Tanpa sadar aku merasa tegang, hingga bulu kudukku bergidik. Candra, bajingan ini, apa yang akan dia lakukan?
Aku bahkan tidak bisa menggerakkan jariku. Jika dia melakukan sesuatu padaku, aku tidak punya kesempatan untuk melawan.
Aku melihatnya berjalan ke hadapanku dengan hatiku yang merasa kaget dan takut. Candra menatapku dengan sudut bibirnya yang sedikit tersenyum.
"Tidak ..." teriakku dengan marah, tapi suaraku yang lemah benar-benar tidak menimbulkan ancaman.
Candra melirikku dengan acuh tak acuh dan jari-jarinya terus bergerak.
Candra mengangkat matanya lagi dan melirikku, matanya mendarat ke perut bagian bawahku dan jari-jarinya yang ramping menyentuh pinggangku.
Aku tidak boleh membiarkannya melangkah lebih jauh. Setelah kami bercerai selama tiga tahun, aku kembali mengeluarkan ruangan sebagai protes dan tak berdaya.
Candra membungkuk perlahan, bibirnya yang tipis dan dingin mendarat di bibirku yang sedikit terbuka. Dia dengan lembut menutup matanya, kesejukan mengalir di bibirku dan aku merasakan seakan ada arus listrik yang mengalir. Pikiranku menjadi kosong sejenak.
Saat itulah dia memelukku dengan erat.
Pada akhirnya, tidak ada yang dilakukan, kami bisa mencium napas satu sama lain. Aku masih tidak bisa bergerak, tapi otakku perlahan sudah bisa berpikir jernih. Akhirnya dia dengan perlahan melepaskanku.
Matanya yang jernih menatapku dalam-dalam, seakan ada ribuan kata yang ingin dia ucapkan. Akan tetapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia menurunkanku, lalu dia bangkit dan pergi.
Anggota tubuhku perlahan mulai dapat bergerak. Aku duduk, aku menggerakkan tanganku, lalu turun dari ranjang dan berjalan keluar.
Rumah besar ini kosong dan sepi. Rommy diusir oleh Candra dan Candra juga telah pergi. Sekarang hanya ada aku sendiri di rumah besar ini.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga malam. Jika aku pergi pada jam ini, aku tidak akan bisa menemukan taksi. Aku hanya duduk bersila di ranjang sampai subuh.
Aku berpikir berulang-ulang, kapan aku masuk ke dalam perangkap Candra? Di Klub Pesona Malam, aku hanya meminum segelas jus jeruk, mungkinkah segelas jus jeruk itu?
Aku menggelengkan kepalaku. Candra tahu aku suka minum jus jeruk, jadi dia melakukan beberapa trik. Dia adalah orang yang lihai dalam hal ini.
Aku menyentuh dahiku sambil memikirkan kalimat Gabriel yang mengatakan aku hamil.
Bajingan ini, dia benar-benar adalah seorang bajingan yang sesungguhnya.
Dia bahkan menangkapku, meminta Rommy untuk menguji kehamilanku dan ingin mengaborsi janinku. Orang ini benar-benar tidak masuk akal.
Jangankan aku tidak hamil, bahkan aku hamil sekalipun, apa hubungannya dengan dia?
Semakin aku memikirkannya, aku semakin marah. Namun, aku tidak punya tempat untuk melampiaskan, aku menghancurkan rumah Rommy dengan marah. Rommy juga bersalah, dia membantu Candra berbuat seenaknya.
Aku menghancurkan semua yang bisa dihancurkan di rumah Rommy, tidak peduli seberapa mahal barang itu.
Rommy pasti akan mencari Candra untuk meminta ganti rugi. Selama Candra tidak bahagia, aku akan bahagia.
Setelah fajar, aku meninggalkan rumah Rommy. Ketika aku kembali ke apartemenku, Cindy sudah berangkat kerja. Aku mandi, memakai pakaian bersih dan aku merasa jauh lebih tenang.
Telepon berdering tiba-tiba dan tangisan perawat kecil datang dari telepon, "Kak Clara, kapan kamu datang? Tuan muda kehilangan kesabarannya, aku tidak tahan lagi. Datanglah setelah pulang kerja, oke? Hanya di depanmu tuan muda itu tidak marah. Kak Clara, aku mohon."
Malam itu, perawat kecil itu meminta nomor ponselku. Mungkin itu hanya untuk berjaga-jaga.
"Aku akan pergi malam hari ini."
Aku menutup telepon.
Setelah pulang kerja, aku bergegas ke rumah sakit.
Saat aku ,asih di koridor, aku mendengar suara marah Tuan Muda Kelima dan suara bantingan barang-barang dari bangsal, "Dasar bodoh, apa lagi yang bisa kamu lakukan? Keluar!"
Kemudian, perawat kecil itu membuka pintu dan berlari keluar dari bangsal sambil menangis.
Aku mendengar pasien dari bangsal lain melihat ke sana dengan penasaran dan bergumam, "Pasien di ruangan itu gila lagi."
Ketika perawat kecil melihatku, dia menangis dan berkata, "Aku tidak akan melayaninya lagi. Kamu memberi tahu Pak Hendra, minta dia mencari orang lain. Huhu, meski dibayar dengan harga mahal pun, aku tidak akan melayani dia lagi. "
Aku, "..."
"Jangan menangis, aku akan masuk dan melihat."
Meskipun aku tidak tahu mengapa tuan muda marah lagi, tetapi mengingat temperamen orang itu, perawat kecil itu pasti sudah tidak tahan lagi.
Ketika aku memasuki bangsal, Tuan Muda Kelima mengutuk, "Dasar tidak punya hati nurani!"
Aku, "..."
Begitu aku memasuki pintu, aku dimarahi hingga kulit kepalaku mati rasa untuk sementara waktu, "Tuan muda, apa yang kamu kesalkan? Apakah semua orang berutang padamu?"
Tuan Muda Kelima mendengus, dia tampak tidak puas dan menghina, tapi dia tidak membantah kata-kataku.
Aku membungkuk dan mengambil semua yang bisa aku ambil di lantai. Jika barang itu rusak, aku mengambil sapu dan menyapunya.
"Sekarang perawat kecil itu sudah tidak ingin merawatmu lagi. Kalau kamu terus seperti ini, aku juga tidak akan datang lagi, kamu pikirkan sendiri!"
Meskipun aku tahu kata-kataku tidak akan berpengaruh pada tuan muda yang egois ini, aku tidak bisa tidak mengatakannya.
Orang ini benar-benar menyebalkan.
Tuan Muda Kelima melirikku dengan tatapan masam, "Bukankah kamu sedang berpikir untuk tidak datang? Kalau aku terus seperti ini, bukankah itu sesuai dengan keinginanmu?"
Aku menatapnya dengan tajam, "Kamu harus membiarkan seseorang beristirahat selama beberapa hari, bukan? Tuan muda, aku sangat sibuk. Tidak seperti kamu yang berbaring di ranjang pun masih bisa mendapatkan uang."
Tuan Muda Kelima mendengus dan tidak mengatakan apa-apa.
Mungkin karena aku merasa dia bersalah atau mungkin aku terlalu malas untuk memperhatikannya. Dia memalingkan tubuhnya dan mengabaikanku.
Aku membersihkan bangsal, lalu keluar untuk membujuk perawat kecil itu. Setelah aku mengangkat pergelangan tanganku untuk melihat arloji, jam sudah jam delapan malam.
Perutku keroncongan karena lapar, jadi aku bertanya kepada tuan muda, "Apakah kamu sudah makan malam? Apakah kamu ingin aku membawakan untukmu."
Tuan Muda Kelima mendengus, dia masih mengabaikanku.
Aku keluar untuk bertanya kepada perawat kecil yang masih berdiri di pintu dan menolak masuk ke dalam bangsal, "Apakah kamu sudah makan?"
Perawat kecil itu menggelengkan kepalanya, "Dia menjatuhkan semua makan malam yang aku beli."
"Baiklah."
Aku juga tidak bisa berkata-kata. Aku pergi ke restoran di luar untuk membeli beberapa makanan dan kembali, lalu memberikan satu kepada perawat dan membawa dua ke dalam bangsal.
Tuan Muda Kelima melihat bubur dan lauk pauk yang aku beli. Dia mengerutkan kening, "Kamu hanya memberiku ini?"
"Mau makan apa lagi?" Wajahku sangat masam.
Tuan Muda Kelima menatapku dengan tajam. Tidak tahu kenapa, dia bahkan tidak mengatakan apa-apa. Setelah memakan beberapa suap, dia meminta untuk mengambil semua makanan itu.
Aku menurunkan meja dan membuang semua sisa makanan. Tuan Muda Kelima menatapku dengan tatapan yang sangat aneh. Dia mungkin berpikir, mengapa aku rela membuang makanan? Harus diketahui, ketika aku makan bersamanya, aku tidka pernah membuang makanan. Aku telah tinggal di penjara selama beberapa tahun dan mengembangkan kebiasaan ini.
Aku mengabaikan Tuan Muda Kelima dan hanya duduk di kursi sambil mengutak-atik ponselku. Tuan Muda Kelima merasa bosan dan mengambil ponselnya, lalu memainkannya dengan membosankan.
Ketika aku pergi ke kamar mandi di luar, perawat kecil itu menarik-narik sudut pakaianku, "Kakak, lihat tuan muda lebih mendengarkanmu. Dia pasti menyukaimu. Begitu kamu datang, dia tidak marah lagi. Kamu membuang semua makanan pun, dia tidak mengatakan apa-apa. Aku tahu dia memperlakukanmu secara berbeda."
Aku tertegun sejenak, lalu tertawa lagi. Aku mengangkat tanganku dan menepuk bahu perawat kecil itu, "Kamu terlalu banyak berpikir."
Tuan Muda Kelima menyukaiku, bagaimana mungkin? Aku lebih percaya dia suka menindasku.
Malam itu, Tuan Muda Kelima sangat dian dan terus memainkan teleponnya. Pada saat itu, aku terlalu mengantuk untuk membuka mata. Aku tidur di sofa dengan perawat kecil sepanjang malam. Ketika aku dalam keadaan linglung, aku mendengar Tuan Muda Kelima menelepon, dia meminta orang untuk menjual sesuatu dan membeli sesuatu.
Aku tidak mengerti dan aku bahkan tidak memikirkannya.
Di pagi hari, saat aku hendra pergi bekerja, Hendra datang. Dia berjalan masuk dan memeriksa kaki Tuan Muda Kelima yang terluka, "Dokter berkata kamu pulih dengan baik dalam beberapa hari ini, tapi semua orang di sini mengeluh ada tuan muda bertemperamen buruk di ruangan ini. Setiap hari dia memecahkan barang, mereka tidak tahan lagi, jadi mereka ingin kamu pindah ke rumah sakit lain."
Tuan Muda Kelima menatap Hendra dengan wajah masam, "Jadi kamu akan memindahkanku ke rumah sakit lain?"
Hendra, "Belum sampai ke titik itu, tapi bukan tidak mungkin kalau kamu terus membuat masalah."
Tuan Muda Kelima mencibir, "Kenapa kamu tidak mengirimku pulang saja? Memangnya kenapa kalau kakiku cacat? Masih ada kamu di sisi lelaki tua itu."
Suara Tuan Muda Kelima penuh dengan ejekan, hingga membuat orang berpikir Hendra adalah seseorang yang mengincar harta orang lain.
Hendra berkata dengan tegas, "Aku tahu kamu selalu salah paham denganku dan tidak ada gunanya bagiku untuk menjelaskannya, tapi aku dapat memberitahumu kalau kakimu benar-benar cacat, lelaki tua itu masih memiliki Jesicca."
Hendra memalingkan kepalanya ke arahku, "Apakah kamu akan bekerja? Aku akan memberimu tumpangan."
Tepat ketika aku hendak menyetujuinya, Tuan Muda Kelima sudah berkata dengan suara rendah, "Kenapa kamu bertanya padanya? Kamu tidak perlu khawatir tentang urusannya!"
Emosi aneh tuan muda itu muncul lagi.
Hendra berbalik dan menatap Tuan Muda Kelima dengan tatapan penuh minat, "Aku bisa tidak mengurusnya, tapi kamu harus segera sembuh. Sampai saat itu kamu baru memberiku pelajaran."
Setelah Hendra selesai berbicara, dia langsung berjalan pergi.
Aku juga hendak pergi, Tuan Muda Kelima membanting ponselnya.
"Coba saja kamu berani pergi bersamanya!"
Aku benar-benar tidak bisa berkata-kata, "Tuan, aku akan bekerja. Apakah kamu ingin aku berhenti bekerja?"
Tuan Muda Kelima berkata dengan nada muram, "Kamu boleh pergi, tapi kamu tidak boleh bersamanya!"
Aku menggelengkan kepala dan menghela napas lagi. Tuan muda ini benar-benar dikirim untuk menindasku.
Saat aku meninggalkan bangsal, perawat kecil mengejarku. Dia meraih tanganku dan terus memohon, "Kakak, jangan pergi. Tuan muda sedang marah, begitu kamu pergi, dia akan melampiaskan padaku lagi. Beberapa hari lalu kamu tidak datang, emosinya sangat buruk. Dia terus membanting barang-barang dan memarahiku setiap hari."
Aku tidak mengerti. Apakah aku datang atau tidak ada hubungannya dengan Tuan Muda Kelima yang kehilangan kesabaran? Aku hanya menjawab, "Aku tahu, aku akan datang di malam hari."