Chereads / Reinkarnasi-Takdir / Chapter 32 - Bab 32

Chapter 32 - Bab 32

Begitu mendengar Raja berhasil meloloskan diri dari penjara bawah tanah, Baginda Raja Lingga Buana memerintahkan agar menyampaikan kabar ini ke pihak Majapahit. Baginda Raja sangat cemas pemuda sakti itu akan berbuat onar dan mencoba menculik putrinya lagi.

Dengan mengabarkan berita ini ke pihak Majapahit, Baginda Raja berharap mereka meningkatkan penjagaan dan pengawasan di sepanjang jalan menuju Istana Majapahit sejak dari Cipamali. Baginda Raja yakin pemuda itu tidak akan mengganggu perjalanan mereka dari ibukota Galuh Pakuan hingga ke perbatasan. Rombongan ini akan dikawal oleh orang-orang nomor satu Kerajaan Galuh Pakuan.

Seperti biasa yang dilakukannya setiap pagi, Citra duduk di Taman Kedasih sambil berbicara sendiri di depan makam Kedasih seolah Kedasih masih hidup dan mereka bercakap-cakap seperti saat dulu di Bandung, Yogyakarta maupun di Bunker.

Seorang dayang menghampiri dan berbisik bahwa ada seorang utusan urusan dalam istana hendak menghadap. Citra hanya mengangguk kecil. Utusan itu memberikan sembah dan menyampaikan pesan yang membuat Citra terperangah.

"Tuan Putri, hamba diminta untuk menyampaikan pesan bahwa Resi Gunung Sagara ingin berbicara dengan Tuan Putri. Beliau menunggu Tuan Putri di balairung istana."

Citra buru-buru mengikuti utusan urusan dalam istana itu. Kalau sampai mahaguru yang sakti itu ingin menemuinya berarti ada sebuah petunjuk penting yang akan disampaikannya langsung.

"Putri, aku senang kau mematuhi petunjukku. Aku juga senang kau mengambil keputusan yang tepat untuk menjalani apa yang mesti dijalani. Aku hanya ingin menyampaikan satu hal penting yang harus kau ingat baik-baik." Resi Gunung Sagara menatap dalam-dalam mata Citra.

Citra menunggu dengan gugup. Hal penting apa kira-kira?

"Kau telah membelokkan tulisan takdir saat memutuskan lari dari istana. Aku berharap kau jangan ragu mengambil keputusan saat nanti takdir hendak menulis ulang apa yang sudah tertulis. Lakukan sesuai kata hatimu." Setelah berkata, Resi Gunung Sagara lenyap dari hadapan Citra. Resi Gunung Sagara kembali ke Ujung Kulon melanjutkan pertapaannya. Resi sakti itu telah selesai menunaikan permintaan Baginda Raja Lingga Buana untuk memperkuat pagar gaib istana. Meski sedikit terlambat karena Raja sudah berhasil lolos dari penjara. Resi Gunung Sagara mengetahui persis hal itu bahkan sebelum kedatangannya ke istana memenuhi permintaan Baginda Raja Galuh Pakuan. Resi Gunung Sagara memang sengaja memperlambat sehari waktu kedatangannya.

Sin Liong menerima surat dari Citra melalui seorang utusan istana. Hanya sebuah pesan singkat.

Semalam Raja berhasil melarikan diri dari penjara. Susul dia. Tunggu aku di Bubat.

Sin Liong terlonjak gembira. Dia menduga Raja sudah jauh dari ibukota sekarang. Sin Liong memutuskan untuk berangkat hari ini juga ke Bubat. Berharap bertemu dengan Raja di jalan. Atau di Bubat sana.

Citra mulai berkemas. Besok adalah hari besar yang membuatnya berdebar. Dia harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Kalaupun harus mati, aku akan mati secara terhormat. Citra menyentuh gagang Kujang di balik tumpukan bajunya yang akan dipakai esok hari.

Di tempat lain. Jauh masuk di wilayah Majapahit, Raja melepaskan pandangan ke sekeliling daerah perbukitan. Raja teringat bukit tempatnya berada sekarang adalah bukit tempatnya mengintai dulu saat masih di abad 21 dan belum dihembus Gerbang Waktu.

Bukit-bukit di sini berbentuk sama seperti yang tercetak dalam ingatannya. Namun apa yang ada di atas tanahnya sangat berbeda. Pepohonan besar dengan tajuk yang sangat rindang menutupi seluruh perbukitan. Hamparan luas ladang di kaki perbukitan juga masih berhutan lebat. Raja melompat tinggi dari dahan ke dahan pada sebatang pohon raksasa hingga sampai pada dahan tertinggi. Dia ingin mengamati Bukit Bubat dengan lebih leluasa.

Bukit Bubat benar-benar nampak berbeda. Pepohonan lebat hanya terdapat di kakinya. Sementara dari pinggang hingga puncak bukit tersebar bangunan-bangunan megah. Pesanggrahan Bubat. Raja mendesis.

Ada satu hal yang membuat Raja tercengang setelah menyadarinya. Pesanggrahan itu dipagar keliling dengan bentuk yang sama seperti Bukit Bubat yang pernah dijelajahinya bersama Sin Liong. Hanya bahan pagarnya saja yang berbeda. Raja menduga-duga. Di mana gerangan letak goa yang menyimpan Gerbang Waktu di dalamnya?

Raja kemudian mencoba membuat analisa. Dari sekian banyak bangunan yang terdapat di Pesanggrahan Bubat, di manakah kira-kira tempat persembunyian pasukan besar yang hendak dipergunakan Mada untuk menyergap rombongan Raja Lingga Buana. Mata Raja terpaku pada sebuah bangunan besar yang sepertinya baru selesai dibangun. Raja terus memperhatikan dengan teliti bangunan besar itu. Ada sesuatu yang janggal. Bangunan itu sepertinya tidak punya jendela. Hanya sebuah pintu besar tertutup yang terdapat di sana.

Raja tiba-tiba tersenyum geli dalam kesendiriannya. Dulu dia harus mempergunakan binokuler berkekuatan tinggi agar bisa melihat dengan jelas dari kejauhan seperti ini. Tapi sekarang, dia hanya harus memusatkan konsentrasi pada mata, semua detail terlihat dengan sangat jelas dari sini.

Setelah merasa cukup mengamati, Raja turun dari pohon dan memutuskan untuk melakukan pengamatan dari jarak yang lebih dekat. Pemuda itu ingin mendapatkan posisi terbaik untuk membayangi rombongan Galuh Pakuan dan menjaga Citra. Rasanya hutan di kaki Bukit Bubat itu bisa menjadi pilihan yang baik. Pepohonannya sangat rapat untuk bersembunyi dan mempermudah pijakan untuk melompati pagar kayu tinggi supaya bisa masuk ke dalam pesanggrahan dalam waktu singkat.

Belum terlalu jauh melangkah tiba-tiba Raja dihadang oleh sekumpulan orang-orang aneh yang semuanya berjubah putih dan bertudung hingga menutupi hampir sebagian besar wajahnya. Raja sama tidak menyangka dia ketahuan dengan semudah ini. Padahal sedari memasuki Tlatah Bubat dia sudah sangat berhati-hati.

Pimpinan orang-orang aneh itu mengangkat mukanya. Raja terkejut bukan kepalang. Wajah orang-orang ini tidak mirip dengan manusia! Bersisik seperti Ikan Kerapu dan bermata hitam secara keseluruhan seperti mata Ikan Hiu. Baru kali ini Raja berhadapan dengan manusia yang berwajah seperti ini. Kekagetannya tidak berhenti di situ saja. Ketika semua orang telah melepaskan tudung masing-masing, terlihat jelas bahwa semua orang itu berwajah sama. Mirip ikan-ikan di lautan.

Karena rasa penasaran yang sangat kuat, Raja menegur terlebih dahulu.

"Siapa kalian? Kenapa kalian menghadangku di tempat ini?"

Jawaban yang diterima Raja adalah suara yang mirip decak dan desis. Tidak sedikitpun kata yang bisa dimengerti Raja.

Setelah berdecak dan berdesis, orang-orang berwajah ikan itu menggerakkan tangan mereka masing-masing menyerang Raja. Serangan yang luar biasa aneh dan berbahaya. Raja kembali terperanjat. Ini bukan olah kanuragan biasa. Kesiur angin yang ditimbulkan pukulan orang-orang ini berbau amis menyengat. Dari tangan mereka juga meluncur senjata-senjata kecil yang mirip senjata rahasia mengarah ke bagian mematikan tubuh Raja.

Raja melompat tinggi ke belakang. Ini bukan pisau atau belati kecil. Tapi duri-duri ikan berbentuk besar yang kelihatannya sangat berbisa! Karena duri-duri yang tidak berhasil mengenai tubuhnya dan sekarang menancap di batang pohon mengakibatkan pohon itu langsung layu dan rontok semua daunnya. Pohon itu langsung mengering dan mati!

Para penyerang itu tidak mau membuang waktu. Mereka bersama-sama merangsek maju dan kembali menyerang Raja secara bertubi-tubi. Dari sekujur tubuh mereka yang bersisik mengepul uap hitam yang makin lama makin tebal sehingga menutupi pandangan. Uap hitam itupun menguarkan bau amis yang menusuk. Raja langsung merasakan kepalanya berat dan dadanya sesak begitu menghirup uap hitam aneh itu.

Raja tidak berpikir panjang. Orang-orang aneh ini terlalu berbahaya karena semua hal dari tubuh mereka mengeluarkan racun-racun maut yang mematikan. Pemuda ini menggeram marah. Tubuhnya yang telah berubah menjadi harimau menerjang ke depan dengan kekuatan penuh. Terdengar decak dan desis kesakitan ketika cakar dan kaki Raja berhasil menghajar tubuh semua penyerangnya. Orang-orang aneh itu berkelojotan sekarat karena cakar harimau Raja sengaja digarukkan terlebih dahulu ke batang pohon mati akibat duri beracun tadi. Cakar itu mengandung racun yang sama dan membunuh mereka semua. Senjata makan tuan.

Raja berdiri dengan tubuh gemetar dalam wujud manusianya. Dia berhasil menewaskan mereka semua. Tapi pemandangan berikutnya yang muncul membuat Raja semakin gemetar. Tubuh orang-orang aneh yang telah tewas itu meleleh! Tidak bersisa kecuali tulang belulangnya. Mata Raja terbelalak hebat. Itu bukan tulang rangka manusia! Tapi rangka berduri seekor ikan!

Raja tidak peduli. Dia melanjutkan langkahnya menuruni bukit menuju Pesanggrahan Bubat. Raja sama sekali tidak tahu bahwa orang-orang aneh itu adalah utusan Ratu Laut Utara yang berusaha membunuhnya karena permintaan Mada.

Di istananya yang megah di kedalaman laut utara, Ratu Laut Utara menjeritkan amarah dahsyat. Menyebabkan laut yang semula tenang tiba-tiba saja bergolak hebat. Semua utusannya tewas! Termasuk pemimpinnya yang merupakan putri kesayangannya! Pemuda keparat!

"Aku sendiri yang akan mencari dan membunuhmu dengan tanganku sendiri!" Ratu Laut Utara yang murka itu kembali menjeritkan amarah yang mengerikan.

Namun amarahnya langsung berhenti begitu sebuah suara tanpa wujud yang sangat dikenalinya menggema dahsyat di seantero istana gaib laut utara.

"Ratu! Kalau kau melanjutkan niatmu, maka kau akan berhadapan denganku!"

Suara yang sangat mengerikan bagi Ratu Laut Utara karena itu adalah suara Ratu Laut Selatan yang sangat ditakutinya.

-----

Raja sampai di tempat tujuannya. Tidak sadar bahwa pertarungan tadi menimbulkan gejolak hebat dan kegemparan bagi dunia gaib Laut Utara dan Laut Selatan. Satu ingin membunuhnya dan satu lagi ingin melindunginya.

Hutan yang mengelilingi kaki Bukit Bubat ini memang sengaja dibiarkan dan tidak ditebang bukan hanya untuk memperindah pesanggrahan namun juga berfungsi untuk lokasi penyergapan terhadap musuh. Raja melihat beberapa perlengkapan dan senjata ada di sudut-sudut yang paling gelap. Raja menyusuri hutan itu dari ujung ke ujung. Dia sudah menemukan titik paling tepat untuk melihat ke dalam pesanggrahan secara leluasa.

Pesanggrahan Bubat dibangun oleh Kerajaan Majapahit sebagai tempat bercengkrama Baginda Raja apabila ingin merasakan udara segar yang terbuka. Atau mengadakan pertemuan-pertemuan dengan tamu dan pertunjukan-pertunjukan seni serta peribadatan.

Karena menjadi tempat bercengkrama Raja, tentu saja pesanggrahan dibangun dengan tingkat keamanan tertinggi. Bangunan besar di tengah adalah sebuah balairung dengan lapangan yang sangat luas di depannya. Berseberangan dengan balairung dan dipisahkan lapangan luas tersebut, didapati bangunan tempat pemujaan yang megah. Di belakang balairung terdapat sebuah bangunan yang mirip istana namun berukuran lebih kecil. Tersebar di sudut-sudut pesanggrahan bangunan-bangunan beraneka ukuran yang megah dan merupakan tempat peristirahatan mahapatih, para panglima dan pimpinan pasukan.

Barak prajurit terletak di bagian belakang pesanggrahan. Besar dan memanjang. Mampu menampung prajurit hingga ratusan orang. Mata Raja lalu menelusuri bangunan besar yang tadi dicurigainya sebagai perangkap bagi rombongan Galuh Pakuan.

Bangunan yang terletak di samping kanan gerbang masuk ini memang aneh. Besar dan memanjang seperti barak prajurit namun tidak memiliki jendela sama sekali. Hanya sebuah pintu besar di bagian depan. Orang akan mengira ini adalah sebuah gudang. Tapi Raja tidak terkelabuhi. Tidak ada gudang yang ditempatkan di bagian depan. Tidak jauh dari gerbang masuk. Aneh. mencurigakan.

---**