Denis berdiri di samping ranjang Jasmine dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Nenek, kelak kamu tidak boleh kelelahan lagi. Kalau sakit, Nenek akan merasa tidak nyaman."
Jasmine menepuk kepala Denis sambil tersenyum, "Benar-benar cucu nenek yang baik."
Aku ingin tinggal di rumah sakit untuk menemani dan merawat Jasmine, tapi dia tidak setuju. Dia memintaku untuk membawa Denis pulang, dia berkata udara di rumah sakit tidak sehat, anak-anak tidak boleh tinggal di rumah sakit. Sementara aku harus bekerja besok, jadi aku harus istirahat. Cukup Bibi Lani yang menjaga di rumah sakit.
Aku mau tidak mau membawa Denis untuk pergi.
Setelah Denis tertidur, aku tidak dapat menahan diri untuk menelepon Candra. Suara Candra terdengar dalam, mungkin dia sudah menebak apa yang akan aku katakan, nada suaranya sangat acuh tak acuh.
"Candra, aku mohon. Demi Denis, bolehkah kami menemui Bibi Jasmine? Bagaimanapun, dia adalah ibumu!"
Candra berkata dengan dingin, "Ibuku berada di rumah dalam kondisi sehat. Kalau kamu tidak punya urusan lain, tutup teleponnya. Aku mau tidur."
Candra menutup telepon. Meskipun aku tidak rela, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Hubungan Candra dan Jasmine sangat buruk, hubungan mereka juga tidak akan membaik hanya karena ucapanku.
Di pagi hari, Candra datang untuk menjemput Denis ke taman kanak-kanak. Aku meninggalkan rumah lebih awal dan bergegas ke rumah sakit. Setelah satu malam, Jasmine terlihat sudah membaik.
Aku meletakkan makanan yang aku beli di toko halal, lalu meminta Bibi Lani untuk merawat Jasmine dengan baik. Aku memesankannya untuk meneleponku kalau ada sesuatu. Setelah itu, aku pergi bekerja dengan tergesa-gesa.
Setelah sepagian sibuk di luar. Dalam perjalanan kembali ke Kewell, aku menelepon Bibi Lani dan bertanya tentang kondisi Jasmine. Saat menelepon, aku merasakan mobil bergoyang hebat dan telepon terhempas keluar dalam sekejap. Sopir membanting setir, mobil berbelok dan menabrak pohon di pinggir jalan.
Aku berkeringat dingin. Baru saja, mobil kami hampir menabrak mobil mewah yang mengemudi di seberang jalan. Sopir duduk di kursi pengemudi dengan ekspresi takut, mulutnya hanya terus bergumam satu kalimat, "Dia sendiri yang menabrak."
Aku berpura-pura tenang sambil membuka pintu dan turun dari mobil. Hanya berjarak belasan meter di belakangku, sebuah mobil mewah yang memesona berhenti dengan cara yang mengerikan. Logo emas mobil itu terlihat sangat mencolok.
Mobil itu adalah Lamborghini. Sebagian cat di bodi mobil telah tergores. Jika mobil biasa, goresan ini mungkin tidak akan menghabiskan banyak uang, tapi ini adalah Lamborghini. Mungkin uang reparasi sangat akan sangat mahal. Aku langsung berkeringat dingin.
Meskipun sopir berkata pria itu yang menabrak kami, aku tetap tidak tenang.
Ketika aku berdiri di samping Lamborghini dalam keadaan linglung, pintu mobil tiba-tiba terbuka. Kemudian, seorang pemuda berpakaian bagus turun. Penampilan lelaki itu terlihat tidak serius dengan wajah yang terlihat sedikit familier. "Hei Nona, Kalian yang menabrak mobilku, kalian harus ganti rugi."
Pada saat ini, sopir berkata dengan wajah pucat, "Kamulah yang menabrakku terlebih dulu."
Pemilik Lamborghini itu meraih kerah sopir, "Apa kamu mau bilang aku sengaja menabrak? Sialan!"
Orang itu melayangkan tinjunya ke wajah sopir. Sopir itu dipukuli hingga tersungkur ke tanah. Aku sangat marah, mengapa ada begitu banyak orang yang tidak masuk akal di dunia ini? "Pak, pria sejati tidak akan bermain tangan. Apalagi, sebenarnya siapa yang menabrak, kita akan tahu setelah lapor polisi dan cek rekaman CCTV!"
"Siapa yang mau cek rekaman CCTV?"
Pria itu mencengkeram dadaku. Seketika, tulang dadaku langsung terasa sakit, "Beri tahu tuan muda itu, kalau dia berani menggertak kakakku lagi, aku akan membunuhnya!"
Ternyata karena Tuan Muda Kelima.
"Kamu siapanya Catherine?" tanyaku sambil menahan amarahku.
"Aku adik Catherine, William Suganda. Dengarkan baik-baik, Keluarga Suganda tidak mudah ditindas! Katakan padanya untuk lebih jujur kelak!" ucap pria ini sambil menusukkan jarinya ke dadaku, hingga membuatku semakin kesal.
"Dengarkan baik-baik, aku tidak ada hubungan dengan Tuan Muda Kelima. Dia menindas kakakku, kamu bisa langsung mencarinya untuk menyelesaikan masalah kalian. Apa maksudmu dengan datang mencariku?"
Aku menepis jari-jarinya yang mencengkeram dadaku, "Kalau kamu melakukan ini lagi, aku akan melaporkanmu berbuat mesum!"
Sikap pemuda ini lebih buruk daripada kakaknya yang merupakan wanita terkenal. Sikapnya ini benar-benar menjijikkan!
Tuan Muda William mendengus, lalu menyunggingkan sudut mulutnya dan mengutukku jalang. Kemudian, dia berbalik dan masuk ke mobil. Lamborghini yang memesona itu pun melaju pergi.
Wajahku memerah karena marah dan jari-jariku bergemetar. Orang-orang ini sungguh menjengkelkan.
Sopir itu terpana dengan pemandangan barusan. Meskipun dia memiliki keraguan tentang aku dan William, karena William tidak lagi meminta kompensasi, sopir merasa lega. Sopir mengumpat kata sial, lalu berbalik untuk mengemudi.
Namun, suasana hatiku tidak bisa tenang. Aku duduk di dalam mobil, menekan napasku yang kacau, lalu menelepon Tuan Muda Kelima.
"Di mana kamu? Aku mau bertemu denganmu!"
Aku tidak tahan lagi, Catherine mengirim seseorang untuk membawa Denis pergi dan adiknya, William mencari masalah denganku. Semua ini karena Tuan Muda Kelima. Aku harus memintanya untuk menjelaskan kepada Keluarga Suganda bahwa apa yang terjadi antara dia dan Catherine tidak ada hubungannya denganku.
Kalau tidak, aku tidak bisa menjamin kelak pelecehan seperti apa yang akan aku alami.
"Klub Pesona Malam, kenapa?" tanya Tuan Muda Kelima dengan tenang.
"Tunggu aku!"
Aku menutup telepon, lalu meminta sopir untuk berbalik dan mengantarku ke Klub Pesona Malam.
Sopir mendengar nada suaraku tidak beres, dia menjadi sedikit khawatir, "Nona Clara, apakah kamu mau mencari seseorang untuk balas dendam?"
"Jangan khawatir, tidak akan terjadi apa-apa."
Aku sudah memutuskan, hari ini aku harus meminta penjelasan pada Tuan Muda Kelima.
Sopir mengantarku ke Klub Pesona Malam. Ketika aku hendak turun dari mobil, dia merasa tidak tenang dan ingin menemaniku masuk. Aku menolaknya. Masalah antara aku dan Tuan Muda Kelima, hanya bisa diselesaikan oleh kami berdua.
Aku menelusuri jalan yang sudah aku kenal dan langsung pergi ke ruang VIP tempat Tuan Muda Kelima berada. Aku mengetuk pintu dua kali dan mendorong pintu hingga terbuka.
Di sofa, ada seorang pria dan seorang wanita dengan pakaian berantakan. Gangguan tiba-tiba dariku ini menyebabkan wanita itu mengeluarkan jeritan genit, lalu tubuhnya menyusut dan dia memelototiku dengan marah. Tuan Muda Kelima melirikku dengan acuh tak acuh, "Buta, ya? Tidak bisa lihat apa yang sedang kami lakukan? Atau kamu ingin bergabung?"
Wajah Tuan Muda Kelima yang tampan terlihat masam. Dia berjalan ke arahku dengan perlahan, lalu lengan panjang terentang ke belakang kepalaku dan mendarat di pintu. Dia tidak hanya menutup pintu yang terbuka, dia juga menahan tubuhku di antara lengannya.
"Tuan Muda Kelima," aku menekan rasa jijik dan amarah di hatiku, "Aku harap kamu menjelaskan kepada Keluarga Suganda bahwa urusanmu dengan Catherine tidak ada hubungannya denganku. Aku tidak ingin diancam oleh siapa pun!"
Tuan Muda Kelima mengangkat alisnya, "Diancam?"
Tuan Muda Kelima menyunggingkan sudut bibirnya, ekspresinya terlihat sangat nakal, "Clara, kamu adalah orang yang cerdas. Kamu seharusnya tahu kalau kamu memanfaatkan orang lain, kamu juga akan dimanfaatkan oleh orang lain. Belum lagi aku tidak memanfaatkanmu. Orang dari Keluarga Suganda yang memandangmu, jadi mereka baru berpikir aku menyukaimu. Silakan beri tahu mereka, bagiku...."
Ada sedikit minat jahat di mata indah Tuan Muda Kelima. Dia menunjuk kembali ke wanita penggoda di sofa, "Kamu bahkan tidak bisa dibandingkan dengannya."
Wanita itu tiba-tiba terkikik. Dia terdengar sangat bahagia, "Tuan Muda Kelima, kamu benar-benar jahat. Bagaimana mungkin aku bisa dibandingkan dengannya?"
Tuan Muda Kelima mengabaikanku. Dia berjalan kembali ke sofa dan duduk sambil tersenyum. Dia mengangkat jari-jarinya dan mencubit wajah lembut wanita itu, "Benar. Aku jahat. Lihatlah wajah lembutmu yang sangat halus ini. Termasuk apa dia? Paling-paling wanita setengah baya yang masih memiliki pesona, haha...."
Setelah Tuan Muda Kelima selesai berbicara, dia tertawa liar.
Aku benar-benar murka hingga aku merasa mual. Aku mengambil anggur yang tidak aku ketahui namanya di lemari anggur, lalu membantingnya ke dinding di sebelah Tuan Muda Kelima.
Setelah terdengar suara nyaring, botol anggur pecah menjadi berkeping-keping, lalu aroma anggur berhamburan dan anggur memercik ke segala arah. Wanita penggoda itu berteriak dan melemparkan dirinya ke dalam pelukan Tuan Muda Kelima.
Tuan Muda Kelima mengerutkan kening dengan kuat. Dia mengangkat tangannya dan menyeka anggur yang terpercik ke wajahnya. Matanya yang gelap seperti pisau menembak ke arahku itu mengungkapkan niat membunuh yang kuat. Dia berjalan ke arahku dan mendorongku ke lemari anggur. Aura dinginnya terpampang jelas di wajahnya. Matanya yang seperti macan tutul memancarkan cahaya yang ganas. Tiba-tiba, dia wajahnya mendekat dengan ganas.
Dia menggerogoti bibirku seperti binatang buas. Di belakangnya terdengar seruan wanita penggoda itu, "Tuan Muda Kelima!"
"Keluar!" raung Tuan Muda Kelima dengan keras. Wanita itu tertegun, seolah-olah dia kehilangan akal sehatnya. Kemudian, dia merapikan pakaiannya yang berantakan dan bergegas pergi.
Tuan Muda Kelima merobek pakaianku dengan kasar, seolah ingin melampiaskan amarahnya. Aku terkejut dan marah. Setelah tersadar dari lamunanku, aku berjuang keras.
Botol-botol anggur di lemari anggur berjatuhan dan berguling-guling di atas karpet. Tuan Muda Kelima menjambak rambutku dan melemparkanku ke sofa. Tubuhnya menekan ke arahku. Lalu, aku meraih asbak di sebelah sofa dan membantingnya ke kepala Tuan Muda Kelima.
Tuan Muda Kelima sepertinya pusing karena pukulan itu. Dia mengangkat kepalanya dan menatapku dengan tatapan kosong. Ada sedikit kebingungan di mata yang indah itu. Darah merah mengalir dari dahinya yang terpukul. Dengan cepat, darah itu menodai matanya.
Pada saat ini, dia tampak seperti anak yang linglung. Doa menatapku dengan tatapan kosong. Namun segera, tubuhnya jatuh dengan lemas.
"Tuan Muda Kelima?" panggilku dengan ragu-ragu.
Baru saja, tindakanku itu hanya untuk melindungi diriku. Aku tidak berniat menyakitinya. Bagaimanapun juga, ketika aku dalam situasi paling buruk, dia selalu membantuku.
Tidak peduli seperti apa pun kelakuan, kemarahan dan angkuhnya Tuan Muda Kelima, dia tetap adalah orang yang telah menyelamatkanku dan Denis.
Melihat Tuan Muda Kelima terjatuh ke lantai dengan kepala berlumuran darah, seketika aku langsung panik. Aku memanggil Tuan Muda Kelima sambil menelepon ambulan dengan tergesa-gesa.
Ambulans segera datang, lalu mereka mengantar Tuan Muda Kelima ke dalam mobil. Akan tetapi, saat sedang diangkat, Tuan Muda Kelima membuka matanya. Matanya yang indah dan berdarah menatapku sejenak. Lalu, dia mengulurkan satu tangannya yang gemetar, "Clara, jangan tinggalkan aku."
Kalimat ini sangat tidak berdaya seperti seorang anak kecil. Aku mengangguk, air mataku tiba-tiba mengalir turun. Aku tidak mengerti perasaan seperti apa yang dimiliki Tuan Muda Kelima terhadapku. Namun, saat ini aku tahu dia membutuhkanku, jadi aku naik ke ambulan dan mengikuti Tuan Muda Kelima ke rumah sakit.
Luka Tuan Muda Kelima segera diobati oleh dokter. Sepuluh jahitan dijahit di kepalanya. Sebagian rambut Tuan Muda Kelima yang indah dan bergaya dicukur, lalu dibungkus dengan kain kasa. Selama diobati, dia tidak mengatakan apa-apa. Saat merasa sakit, dia hanya mendesis pelan.