"Yang mengantarmu semalam itu siapa? Dia bukan bosmu, kan?" Tanya Andini.
Semalam ia memang belum menanyakan apa-apa kepada Alexandra.
"Bukan, dia itu klien bosku, Bu. Kemarin aku lembur dan ketika menunggu bis lama sekali. Kebetulan, Pak Bian lewat di halte dan menawarkan tumpangan. Ya aku ikut saja habis perutku sudah lapar juga. Dan aku takut jika menunggu lama di halte itu sendiri," jawab Alexandra.
Andini menghela napas panjang, 'kasian sekali nasibmu, Nak. Sejak kecil tidak pernah mengenal ayahmu. Setelah besar kau harus menjadi tulang punggung ibumu ini,' bisiknya dalam hati.
"Ya sudah, sekarang habiskan sarapanmu. Ibu sengaja membuatkanmu nasi gemuk. Biasanya kau paling suka nasi gemuk," kata Andini.
Alexandra tersenyum, ibunya memang pintar memasak. Menurut cerita Andini, dulu keluarga ibunya pengusaha yang cukup sukses. Hanya saja, ayah Andini salah memilih istri. Istri barunya- ibu tiri Andini orang yang sangat serakah dan tidak bisa mengatur keuangan hingga perusahaan bangkrut dan sang ayah meninggal dunia.
Lalu dengan kejamnya Andini dijual kepada seorang mucikari bernama mami Karla. Hanya itu cerita yang Alexandra tau. Selebihnya, Andini tidak pernah mau bercerita termasuk siapa ayah kandungnya.
Mami Karla untungnya adalah mucikari yang cukup memiliki hati. Ia tidak bersikap semena- mena kepada Andini. Bahkan saat Andini hamil, Karla yang membantu Andini.
"Bu, apa ibu pernah bertemu dengan ibu tiri dan saudara tiri ibu?" tanya Alexandra hati-hati.
Andini menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyuap nasi.
"Kenapa kau tanyakan tentang mereka? Mereka itu orang-orang jahat, Lexa. Saudara tiri ibu namanya Meisya. Dia orang yang sangat ambisius dan materialistis. Kabar yang ibu dengar dia menikah dengan seorang manager di sebuah perusahaan besar. Anak mereka mungkin saat ini seusia denganmu. Sementara ibu tiri ibu sudah lama meninggal."
Andini menghela napas panjang, ia menatap Alexandra dengan kedua netra yang berkaca-kaca.
"Ibu berharap, kau tidak pernah bertemu dengan mereka. Ibu takut jika mereka tau kau ini anak ibu mereka akan mencelakakan dirimu."
Andini bangkit berdiri dan melangkah menuju kamarnya. Ketika kembali ia membawa selembar foto dan memberikannya kepada Alexandra.
"Ini foto saudara sepupu ibu yang bernama Meisya. Foto lama, tapi ibu pernah bertemu sekali dengannya dan wajahnya tidak terlalu banyak berubah. Hanya memang dia tampak lebih glowing dan berpenampilan mewah. Jika kebetulan kau melihatnya, maka menghindarlah."
Alexandra meraih foto yang diberikan oleh Andini. Saat ia melihat foto itu, ia merasa pernah bertemu tetapi, di mana?
"Baiklah, Bu. Aku berjanji akan menghindari jika kebetulan bertemu. Akan aku ingat-ingat wajahnya. Sekarang, aku pergi dulu ya, Bu. Oya, aku boleh membawa nasi gemuknya ya, Bu?"
"Boleh, ibu masukkan ke dalam kotak, ya."
Andini pun segera memasukkan nasi gemuk buatannya ke dalam kotak berikut dengan topingnya. Tak lupa sambal dan kerupuk juga. Setelah selesai ia langsung memberikannya kepada Alexandra. Dan gadis itu pun segera berangkat kerja.
Hari itu Alexandra sedang malas membuatkan sarapan untuk Evan dan ia merasa jika nasi gemuk buatan ibunya itu cocok untuk sarapan.Dan Evan memang harus mencicipi rasanya yang nikmat.
Sesampainya di kantor, seperti biasa ia selalu menjadi yang pertama datang di lantai 6 gedung itu. Tuti yang juga sudah datang tampak sedang membersihkan ruangan Evan. Alexandra pun dengan cepat segera ke pantry dan menyiapkan nasi yang sudah ia bawa beserta secangkir kopi.
Setelah meletakkan sarapan di ruangan Evan, Alexandra pun segera ke mejanya dan menyalakan komputer lalu seperti biasa ia memeriksa email. Biasanya di malam hari Evan selalu mengirim email berisi tugas yang harus ia kerjakan pagi itu.
Dan, betul saja ada beberapa email yang masuk. Dengan cepat Alexandra pun mulai bekerja.
Sekitar dua puluh menit kemudian, Evan tampak berjalan dan langsung masuk ke ruangannya tanpa menoleh sedikit pun kepada Alexandra. Bahkan ia tidak membalas sapaan Alexandra.
Gadis itu merasa bingung tetapi, ia tidak mau ambil pusing dan fokus kembali pada pekerjaannya.
Satu jam kemudian telepon di mejanya berdering dan Alexandra pun bergegas mengangkatnya. Saat tau siapa yang menelepon ia pun segera masuk ke ruangan bosnya itu .
"Permisi, Pak ...."
Evan yang sedang menunduk langsung menegakkan kepalanya dan memberi isyarat supaya Alexandra duduk di hadapannya.
"Siapa yang menyuruhmu pulang bersama Bian?" tanya Evan tanpa basa basi.
"Maaf ...."
"Pertanyaan saya sudah cukup jelas. Ada hubungan apa antara kau dengan Bian?"
Alexandra mengerutkan dahinya, ia memang tidak mengerti dengan apa yang Evan katakan.
"Apa Anda marah?"
"Saya yang sedang bertanya Nona Alexandra. Ada hubungan apa kau dengan klien saya?"
Alexandra menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
"Saya lembur sampai pukul enam sore kemarin. Anda bisa memeriksa mesin absen. Saya menunggu bis tetapi sampai tiga puluh menit tidak ada yang lewat. Lalu, Pak Bian lewat dan memberikan saya tumpangan. Hanya itu," jawab Alexandra dengan tegas.
"Antar pulang sekaligus acara makan malam? Begitu?" tanya Evan sinis.
Kedua mata Alexandra membulat, ia merasa kesal sekarang.
"Pak, saya hanya lapar dan tidak ada salahnya jika saya menerima kebaikan dari seseorang yang mengajak saya makan malam, bukan?" kata Alexandra.
"Apa tidak ada taksi? Kau tidak punya uang untuk membeli makan sendiri? Apa kau begitu kelaparan sehingga mau saja diajak makan oleh orang yang baru kau kenal?" tanya Evan dengan sinis.
Alexandra menghela napas dan mengembuskannya dengan kasar.
"Kemarin, saya tidak sempat makan siang, Pak. Jika Anda tanya mengapa, karena Anda saja makan di ruangan. Saya tidak punya uang untuk memesan makanan dari luar dan saya juga merasa sungkan untuk meminta orang lain mengambilkan saya makanan yang disediakan di kantor. Lalu jika Anda tanyakan mengapa saya tidak naik taksi, saya tidak memiliki uang yang cukup untuk naik taksi. Dan jika saya harus mengingatkan Anda, penampilan saya bisa layak karena fasilitas yang Anda berikan, bukan? Saya bekerja di sini karena saya membutuhkan uang, Pak. Jadi, alih-alih untuk taksi lebih baik saya naik bis yang lebih murah," kata Alexandra panjang lebar dengan nada bicara yang berapi-api.
Evan terdiam seketika. Ia memang sangat sibuk kemarin dan ia lupa jika Alexandra adalah orang baru di kantornya. Dan ia lupa siapa Alexandra dan keluarganya. Hanya saja saat kemarin ia melihat Alexandra berdua dengan Bian ia merasa sangat kesal.
Untung saja kemarin Liliana tidak banyak bertanya karena sedang fokus kepada opa dan omanya serta kedua adiknya. Tetapi, tetap saja ia merasa kesal. Terlebih saat melihat betapa bahagianya Bian berada di dekat Alexandra. Evan merasa sangat kesal.
"Jika memang transportasi yang kau butuhkan. Mulai besok, Pak Soleh akan mengantar dan menjemputmu!"