Chereads / Kelembutan yang Asing / Chapter 108 - ##Bab 108 Beri Aku Alasan

Chapter 108 - ##Bab 108 Beri Aku Alasan

Namun, pada malam hari, aku melupakan masala ini karena aku bertemu Gabriel di perusahaan. Beberapa hari yang lalu, Perusahaan Keluarga Halim menandatangani kontrak hukum dengan Kewell.

Saat itu jam tiga sore. Aku melihat Gabriel dan supervisor perusahaan keluar dari kantor. Supervisor mengantarnya ke pintu masuk lift. Gabriel memasuki lift dan supervisor itu pergi. Pintu lift ditutup. Sebelum lift itu turun, aku menekan tombol lagi dan pintu lift terbuka.

Gabriel melihatku melangkah dengan kaget, "Apa yang kamu lakukan?"

Aku tersenyum pada Gabriel, lalu menekan tombol tutup pintu dan pintu lift tertutup. Aku berjalan ke arah Gabriel, kemudian mengangkat satu kakiku dan menggosok celananya yang lurus, Gabriel ketakutan. Dia melangkah mundur dan membentur ke dinding lift, "Apa yang mau kamu lakukan?"

Tubuhku mendekat ke arahnya, kakiku sepertinya bergesekan kakinya dengan tatapan yang menggodanya. Satu tanganku sudah mengeluarkan ponsel dari sakunya dan berkata dengan dingin, "Siapkan ruang VIP di Klub Pesona Malam, telepon Candra dan katakan padanya ada sesuatu yang penting untuk didiskusikan pada jam delapan malam."

"Apa yang ingin kamu lakukan?"

Gabriel menatapku dengan ngeri. Saat napasku mendekat ke arahnya, kepala Gabriel terus miring ke belakang dan akhirnya membentur dinding lift.

Aku mengangkat tanganku untuk mencubit dagu Gabriel, "Kalau kamu tidak menelepon Candra, aku akan berteriak kamu melecehkanku. Sekarang kita berada di Kewell...."

Wajah Gabriel memerah. Dia mengambil ponsel, lalu menjentikkan jarinya di layar beberapa kali. Pertama memesan ruang VIP di Klub Pesona Malam, kemudian menelepon Candra, "Kak Candra, aku Gabriel. Malam hari di Klub Pesona Malam, aku punya sesuatu penting untuk diberitahukan kepadamu."

Setelah Gabriel selesai berbicara, dia menutup telepon.

Aku melepaskan dagu Gabriel, lalu menarik kakiku dan mengangkat sudut bibirku. Tadi malam orang ini berkata aku hamil, sehingga aku dibius oleh Candra dan hampir diaborsi olehnya. Jadi, anggap saja ini sebagai pembalasan untuknya.

Aku tersenyum pada Gabriel. Saat berikutnya, aku mengambil ponselnya, "Gabriel, kemarin kamu hampir mencelakaiku. Aku anggap masalah hari ini sebagai permintaan maaf darimu."

Pintu lift terbuka dan aku melihat wajah Gabriel berubah dari merah menjadi pucat. Aku pergi sambil membawa ponselnya.

Setelah bekerja, pertama-tama aku kembali ke apartemen. Aku bercermin, memakai riasan tebal dan mengenakan gaun hitam panjang hingga aku tidak mengenali diriku sendiri. Aku mengenakan mantel dan meninggalkan apartemen.

Klub Pesona Malam adalah klub terbesar dan termewah di kota ini, setiap hari dipenuhi dengan para pria cabul.

Candra menelepon ke ponsel Gabriel, "Jam berapa kamu sampai? Cepatlah, aku masih ada urusan."

Aku tahu Candra telah tiba.

Aku mengirim pesan dari ponsel Gabriel, "Kamu minum dulu, tunggu aku beberapa menit, aku akan segera ke sana."

Saat mengirim pesan, aku memberi pelayan menawan satu juta, "Antar segelas air ke ruang VIP 302 dan masukkan ini ke dalamnya."

Aku menyerahkan obat yang telah aku siapkan kepada pelayan. Melihat lima ratus dolar di tanganku, lalu melihat obat itu dan akhirnya dia memilih uang.

Setelah beberapa saat, pelayan memasuki ruang VIP 302 sambil membawa segelas air.

Lima menit kemudian, aku mendorong pintu ruang VIP itu.

Di ruang VIP, Candra menelepon Gabriel sambil membelakangi pintu. Tentu saja, ponsel Gabriel telah aku matikan. Aku mendengar Candra bergumam pelan, "Ponselnya mati? Apa yang dia lakukan?"

Sebelum Candra berbalik, aku mengarahkan pisau buah ke arahnya.

Candra sama sekali tidak menduga hal ini. Saat dia merasakan benda tajam di antara tulang rusuknya, tubuhnya menegang. Dia menoleh dan melihat orang itu adalah aku, alisnya yang tebal tanpa sadar mengernyit.

"Duduk!" perintahku dengan suara yang dalam dan melihat ke arah gelas itu. Aku melihat tidak ada lagi air di dalam gelas dan hatiku merasa sedikit lebih nyaman.

Mata dalam Candra dingin dan curiga, "Apa yang ingin kamu lakukan?"

Akan tetapi, aku sudah membungkukkan kakiku dan mendorong lututku masuk ke lutut Candra. Aku mengerahkan kekuatannya, hingga tubuh Candra tidak stabil. Jadi, dia segera tersungkur ke depan, tubuhnya yang tinggi terbentur dan jatuh ke sofa.

Aku melihat Candra mengerutkan kening, dia sepertinya merasakan sesuatu yang aneh di tubuhnya, "Apa yang ada di dalam air?"

Candra sangat pintar, dia sudah menduga ada hal yang tidak beres dengan air itu.

"Sama sepertimu, aku akan membiarkanmu tidur sebentar." Aku membungkuk dan memberi isyarat dengan pisau yang mengarah ke leher Candra.

Candra menggelengkan kepalanya, kelopak matanya mulai terasa berat, "Yuwita, jangan main-main!"

Aku mencibir dan aku menggunakan tali yang telah aku siapkan untuk mengikat tangannya yang lemah, "Candra, apa yang kamu lakukan padaku kemarin, aku akan membalasnya hari ini!"

Candra menggertakkan giginya, tapi dapat dilihat kesadarannya mulai menurun.

"Apa yang ingin kamu lakukan?"

"Jangan khawatir, kamu akan merasa sangat nyaman."

Aku menggertakkan gigiku dengan dingin dan segera berteriak, "Kalian semua masuk!"

Pada saat ini, pintu ruangan terbuka lebar dan tiga wanita mengenakan pakaian seksi dengan tubuh yang menggoda. Mereka tertawa dan mengelilingi Candra. Ada yang menarik dasinya, melepas jaket jasnya dan membuka ikat pinggang Candra.

Wajah Candra yang semula cerah menjadi merah, "Berhenti! Minggir!"

Dapat dilihat dia berusaha mati-matian untuk mempertahankan kesadarannya, "Yuwita, tunggu saja, Aku tidak akan mengampunimu!"

Aku mengabaikan ancaman Candra, lalu mendengus dingin dan berbalik. Tentu saja, sebelum aku pergi, aku juga menelepon beberapa media. Candra, Direktur PT. Sinar Muda bermain wanita di PT. Sinar Muda....

Aku memesan segelas anggur di bar aula, lalu meminumnya dan berjalan pergi.

Aku tidak tahu bagaimana berita ini akan menyebar di Internet besok, tapi pasti akan luar biasa. Malam ini, aku terbangun dari mimpiku dan tertawa beberapa kali. Candra, akhirnya aku membalas dendam padamu.

Meskipun cara balas dendam sangat tercela, aku hanya bisa menggunakan cara ini untuknya. Bagaimanapun, dia juga menggunakan cara yang sama licik kepadaku.

Hal yang aneh adalah saat tengah malam, ketika aku menggunakan ponselku untuk menjelajahi Internet, aku tidak melihat berita tentang Candra bermain wanita di Internet. Seharusnya berita di Internet akan menyebar begitu cepat., tidak mungkin masih belum ada berita apa pun hingga sekarang.

Di pagi hari, aku mencari berita di halaman web lagi, masih tidak ada.

Aku mulai merasa tidak enak, mungkinkah kemarin wanita-wanita itu tidak berhasil? Semua uangku terbuang sia-sia?

Cindy pergi pagi-pagi sekali dan aku siap untuk pergi bekerja dengan penuh ragu. Namun, ketika aku membuka pintu keamanan dan hendak pergi, tiba-tiba aku melihat seseorang berdiri di pintu.

Pria yang bertubuh tinggi dengan agresif dan memancarkan aura dingin. Aku tersentak kaget dan pria itu telah berjalan masuk.

"Yuwita!"

Candra menepuk pintu.

Hatiku langsung panik. Memikirkan adegan tadi malam, apakah orang ini datang untuk membalas dendam?

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

Tanpa sadar aku berjalan mundur. Dari sudut mataku, aku mencari sesuatu untuk membela diri.

Aku melihat kruk di sudut dinding. Saat berikutnya aku hendak berlari ke arah itu, tapi tangan Candra menarik lenganku dengan cepat dan memutar tubuhku. Tubuhku langsung terhempas dalam pelukannya.

Candra menghela napas di telingaku, "Yuwita, rencanamu bagus, tapi sayangnya kamu sedikit bodoh!"

"Bagaimana kamu bisa melarikan diri?"

Napasku terengah-engah dan wajahku memerah karena dia yang tiba-tiba memelukku.

Candra mendengus dingin, "Aku sama sekali tidak minum air itu!"

"Hanya orang bodoh sepertimu yang mengira aku akan dibodohi olehmu!"

Napas dingin Candra menerpa wajahnya dan matanya yang penuh dengan ejekan.

Dia bahkan tidak meminum air itu dan aku tercengang. Apakah orang ini sudah menebak air itu telah diberi obat? Atau apakah dia sudah curiga sejak awal?

"Hari ini aku akan memberi pelajaran padamu, kemudian baru memberi pelajaran pada Gabriel."

Candra mengangkat tangannya untuk melepaskan dasinya. Aku kaget dan panik, "Apa yang ingin kamu lakukan? Jangan sentuh aku!"

Candra, "Sudah tiga tahun, tapi aku sangat merindukan tubuhmu. Saat yang tepat untuk memeriksa apakah kamu pernah berhubungan dengan pria lain?"

Dia melemparkan dasinya, lalu menggendongku dan berjalan ke kamar tidurku. Dua kamar tidur, dia menemukan kamarku dengan tepat dan langsung berjalan masuk.

"Yuwita, kamu memberiku alasan untuk menginginkanmu!" ucap Candra dengan keras ketika dia menekan di atasku.

Aku berjuang mati-matian, tetapi itu sia-sia. Dengan Candra yang mampu bertarung Hendra, seorang pensiunan prajurit khusus, perjuangan dan serangan balikku seakan semut yang memukul gajah, memukul batu dengan telur. Aku dengan cepat kehabisan napas. Aku kelelahan hingga hanya bisa membiarkan dia memegang tangan dan kakiku.

Dalam pernikahan kami, dia selalu lembut dan tidak pernah kasar. Akan tetapi sekarang, dia sangat kasar.

"Kamu tidak berhubungan dengannya, 'kan?"

Tubuh Candra menekan di atasku, dengan butiran keringat di dahinya. Aku menarik tangan kananku dan menampar wajahnya.

"Candra, kamu mengotoriku!"

Pipi Candra dengan cepat berubah menjadi merah dan lima sidik jari jelas terlihat di pipinya.

Namun, dia tidak marah, tapi malah mengangkat sudut bibirnya ke arahku. Dia mengeluarkan senyum main-main dan bangga, "Aku hanya sekali berhubungan dengan Stella. Aku menahan diriku selama tiga tahun. Yuwita, hari ini aku telah menyerahkan semuanya."

Punggungnya yang kuat dan bagus itu meneteskan keringat dan butiran-butiran keringat juga menetes dari dahinya.

"Yuwita, aku puas." Dia berhenti sejenak dan terengah-engah, "Kamu masih milikku. Apa yang aku lakukan selama ini tidak sia-sia."

Tangan kananku terangkat lagi dan aku kembali menamparnya dengan keras, "Candra, kamu menjijikkan!"

"Kamu pukul saja. Kamu bisa memukul sesukamu. Aku adalah milikmu dan aku memberimu apa yang telah aku simpan selama tiga tahun. Apakah aku masih takut kamu menamparku beberapa kali?"

Dia berbaring di dadaku dan kembali menerima tamparanku.