebiasaan menyimpulkan sesuatu itu secara sepihak.

"Terserah mas, ini hidup mas dan kakak kamu, kamu gak perlu ikut campur."

Bugh!

Ghifari tersungkur begitu menerima Bogeman dari Rio yang ternyata memiliki kekuatan luar biasa untuk anak seukuran dirinya. Dnegan mengusap pelan bibirnya yang terasa kebas setelah menerima pukulan, Ghifari menatap rio dengan tenang.

"LU GAK TAU GIMANA KAK NAFISAH BERUSAHA BANGKIT SETELAH KEJADIAN ITU. DENGAN SEENAKNYA LU MALAH NYAKITIN!" teriak Rio marah yang membuat Ghifari kaget melihat emosi adik iparnya yang seperti tidak terkendali, bahkan pemuda itu tampak ingin menerjangnya seolah dirinya adalah sebuah mangsa.

Beberapa orang yang mendengar teriakan Rio langsung menghampiri keduanya hendak melerai, namun entah berasal dari mana kekuatan Rio, pemuda itu tidak bisa dibisa ditenangkan dan semakin memberontak. Ghifari semakin tidak mengerti dengan keadaan Rio yang tiba-tiba langsung emosi padahal tadi terlihat baik-baik saja.

"RIO! RIO!" Teriakan Nafisah menyadarkan Ghifari dari keterpakuannya. Ia menatap Nafisah yang langsung memeluk sang adik dan membisikkan kalimat-kalimat yang meyakinkan Rio bahwa ia tidak kenapa-kenapa.

Hingga tidak lama kemudian, tubuh Ghifari tersentak kaget begitu mendengar Nafisah memanggil Rio dengan nama lain.

"Arzan!"

"Yes baby... Mana yang sakit?" Tanya Rio dengan suara yang menurut Ghifari bukan seperti Rio biasanya. Terlebih ketika matanya bersibobrok dengan Ghifari, ia bisa melihat tatapan itu sangat tajam dan membuat bulu kuduknya naik.

"Bajingan itu akan habis ditangan aku, baby... Jadi kamu jangan nangis lagi." Ujarnya tajam menatap Ghifari dengah aura permusuhan.

Arzan?

Seolah tersadar, Ghifari langsung melotot kaget!