Chereads / Reinkarnasi-Takdir / Chapter 31 - Bab 31

Chapter 31 - Bab 31

Raja tidak tahu apakah saat ini masih siang atau sudah malam. Dia hanya harus bersabar dan menunggu gelagat para penjaga. Jika nampak mereka terkantuk-kantuk berarti malam sudah tiba. Raja sudah memeriksa dengan cermat tadi. Titik terlemah penjara bukan terletak pada jerujinya. Namun ada pada dindingnya. Raja yakin bisa merobohkan dinding itu. Tapi butuh beberapa kali pukulan yang pasti akan menimbulkan suara. Dia ingin pergi diam-diam. Tidak meninggalkan keributan. Raja tidak mau Citra mendapatkan getah dari hasil perbuatannya.

Pemuda ini berpikir keras. Bagaimana caranya merobohkan dinding itu tanpa menimbulkan suara. Atau mungkin? Raja kembali meneliti jeruji besi. Satu per satu. Raja menemukan satu hal yang lepas dari perhatiannya tadi. Jeruji itu ditanam di dinding keras sehingga tidak mungkin dicabut. Tapi jeruji itu bisa mudah ditekuk jika dipanaskan dengan suhu yang sangat tinggi.

Raja nyaris tertawa geli. Membayangkan dia membawa mesin las yang bisa memotong besi itu dengan mudah. Pemuda ini duduk bersila sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. Kembali berusaha memikirkan cara terbaik kabur dari penjara pengap ini. Raja kaget dan nyaris menghantamkan tangannya ke dinding karena kedua telapak tangannya terasa sangat panas seperti besi yang membara.

Tangannya yang kembali mendingin setelah tidak lagi menggosok-gosokkan tangannya. Pemuda ini seperti menemukan mainan baru. Digosok-gosokkannya lagi kedua telapak tangan dalam tempo yang cepat. Asap putih nampak keluar disela-sela jarinya. Ah! Raja menyadari sesuatu. Dia sudah menemukan cara terbaik keluar dari tempat ini. Raja memutuskan untuk bersamadi. Menjaga ketenangan hati dan memusatkan aliran hawa sakti dalam tubuhnya.

Raja membuka mata dan melirik para penjaga. 4 orang yang sedang berjaga itu tidak lagi berbincang-bincang seperti saat dia baru mulai bersamadi. 2 orang masih berdiri dengan sikap tegap. Namun 2 lagi nampak sudah kelelahan karena penjaga pengganti belum tiba. Raja mempertajam penglihatannya. Kedua penjaga yang berdiri tegak itu sebenarnya juga lelah dan mengantuk namun memaksakan diri untuk tetap berdiri. Raja menyimpulkan malam sudah cukup larut.

Pemuda itu menggeser duduknya ke depan. Masih dalam posisi bersamadi, pemuda itu menggenggam jeruji besi dan mulai mengerahkan tenaga ke kedua telapak tangannya.

Tak berapa lama Raja merasakan telapak tangannya memanas dengan cepat. Jeruji besi itu memerah seolah dipanggang di tungku pandai besi. Raja menggerakkan tangannya sedikit. Jeruji itu dengan mudah bisa dibengkokkan. Raja menambah aliran hawa sakti ke tangannya yang membara. Lalu melakukan hal yang sama tanpa menimbulkan suara. Para penjaga masih dalam kondisi terkantuk-kantuk. Sebentar lagi penjaga pengganti datang. Raja harus cepat atau dia akan ketahuan.

Raja melihat hasil pekerjaannya sejak beberapa saat yang lalu. Jeruji besi itu sudah bengkok lebar dan rasanya muat bagi tubuhnya menyelinap. Raja mencoba dan langsung berhasil. Dengan langkah ringan pemuda ini mengambil peruntungan berlari cepat ke sebelah kanan yang dipenuhi oleh sel-sel tahanan kosong.

Ujung lorong ini buntu. Tapi Raja menduga semua ini tidak seperti yang terlihat. Pemuda ini meraba-raba dinding buntu itu. Salah satu potongan batu sedikit lebih menonjol dari yang lain. Raja menekan dengan sedikit tenaga. Terdengar suara keras saat lorong buntu terbuka. Di belakangnya nampak lorong panjang, gelap dan tidak berujung. Raja buru-buru memasuki lorong dan dengan cepat mencari lagi potongan batu yang diduganya sebagai kunci pemicu pintu lorong rahasia. Ketemu! Raja menekan potongan batu. Pintu rahasia kembali menutup dengan suara keras. Terdengar suara ribut-ribut di belakang ketika Raja mulai melangkahkan kaki dengan cepat. Para penjaga sudah mengetahui bahwa tahanan penting itu kabur.

Raja tidak bisa berlari cepat karena lorong itu betul-betul gelap. Dia hanya melangkah cepat dan mengandalkan nalurinya saja agar tidak terbentur dinding. Cukup lama Raja berjalan di lorong yang gelap itu. Pemuda itu hanya berharap di pintu keluar tidak ditunggu oleh para penjaga. Dia benar-benar tidak mau menjatuhkan tangan keras. Raja tidak mau amarah yang cepat sekali datang seperti badai itu menguasainya.

Titik kecil cahaya tidak jauh di depan membuat Raja bersemangat. Pintu keluar! Raja menghela nafas lega saat menyibak belukar yang dibuat menutupi pintu keluar itu tidak ada satupun orang yang menunggu untuk menyergapnya di sana. Hari memang telah larut malam. Cuaca cerah sehingga bulan yang sudah lebih dari separuh dan beberapa hari lagi purnama itu bertengger dengan sempurna di langit.

Pintu keluar ini jauh sekali berada di luar pagar tembok istana. Raja bisa melihat kerlip lampu istana di kejauhan. Pemuda ini mengerahkan kemampuan berlarinya. Melesat cepat meninggalkan lorong rahasia.

Setelah dirasa aman, Raja berjalan biasa melewati jalanan yang lengang di pinggiran ibukota. Pemuda itu memutuskan untuk menunggu rombongan Citra lewat di tempat penyeberangan di Sungai Cipamali yang berada di wilayah Majapahit. Mereka pasti akan menyeberangi sungai itu untuk menuju ibukota Majapahit. Dia akan menyeberang terlebih dahulu dan mengawasi Citra secara sembunyi. Tapi sebelumnya dia akan menggunakan kesempatan sampai kedatangan Citra untuk melakukan penyelidikan di Pesanggrahan Bubat.

Sementara itu di Istana Galuh Pakuan terjadi kegaduhan luar biasa yang membuat semua orang terbangun karena penjaga berlarian kesana kemari sambil berteriak-teriak bahwa tahanan kabur.

Istana Keputrian juga mendadak ramai seketika. Puluhan penjaga bersenjata tambahan mengelilingi istana tempat Citra tinggal. Berjaga-jaga. Perintah dari Panglima Narendra jelas. Kemungkinan besar tahanan yang kabur itu akan mendatangi Istana Keputrian.

Bahkan Resi Papandayan dan Resi Pangrango juga sudah tiba di Istana Keputrian. Kedua resi sakti itu meminta dayang-dayang agar membangunkan Tuan Putri. Citra yang sudah tidur lelap karena kelelahan memikirkan Raja, keluar dari kamarnya. Gadis ini terheran-heran melihat banyaknya penjaga di luar bersiaga. Bahkan Resi Papandayan dan Resi Pangrango juga ada dan keduanya terlihat bernafas lega begitu melihat dirinya menampakkan diri. Citra menjadi curiga.

"Paman Resi, ada apa gerangan ramai-ramai di sini? Apakah ada pencuri atau apa?"

Resi Papandayan dan Resi Pangrango saling pandang. Keduanya sepakat akan satu hal.

"Hanya berjaga-jaga Tuan Putri. Kami memang khawatir ada pencuri lihai yang sedang berkeliaran di dalam istana."

Citra mengangguk namun mengerutkan alis. Hanya berjaga-jaga kenapa semuanya berdiam diri di sini. Citra semakin curiga. Jangan-jangan Raja...?

Citra pamit masuk kembali ke kamarnya sambil tersenyum gembira. Pemuda yang dicintainya itu rupanya berhasil meloloskan diri dari penjara. Hatinya benar-benar lega.

---*