"Pulang, Bu?" tanya Firza pada Paris yang keluar dari kelasnya.
"Bu bu bu! Emang gua Ibu lo?!"
"Ck! Maksud gua BABU!"
"Oh!" Paris mengangguk. "Jadi apa mau lu?"
"Gua ada latihan basket habis ni."
"Terus?"
Firza merotasikan matanya dengan malas. Lalu merangkul Paris. Gadis itu mengangguk seolah tau.
"Paris mau ikut nonton mereka juga?" tanya Tari. Disampingnya ada Alarick dan sejak tadi tangan mereka saling menggenggam.
"Bukan. Gua mau nugas jadi babu. Ya udah cepetan!" Paris melepaskan rangkulan Firza dan berjalan terlebih dahulu.
----
Lapangan basket tampak ramai. Dan 98% penonton adalah perempuan. Bahkan hampir semua perempuan di sana hanya ingin melihat ketampanan mereka. Bukan permainan mereka.
"Ye!" teriak Tari senang ketika Alarick berhasil mencetak poin terakhir. Sedangkan Paris yang duduk di sisinya malah tertidur sambil memeluk kedua kakinya yang sudah tertutup selimut.
Sorak-sorai kemenangan dari penggemar Alarick dan kawan-kawan. Namun itu semua tak mengganggu Paris. Gadis itu benar-benar tidur dengan nyenyak.
Tari langsung turun dan memberikan minum untuk pacarnya. Membuat banyak perempuan iri dan membenci gadis itu. Sedangkan Firza mencari jejak Paris. Matanya langsung menangkap ke arah gadis yang tertidur.
"Ngapain lu?" tanya Deno sambil melihat arah pandang Firza. "Astaga!"
Brian, Arsen dan Alarick langsung melihat ke arah pandang mereka. Tak ayal atensi semua orang langsung teralihkan ke arah Paris. Untuk pertama kalinya mereka menemukan seorang perempuan yang tidur.
"Ck!" Firza langsung berjalan mendekat. Ditepuknya pelan bahu Paris.
"Eugh?!" Paris menegakkan kepalanya. Wajah bantalnya tercetak jelas. Matanya langsung mengarah ke aroma parfum khas milik Fabio / Firza. "Oh! Dah selesai ya?"
Paris segera mengambil minum dari paper bag di sisinya. Lalu dibuka dan diberikan ke Firza. Setelah itu menyingkirkan paper bag ke samping kakinya.
"Nyenyak banget!" sindir Firza sambil duduk di samping Paris.
"Ngantuk banget gua. Hari ini terlalu semangat main voli." Paris segera mengelap keringat Firza.
"Mau pulang sekarang?" tanya Firza.
"Emang dah selesai?"
"Masih ada satu babak lagi."
"Ya udah gua tunggu."
"Fir!" teriak Deno.
"Iya, bentar!" Firza menyerahkan botol minum ke arah Paris. Perempuan itu langsung menyimpannya ke paper bag. Setelah itu, kembali menenggelamkan kembali wajahnya. Membuat mantan adiknya menggeleng tak percaya. Termasuk orang-orang di sana.
"Bisa-bisanya tu anak tidur di sini. Selimut dari mana pula?" tanya Arsen pada Firza yang turun dari tribun.
"Gua bawa."
"Jadi karena itu beberapa hari lalu lu simpen banyak buku di loker?" tanya Brian.
"Ehm! Yuk dah!"
----
Esok harinya. Saat jam kosong melanda negeri api yang diciptakan oleh Paris. Membuat seluruh penghuni kelas mengerumuni gadis itu.
"Tau nggak! Gua yang lihat Firza tiba-tiba mengitari tribun dengan matanya langsung kepo. Dalam benak gua, gua langsung bertanya-tanya di mana lu. Eh! Taunya molor. Gila lu!" omel Bella.
"Em! Padahal penampilan mereka prima banget! Apalagi waktu keringat jatuh dari rambut mereka dan membasahi wajah mereka. Damage nya nggak ngotak!" seru Veronica.
"Gua nggak peduli."
"Lu nggak peduli! Tapi Firza, walau dia tersenyum tipis kemarin. Tapi matanya agak kecewa."
"Terus kenapa? Mau dia kecewa, nangis, bahagia, atau gila. Gua juga nggak peduli."
"Ck ck ck! Babu macam apa anda?"
Semua orang langsung menoleh. Ternyata sudah Alarick dan teman-temannya. Tak lupa pacar yang sibuk bergelayut manja.
"Ngapain?"
"Kantin! Lu tu BABU!"
"Ck! Ya udah! Yuk, Guys!" ajaknya pada Inggrid dan yang lain. Namun yang ikut cuma trio kwek-kwek. Mereka takut mati di tangan Firza.
----
Sampai di kantin. Mereka langsung duduk di pojok. Dan seperti biasa, atensi penghuni kantin langsung mengarah ke arah mereka.
"Mau makan apa?" tanya Paris pada Firza. Namun pria itu diam saja dan sibuk dengan ponselnya.
Paris langsung beranjak pergi. Setelah Inggrid dan lain-lain menyebutkan makanan mereka.
"Aku mau ...." Paris tak peduli dan langsung melenggang pergi. Tari pun menunduk. Alarick segera menyalurkan kekuatan pada gadis itu.
"Biar gua aja yang pesan!" ucap Deno. "Mau apa?"
Alarick dan lain langsung menyebutkan pesanan mereka. Kecuali Firza.
Tak lama pesanan mereka sampai hampir bersamaan. Paris segera duduk dan hendak menyendok baksonya.
"Pesenin gua bakso!" Tangan Paris langsung berhenti diudara.
"Kenapa nggak tadi?!" geramnya.
"Tadi gua belum mau."
"Baik!" Paris langsung pergi begitu saja. Meninggalkan Firza yang tersenyum puas. Sedangkan yang lain melihat tingkah pria itu hanya bisa geleng kepala.
"Niat banget lu ngerjain dia?" tanya Arsen.
"Gua suka lihat muka keselnya." Firza kembali melihat ponselnya sambil tersenyum.
"Untung gua cowok. Walau sempat ngerasa Firza tampan. Tapi kalau dia suka, berarti malapetaka. Maka lebih baik gua mundur." Deno bergidik ngeri melihat senyum Firza.
"Kasihan gua sama Paris," bisik Bella. Namun masih didengar oleh mereka.
"Coba aja bantu dia!" Firza berkata dengan nada dingin. Sorot matanya yang melihat ke arah ponsel berubah tajam.
"Nggak! Gua masih sayang nyawa."
"Bakso datang!" seru Paris sambil menaruh bakso ke depan Firza.
"Nasi goreng aja deh! Gua berubah pikiran."
'Plak'
Paris memukul kepala Firza. Kemudian mata mereka saling menatap tajam.
"Fine! Gua makan ini!" ucap Firza sambil membalikkan tubuhnya. Paris segera duduk di tempatnya.
"Ternyata lu bisa kicep juga ya? Kayak anak kucing." Deno tertawa puas melihat Firza. "Sorry!"
Deno menunduk takut. Paris dan Firza menatapnya dengan tajam. Rasanya benar-benar tak enak.
"Makanya! Lain kali pake filter!" ledek Arsen.
"Ris, jangan gitu. Kasihan kak Deno!"
'ctang'
"Kok cuma Paris yang lu tegur? Firza gimana?!" omel Inggrid tak terima. "Kalau lu masih ngoceh dan menggiring orang berpikiran buruk tentang Paris. Gua nggak akan tinggal diam!" ancam Inggrid.
"Maaf, aku nggak maksud gitu. Hiks hiks!"
"Ck! Hilang nafsu makan gua!" Inggrid segera pergi bersama Bella dan Veronica. Sedangkan Paris geleng-geleng di tempat dan kembali makan. Ia juga langsung menarik bakso dan nasi goreng yang mereka tinggalkan.
"Kayak nggak makan setahun!" sinis Firza.
"Sayang!" jawab Paris.
----
Paris keluar kelas dengan perasaan gondok. Dan ini karena Inggrid, Bella, serta Veronica yang mendiaminya.
"Kan gua sayang lihat makanan kalian belum habis!" ucap Paris. "Gua nggak bisa diam aja! Tanya aja ke Firza. Sesudah makanan itu habis gua langsung ke kelas!"
Inggrid menghela napas. "Ya udah kita maafin!"
"Beneran?!"
"Iya!"
"Sayang kalian!" Paris langsung memeluk ketiga temannya.
"Apaan sih! lepas! Malu tau!"
"Maluan gua peluk atau malu gua cium?" ancam Paris.
Mereka akhirnya pasrah saja dipeluk oleh gadis di depannya. Namun tak dipungkiri mereka bahagia. Wajah mereka menjadi ceria.