Chereads / unREDAMANCY / Chapter 8 - UNCLEARU ! (1)

Chapter 8 - UNCLEARU ! (1)

UNCLEARU !

BUKAN SEBENARNYA KAMU

"When a person looked so cold-hearted. Sometime it just they efforts to covering million pain you've ever made."

***

Ini hari Jumat sore, waktunya refresh otak yang udah lima hari penuh dipakai. Mereka berkumpul di rumah Ran.

"Sepi banget rumah lo, Ran?"

Itu suara Sad yang baru aja dateng barengan sama Kis. Bubaran sekolah tadi mereka memang pulang dulu ke rumah masing-masing buat ganti baju dan lain-lain.

"Bokap masih di kantor. Nyokap nggak tauk gue. Kayaknya sih pergi arisan sama temen-temennya.

"Oh."

Setelah kedapur untuk mengambil beberapa cemilan dan minuman kaleng. Ran langsung mengajak keduanya ke lantai atas. Mereka duduk di ruang luas tanpa sekat yang memang biasa dipakai untuk kumpul-kumpul. Dilantai ini cuma ada tiga fungsi ruang aja.

Orang tua Ran sengaja membuat lantai kedua rumah mereka ini khusus untuk Ran. Karena Ran anak tunggal, Mama dan Papanya berusaha memfasilitasi Ran sedemikian rupa agar anak lelakinya itu tidak kesepian.

"Dai nggak lo ajak gabung?" Tanya Kis sambil membuka kemasan keripik kentang ditangannya.

"Alah, palingan tuh bocah asik pacaran sama si Cupu. "Sad sotoy.

"Masih?" Heran Kis, "Awet banget."

"Auk. Pakek formalin kalik."

"Padahal di sekolah kalau gue liat malah nggak kayak orang pacaran mereka."

"Mana lo tau di luar sekolah kan?" Cibir Sad, dia memang selalu sarkas gini sama semua orang. Eh nggak deh, kalau sama Salsa.

"Lo kira Dai, Gebby mantan lo yang macem belatung nangka itu."

"Mulai deh lo, pasti yang dibawa nama gue lagi." Dengus Sad, "Cewek mah gitu suka malu-malu kucing, padahal kalau di kasih langsung nagih."

Kis mendecih, "Pantes Si Dai panggil lo Bang Sad. Tanpa spasi sih harusnya."

Sad cuma ketawa santai aja, udah apal mulutnya Kis. Diam-diam nih anak tapi kalau ngomong suka bener. Bener-bener nyelekit maksudnya.

"Gue mah nggak muna sih jadi cowok."

"PK lo."

"Haha, normal gue mah. Tapi inceran gue nggak cewek polos macem si Dai juga kalik."

"Menurut lo Bas sama kayak lo?"

Bahu Sad terangkat sekilas, "Lo tau sendiri cowok mana ada yang bisa dipercaya. Mau pinter atau bego, mau cupu atau bangsad semuanya sama aja kalau soal cewek, otaknya pindah ke mana tau."

Calkis membenarkan dalam hati, lalu melirik Ran yang malah sibuk dengan ponselnya bermain game. "Tumben denger nama Dai lo anteng, Ran."

Ran yang sejak tadi mendengarkan tapi memilih diam pun mengalihkan pandangannya dari layar hpnya. Mengambil satu kaleng minuman bersoda, lalu menegaknya sekali tandas.

Melihat kedua temannya itu menatapnya, akhirnya Ran bersuara juga, "Ena udah putus."

Sad dan Kis melotot kaget, "Halu lo, Nyet? Gue tau lo demen banget sama itu bocah tapi nggak usah jadi setan gitu juga kalik. Doain orang bubaran."

Oke, sekarang gentian Ran dan Sad yang melongo.

"Language lo ilang kemana, Kis?" Cibir Sad.

"Berisik lo! Nggak ada Pak Sugio disini." Kesalnya,

Aslinya Kis juga bahasanya sama saja dengan Ran dan Sad. Hanya karena pernah terkena hukuman dicabein oleh Pak Sugio waktu teriak memanggil temannya dengan sebutan Monyet jadilah Kis kapok kalau ngomong begitu di sekolah.

Lagian salah sendiri itu mulut. Suka nggak kontrol. Udah tau pas lewat ruang guru. Ayo aja itu nama-nama penghuni BonBin dia sebutin. Ajibkan tuh mulut kena cipok cabe.

Ran berdiri karena tiba-tiba dapat panggilan alam.

"Nyet! Lurusin dulu itu yang tadi." Tuntut Kis lagi.

"Lurusin apanya, Kis? Punya gue mah udah lurus" Ledek Ran, "Lo aja kalik tuh yang kalau kencing masih suka bengkok, nyasar kena Sad."

"Njrit, berasa hina gue kalau inget itu."

"Sialan!"

Dan Ran malah tertawa terbahak melihat keduanya mendengus sebal. Namun tawa itu pudar ketika mendengar pertanyaan Kis setelahnya.

"Jadi kapan lo mau nembak dia?"

***

Dai rusuh di senin pagi.

Dia sedang kelimpungan menerobos barisan rapi di lapangan. Sengaja tidak berangkat bareng Ran. Minta diantar oleh Kakaknya.

Niatnya sih pengen telat biar nggak usah ikut upacara. Tapi tetep aja kurang telat karena pas sampai gerbang tadi pas-pasan bel masuk.

Menelusuri barisan depan. Mencari sosok teman-temannya yang tak bisa ia temukan. Berharap juga percuma. Siswa wajib didepan dan siswi di belakang.

Masalahnya dasi punya Ran ada padanya. Tertinggal di rumah Dai minggu lalu.

"Curut."

Dai mendongak saat mendengar suara itu. Sepuluh meter dari tempatnya berdiri Ran tengah melambaikan tangannya.

Tak usah pikir panjang lagi. Dai segera berlari menghampiri Ran.

"Kenapa mepet banget datangnya?" Tanya Ran langsung.

"Ini aja kurang telat malah." Sungut Dai, "Nih dasi lo."

"Kok lepas?" Tanya Ran.

Dai mengerjap, ikut melihat ke arah dasi milik Ran yang masih dipegangnya. Itu model instan yang tadinya masih tersimpul.

Dai nyengir, "Iya, tadi nggak sengaja ketarik lepas sama gue."

Bibir Ran tertarik lebar ke kanan dan kiri. Itu jelas bukan sebuah senyuman.

"Apaan sih senyum lo aneh banget."

"Senyum pedof tuh, Dai." Suara Calkis di sebelah Ran menimpali.

"Apaan?"

"Masa nggak ngerti sih, Na."

"Apa sih? Buruan! Gue belum dapet barisan nih." Keluh Dai resah. Suara mikropon dari pembina sudah berkumandang siap sejak tadi.

Dai tidak mau menjadi ganjil. Sendirian. Kepanasan. Di ujung pula. baris di paling belakang bakal lebih tersiksa karena mudah terpantau.

"Pasangin." Cengir Ran.

Mungkin karena lagi rusuh Dai tanpa pikir panjang menurutinya. Dasi itu dilingkarkannya segera di leher Ran. Lalu Ran sedikit membungkuk saat Dai mulai menyimpulkannya.

"Modus ya, Ena?"

"Modus apa?" Tanya Dai masih rusuh. Tak fokus.

"Udah pas banget loh ini anglenya, tinggal action aja kita."

Tangan Dai berhenti bekerja meski belum selesai. Bukan kata-kata cowok itu yang menyadarkannya. Tapi hembusan hangat yang berasa di poninya berhasil membuatnya mendongak.

Dan alis Ran malah bergerak-gerak jahil saat melihat mata Dai membola, "Lanjut nggak nih?" Tanya Ran lagi dengan bibir yang sengaja di monyong-monyongkan.

"Sialan!" Umpat Dai sengaja menarik ketat dasi itu. Hingga Ran berjengit karena tercekik. Membuat Kis tak kuasa menahan tawa seraya geleng-geleng kepala. Termasuk Sad yang juga terbahak di barisan tengah sana. Juga beberapa murid lain yang melihat adegan tersebut.

"Idiot." Umpat Dai lagi sebelum akhirnya pergi dari sana.

Tapi mau baris dimana?

"Daina ."

Dai tersenyum saat mendengar teriakan itu. Matanya menemukan seorang cewek yang melambaikan tangannya tidak jauh dari posisi Dai berdiri. Tanpa pikir panjang, langsung saja Dai menghampirinya.

"Kenapa lo? Di kerjain si Ran?" Senyumnya.

"Iya tuh dasar luck nut jadi cowok modus mele kerjaannya." Kesal Dai, "Orang lagi rusuh nyari barisan juga. Resek emang."

Cewek disampingnya tertawa renyah mendengar Dai bersungut, " Ya udah sih disini aja baris samping gue. Sengaja gue kosongin kok buat lo. Lo nya aja yang gue panggil-panggil tadi nggak denger."

Namanya Salju Christabell tapi biasa dipanggil Jul. Dia itu temen sebangku Dai yang kemarin ijin nggak masuk. Ada acara keluarga.

"Thanks, Jul." Singkat Dai malah sok cool banget jadi kalem begitu. Padahal Jul senyum manis selalu.

Maklum. Dai emang kaku gini kalau sama yang sejenis.

Sejak kecil Dai lebih terbiasa berinteraksi dengan laki-laki ketimbang perempuan. Kedua kakaknya laki-laki, temannya dari lahir laki-laki, ayahnya pun juga sudah bisa dipastikan laki-laki.

Jadi Dai bingung kalau berteman sama perempuan itu harus kayak gimana.

"Gue bawa oleh-oleh. Tapi kayaknya kelebihan. Rezekinya pacar lo berarti. Nanti gue titip satu ya sama lo. Tolong kasih ke Bas."

Mendengar kalimat itu, Dai terdiam seketika.

"Nggak usahlah. Repot."

Jul tertawa renyah, "Santai aja kalik. Gue nggak ngerasa repot kok."

"Emang bukan lo Jul yang repot."

"Lah terus? Gimana maksudnya?"

Dai menghela napasnya kasar.

"Kenapa sih, Dai?"

Ah, bikin males aja pagi-pagi gini bahas itu.

"Kita udah bubaran."

"APA?"

***