Chereads / Naik Derajat / Chapter 2 - PART 1

Chapter 2 - PART 1

Seorang gadis bangun dari tidurnya. Direnggangkan dulu tubuhnya dengan beberapa gerakan. Setelah itu membersihkan tempat tidur dan meluncur ke kamar mandi. Hari ini hari pertama dirinya SMA.

"Paris adalah teman masa kecil Alarick. Papanya membawa Paris ke Inggris agar bisa move on dari mamanya yang kini dipanggil bunda. Setelah perceraian itu. Lima tahun kemudian, tepatnya ketika umur Paris berusia tujuh tahun. Papanya menikah dan panggilan pun berubah jadi Daddy dan Mommy. Lalu, Alarick adalah anak dari sahabat Mommy. Sampai sekarang pernikahan Daddy dan Mommy tak memiliki anak. Karena rahim Mommy diangkat pasca keguguran tiga tahun yang lalu. Gara-gara kecelakaan mobil saat Mommy lagi dalam perjalanan ke tempat kerja. Sedangkan bunda menetap di Indonesia dengan Bunda. Bunda juga menikah lagi dua tahun sebelum Daddy menikah. Sampai sekarang pun sama. Mereka tak punya anak. Karena penyakit sang Ayah. Dan nggak ada yang tau soal hubungan ini di sekolah termasuk Alarick." Paris terus menjabarkan sambil memakai pakaian sekolahnya. "Cantik!"

'tok tok tok'

"Masuk!"

"Loh semangat banget? Dah nggak sabar ketemu Alarick di sekolah baru ya?" tanya Mommy sambil mendekat. Ia membantu Paris yang sibuk dengan rambutnya.

"Bukan! Ini karena kalah main sama Bang Firza maren." Paris berucap dengan nada kesal.

Mommy langsung tersenyum. Ia ingat betul perihal tadi malam. Paris mengajak abangnya yang sibuk main ponsel untuk main catur. Mereka taruhan, yang kalah akan menjadi babu yang menang selama seminggu. Sayangnya gadis itu kalah telak dan langsung lari ke kamar sambil nangis. Tapi Firza nggak mau bujuk dengan alasan itu cuma air mata buaya. Setelah itu, cowok itu segera pamit pulang.

"Kok bisa sih, Paris yang cantik kayak gini punya abang kayak Firza?" protes Paris.

"Memang kenapa Firza?" tanya pria paruh baya sambil bersidekap di ambang pintu. Menunggu giliran untuk dipakaikan dasi.

"Paris kan cantik, baik hati, mempesona. Sedangkan Bang Firza es batu. Kalau ngomong cuma tau kata 'ehm', 'iya', 'serah', 'malas'. Rasanya pengen Paris tukar sama humberger aja!" omelnya sambil memeragakan tangannya untuk memakan saking geramnya.

"Hahaha! Ada-ada aja kamu!" Mommy mencubit gemas Paris. Setelah itu mendekati sang suami untuk memakaikan dasinya.

"Sebelas dua belas sama Daddy! Nggak deh! Fifty-Fifty!" gerutu Paris. "Mommy kok bisa sih jatuh cinta sama cowok es batu? Nggak capek apa, Mom?"

"Hahahaha!" Perempuan paruh baya itu tertawa. "Tapi seru tau. Ada tantangannya."

"Iyain aja dah!" Paris segera keluar dari kamarnya dan turun ke bawah. Nggak mau mengganggu keuwuan sepasang kekasih itu.

"Eh, Non?!"

"Morning, Bi!"

"Morning, Non."

"Cowok es sebrang dah keluar, Bi?" tanya Paris.

"Nggak tau, Non. Bibi tadi cuma beresin ruang tamu. Belum sampai keluar."

"Oh ya udah!"

'tap tap tap'

Paris menoleh dan langsung memutar mata malas. Ia pun bertopang dagu sambil melihat makanan di depan yang banyak.

"Kenapa?" tanya Daddy.

"Nggak. Tadi ada sepasang lalat mesra-mesraan nggak tau tempat."

'tak'

Paris memegang kepalanya. Ia menatap horor Daddy yang memukul kepalanya dengan sendok.

"Daddy kok jahat?!"

"Sudah, sudah! Entar telat loh!"

Paris mengangguk dan langsung nurut. Ia mengambil nasi goreng dan telur mata sapi. Tak lupa bawang goreng untuk ditabur. Memang Fabio namanya. Pasti ada beberapa tokoh dalam novelnya yang sifatnya menjiplak mereka. Tak lupa makanan favoritnya.

"Gimana dah ngasih tau Alarick kalau kita dah pindah ke Indo?"

"Ngapain? Paling dah punya pacar tu anak. Males ah, Mom!"

"Jadi dah capek nih ngejar Alarick?" goda Mommy.

"Maybe," jawab Paris enteng. "Lagian dari pada mikirin Alarick. Paris lebih milih mikirin abang. Entah apa yang bakal abang suruh ke Paris nanti." Dia menyuap nasi goreng ke mulutnya dengan kasar. Menahan kesal.

"Hahaha! Salah siapa nantangin Firza!" ledek Mommy.

"Hehehe! Dah ah, Mom! Dad, Mom! Paris berangkat dulu!" Paris segera menyalami dua orang itu dan meluncur pergi. Pagi ini dirinya akan diantar sopir ke sekolah.

----

Paris keluar dari mobil. Untung saja tampilannya tak norak. Seragam sekolah rapi bak anak rajin dan bedak tipis. Serta pelembab bibir yang membasahi bibirnya yang kering. Namun tetap saja. Wajah baru akan menjadi sorotan.

Paris melihat sekitar dan melihat rombongan Firza ada di parkiran. Tampak abangnya itu berkata tanpa suara. Tak lupa senyum mengejeknya itu.

"Babu!" ucap Firza tanpa suara dengan gerakan lambat.

Paris mematung di tempat. Ia hendak mendekat tapi kakinya sulit bergerak.

Firza yang melihat itu segera melambai. Menyuruh Paris mendekat. Mau tak mau gadis itu mendekat.

Firza yang tadinya duduk bersila di atas motor sambil menghadap ke belakang. Tepatnya ke Paris, langsung melompat. Dilempar tasnya itu tanpa dosa.

"Paris kapan lu pulang ke Indo?" tanya seorang pria sambil mencoba mengambil tas temannya itu. Teman yang dikenal setahun belakangan ini.

"Dua hari yang lalu." Paris langsung mundur.

"Biarin aja! Dia kalah taruhan sama gua kemarin!" Firza merangkul Alarick.

"Taruhan apa?" tanya pria di belakang itu. Namanya Arsen. Anaknya kepo dan tukang gosip. Satu frekuensi sama Deno. Lalu, ada Brian juga yang orangnya playboy.

"Catur," jawab Firza.

"Lu nantangin raja catur sekolahan kita?!" tanya Deno tak percaya.

"Ngomong-ngomong nama lu siapa? Gua Brian!" ucapnya sambil mengulurkan tangan dan tersenyum nakal.

"Cih! Nggak butuh! Cepet napa?! Gua mau ke ruang kepsek habis ini!" protesnya tak terima.

"Sejak kapan babu ngelawan sama majikannya?" tanya Firza sambil mengangkat dagu Paris dengan satu jarinya.

Paris yang kesal langsung menampar Firza. Dilemparnya tas itu ke pelukan pria di hadapannya itu. Matanya sudah membara.

Semua orang di sana langsung kicep. Pasalnya yang paling seram di antara mereka itu Firza. Makanya nggak ada yang nempel sama dia. Meski dia bukan ketua. Namun tingkat sangarnya patut diacungi empat jempol.

"Hahaha! Makanya lain kali nggak usah taruhan aneh-aneh!" Firza merangkul Paris dan langsung dibanting oleh gadis itu. Kakinya langsung mengarah ke dada abangnya itu.

"Lemah!" Paris langsung menjauh dan menepuk-nepukan tangannya dan segera pergi.

"Bos lu nggak papa?" tanya Deon takut-takut. Namun Keponya lebih besar.

"Hahaha! Teman masa kecil lu lumayan Alarick!" Firza bangkit. Namun kerah bajunya tertarik.

"Don't touch her!" Alarick melepas pegangannya pada kerah baju Firza dan bergegas menyusul Paris.

"Sayangnya gua tertarik!" ujar Firza sambil berjalan. Meninggalkan teman-temannya masih terkejut.

----

Istirahat tiba. Paris datang dengan Inggrid, Bella dan Veronica. Tiga orang tukang bully. Tepatnya hanya Tari doang yang di-bully. Karena mereka punya dendam tersembunyi dengan gadis itu.

Pacar Bella dan Veronica waktu SMP, memilih putus dan berdiri di kubu Tari. Sedangkan Inggrid. Anak broken home. Orang tuanya bercerai. Mamanya meninggal. Karena mamanya Tari.

Semua orang menoleh tak percaya dengan kehadiran murid baru dan ketiga orang pembenci Tari. Alarick yang melihat itu tak suka. Beda dengan Firza. Ia menyeringai puas.

"Gua aja yang pesan!" usul Paris. "Sebutin aja!"

Paris segera menuliskan dalam buku kecil yang selalu dibawanya. Lalu pergi ke tempat pemesanan. Tak lama ia datang dengan bantuan dari bibi kantin.

"Nampannya pinjam dulu, Bi! Soalnya yang ini bukan buat aku."

"Iya, Mbak!" Bibi itu segera pergi.

"Buat siapa?" tanya Inggrid.

"Big boss!" jawabnya dengan nada penuh kebencian. Namun begitu mendongak, ia langsung tersenyum ke arah Firza dengan tangan mencengkram nampan dengan kuat.

"Yoh! Babu!" sapa Firza.

"Ini makanannya tuan muda!" Paris segera menaruh makanan itu ke meja dengan senyum terpaksa. Mereka yang ada di sana menyadari kilat permusuhan dari pandangan gadis itu.

"Loh?! Pantes lu bilang nggak mau apa-apa. Ternyata dah ada ayang yang pesanin toh?" tanya Deno sambil menaruh makanan ke meja.

"Ini, Bi!" Paris yang melihat bibi yang sama dengan bibi yang tadi langsung menyerahkan nampan di tangannya. "Makasih, Bi."

"Oh iya, Ris!" Paris menoleh ke Alarick. "Kenalin Tari. Em ... Pacar gua."

"Lu nggak nyampur racun kan?" tanya Firza. Paris langsung menggeplak kepala orang di depannya itu.

"Gua campur! Gua kasih sianida! Biar gua bebas jadi budak lo? Puas?!"

"Kok Paris kasar sih?" tanya Tari.

"Terus dia harus diam aja gua hina?" sinis Firza tak suka. "Kalo lu mau marah. Marah sama gua! Gua yang dari tadi manggil dia babu!"

"I ... itu ... maaf! Hiks!" Tari langsung memeluk Alarick.

"Minta maafnya ke Paris! Bukan ke Alarick!" sungut Brian. Pasalnya kalau sampai Firza yang andil, bisa gawat.

"Sudah deh! Oh iya! Gua mau ke tempat gua lagi! Dan lu! Awas aja sampai lu buang siap-siap aja sudut bibir lu robek!"

Paris segera pergi ke mejanya. Firza menatap bakso di depannya. Ia perlahan mencicip kuahnya. Ternyata super pedas.

"Kenapa?" tanya Brian.

"Mati gua!" ucap Firza sambil menyuruh teman-temannya menyicip.

"Hah! Pedasnya!" jerit Deno sambil meminum setengah botol airnya.

"Padahal dia yang jadi babu. Kok gua lihat malah lu yang dimainin sama dia?" tanya Arsen.

"Kalau nggak gitu nggak akan seru." Brian menjawab santai sambil memakan makanannya.