Apartemen Cindy berada di lantai lima, tidak ada lift dan harus naik tangga ke atas. Tuan Muda Kelima menggendongku selangkah demi selangkah. Dia berkata sambil berjalan , "Saat menggendongmu, aku tidak merasa berat. Kenapa sekarang begitu berat? Beri tahu aku berapa beratmu?"
Aku, "..."
Berat badan seorang wanita adalah sebuah rahasia.
"Aku tidak tahu. Kamulah yang ingin menggendongku. Kalau kamu menyerah di tengah jalan, kamu bukan laki-laki."
Aku sengaja menghinanya. Siapa yang menyuruhnya membuang krukku. Tanpa benda itu, bagaimana kelak aku berlatih berjalan? Bagaimana aku pergi bekerja besok?
Tuan Muda Kelima mendengus, "Aku menyerah di tengah jalan? Aku tidak akan pernah melakukan itu!"
Penghinaanku semakin membangkitkan kesombongan tuan muda ini. Dia menggendongku di punggungnya, lalu melangkah maju dengan sangat cepat, sesekali dia melompat dengan tiba-tiba dan melangkah dua anak tangga. Aku ketakutan hingga berteriak.
"Pelan-pelan dan hati-hati."
Jika orang ini tidak menginjak dengan kuat, maka kami berdua akan terjatuh. Aku mungkin akan menjadi alas dan menjadi kue karena tertimpa oleh tubuhnya yang kekar ini.
Tuan Muda Kelima terkekeh beberapa kali, "Begini saja kamu sudah takut? Lihat apakah kamu berani menantangku atau tidak!"
Aku hampir memohon berulang kali, "Tuan, aku salah, tolong berjalanlah dengan baik, aku tidak ingin menjadi kue!"
Meskipun Tuan Muda Kelima memiliki temperamen yang buruk, dia adalah orang yang akan kalah telak jika seseorang bersikap lembut padanya. Setelah mendengar aku memohon padanya, dia memperlambat langkahnya, "Hmm, baguslah kalau kamu takut."
Akhirnya, dia menaiki tangga sambil menggendongku yang memiliki berat hampir 50 kilo di punggungnya. Ketika Tuan Muda Kelima berbicara, dia kehabisan napas. Tanganku yang merangkul di lehernya juga merasakan keringatnya.
Ketika kami tiba di lantai lima, Tuan Muda Kelima menurunkanku, lalu dia melepaskan kancing di lehernya dan terus mengipas dengan tangannya yang besar.
Aku membuka kunci pintu, lalu memegang gagang pintu dan tertatih-tatih masuk ke dalam rumah. Aku menyalakan lampu di ruang tamu, kemudian tertatih-tatih ke kamar mandi untuk mengambil handuk bersih dan menyerahkannya kepada Tuan Muda Kelima, "Nih, seka keringatmu."
Tuan Muda Kelima melirik handuk itu, dia malah menyodorkan separuh wajahnya, "Nih."
Tindakannya membuatku terkejut sesaat, tuan muda ini memintaku untuk mengusap wajahnya. Aku mengerutkan kening dan dengan enggan menyeka handuk di wajahnya yang tampan beberapa kali.
Tuan Muda Kelima mengerutkan kening, "Kamu sedang membersihkan toilet!"
Aku terkekeh, "Kau yang memintaku menyeka keringatmu. Aku tidak bilang aku membersihkan toilet."
Lengan panjang Tuan Muda Kelima tiba-tiba jatuh di pinggangku dan memelukku. Seketika, tubuhku langsung bersandar ke dalam pelukannya, dia menundukkan kepalanya, bibirnya yang tipis dan panas mengembuskan napas hangat ke arahku, "Kakimu tampaknya sudah membaik. Bagaimana kalau malam ini kamu membayar kebaikanku dengan tubuhmu."
Mata indah seperti manik-manik mengkilap Tuan Muda Kelima bersinar dengan minat yang kuat. Tiba-tiba dia menggendongku dan berjalan masuk ke kamar tidur di arah berlawanan.
Melihat tubuhnya yang kekar hendak menerkamku. Aku melambaikan tanganku ketakutan, "Tidak, ini bukan ranjangku, aku tinggal bersama orang lain."
Kamar ini adalah kamar Cindy .
Tuan Muda Kelima mengerutkan kening, lalu dia memarahi dengan sangat tidak senang, "Buat masalah!"
Dia menarik kerahku dan dengan kasar menggendongku di bahunya. "Apakah ruangan itu?" tanya dia sambil menunjuk ke kamar yang berlawanan.
"Ya."
Aku menjadi pengecut dan tidak percaya diri.
Memikirkan Cindy yang tiba-tiba kembali, apakah aku harus menemukan lubang untuk mengubur diriku?
Namun, tuan muda kelima telah menggendongku ke kamarku. Wajah cantik yang tidak seperti manusia berada dekat di depanku. Dia sedikit menyipitkan matanya lalu menciumku.
Ketika aku memejamkan mata, seluruh tubuh aku bergetar tak terkendali. Jika Cindy tiba-tiba kembali, apakah dia akan terkejut?
Apa yang dikatakan akan segera muncul. Tepat ketika aku khawatir akan dilihat oleh Cindy, terdengar suara pintu keamanan terbuka, kemudian suara Cindy berjalan masuk, "Clara? Apakah kamu di dalam rumah?"
Aku mengerang dalam hatiku, lalu mendorong Tuan Muda Kelima dari atas tubuhku. Aku merangkak bangun dengan panik, tanpa memedulikan kakiku yang terluka hingga aku menjerit kesakitan.
Sementara Tuan Muda Kelima, dia didorong olehku hingga berguling ke lantai. Pada saat ini, ekspresinya seakan ingin membunuhku.
Cindy sudah masuk dan melihat wajahku yang memerah, serta wajah masam dan menyedihkan Tuan Muda Kelima yang bangkit dari lantai sambil memarahi dan mengumpat, mulut Cindy berkedut, "Kalian...."
Dia memandang Tuan Muda Kelima dengan tidak percaya, lalu ke arahku. Akhirnya, dia berbalik, "Lupakan saja, aku tidak melihat apa-apa."
Cindy kembali ke kamarnya dengan wajah tertekan dan menutup pintu rapat-rapat.
Tuan Muda Kelima tidak sabar untuk mencekikku, dia menggertakkan giginya padaku, "Seperti ini caramu membalasku? Sialan."
Tuan Muda Kelima menepuk-nepuk pakaiannya, wajahnya sangat frustrasi dan marah, "Aku akan menyelesaikan masalah ini denganmu nanti!"
Tuan muda kehilangan minatnya dan pergi dengan wajah masam.
Aku menghela napas dan duduk di tempat tidur. Aku mengangkat tanganku dan menepuk dadaku sambil berpikir dalam hati. Kali ini, Tuan Muda Kelima mungkin akan marah besar.
Belum lagi diganggu oleh seseorang, dia bahkan didorong olehku. Tuan muda ini akan marah selama beberapa hari.
Aku malu untuk pergi mencari Cindy dan menjelaskan apa yang terjadi barusan, tapi Cindy malah datang sendiri.
Dia bertanya dengan marah, "Apakah kakimu sudah sembuh? Apakah tidak sakit lagi?"
Aku tertawa dengan malu, tidak bisa berkata apa-apa.
Cindy mendengus marah, "Lupakan saja, kamu bukan anak kecil lagi, normal kalau tubuhmu membutuhkannya."
Cindy kembali ke kamar dengan depresi, dia meninggalkanku sendirian dengan sudut bibirku yang berkedut.
Keesokan harinya. Aku yang kehilangan kruk harus berpegangan pada tangga untuk turun. Setelah menuruni beberapa anak tangga, sebuah tangan menopangku dari belakang.
Aku berbalik, lalu melihat Cindy dengan mulut cemberut dan menatapku sinis, "Hanya memikirkan kebahagiaan, hingga kamu kehilangan krukmu?"
Sudut mulutku berkedut dan aku hanya bisa tertawa malu. Siapa suruh tadi malam aku tertangkap basah oleh Cindy?
Cindy selalu menentangku bersama dengan Tuan Muda Kelima. Namun tadi malam, kami hampir berhubungan di depan matanya.
"Lupakan saja, hari ini aku bangun pagi. Aku akan memberimu tumpangan."
Walaupun Cindy masih marah, dia masih sangat baik padaku. Dia mengantarku langsung ke Kewell dan baru berangkat kerja.
Sebelum aku turun dari mobil, aku melihat rekan yang kemarin memapahku. Dia memegang kruk sambil berdiri di bawah tangga pintu perusahaan dan melihat ke kejauhan. Aku tahu dia sedang menungguku dan mengembalikan krukku agar aku tidak kesulitan berjalan.
Aku hendak memanggilnya, tapi dia telah melihatku dan dia berjalan ke arahku sambil membawa kruk.
"Terima kasih."
Dengan adanya kruk, aku seperti telah mendapat dukungan.
Rekanku bernama Monica, dia adalah orang yang sangat berhati hangat. Dia membantuku menaiki tangga dan berkata, "Orang yang bernama Stella itu benar-benar bukan orang baik. kamu hanya patah kaki. Dia bahkan mengataimu cacat. Siapa dia?"
Aku tersenyum dengan acuh tak acuh, "Aku tidak akan bisa menyumbat mulutnya."
Monica berkata, "Benar katamu."
Tiba-tiba dia mengangkat alisnya lagi, "Kak Clara, siapa pria tampan yang menggendongmu tadi malam? Dia sangat tampan. Apakah dia pacarmu?"
Aku sedikit tercengang dengan ekspresi Monica yang terpesona, sepertinya dia belum pernah melihat video-video di Internet. Dia tidak tahu hubunganku dengan Tuan Muda Kelima.
"Eh, dia adalah temanku."
"Bolehkah kamu mengenalkannya padaku?" Mata monica dipenuhi dengan bintang yang berbinar-binar.
"Oke. Kalau ada kesempatan, aku akan memperkenalkannya padamu."
Aku hanya membujuk Monica. Tidak masalah jika Tuan Muda Kelima adalah orang biasa. Dia adalah seorang playboy. Aku tidak boleh membuat gadis kecil itu celaka.
Siang hari, rekan-rekanku semua pergi ke ruang makan. Aku bersandar di mejaku untuk beristirahat sejenak dan menunggu Monica membawakan makanan padaku.
Ketika aku sedang setengah sadar, sepertinya ada seseorang yang membelai rambutku dengan lembut dan aku mendengar suara yang familier, "Gadis bodoh, jangan terlalu berani mengatai orang."
"Siapa?"
Aku membuka mata aku dan melihat dengan linglung, tapi aku tidak melihat siapa pun dan aku bergumam, "Bermimpi lagi."
Aku tertidur lagi.
Sampai Monica kembali sambil membawa kotak makan siang dan mendorong lenganku untuk membangunkanku, "Bangun, waktunya makan."
Aku baru membuka mata, Monica membuka kotak makan siang dan berkata sambil tersenyum, "Lihat, apa yang aku bawakan untukmu? Ayam pedas, ini adalah makanan favoritku."
"Terima kasih."
Aku mengambil kotak makan siang, mencicipinya sambil tersenyum dan berkata dengan ramah, "Wah, enak sekali."
Sebenarnya aku tidak tertarik dengan hidangan ini, tapi gadis kecil itu sangat baik, jadi aku harus menunjukkan bahwa aku sangat menyukainya. Setelah itu, ketika aku meminta gadis kecil itu untuk membawakan aku makanan, dia pasti akan membawakanku ayam pedas.
"Kak Clara?"
Monica menyipitkan matanya sambil tersenyum, ekspresi di wajahnya sepertinya sedang merencanakan sesuatu.
"Hmm?"
Aku terkejut.
Monica berkata, "Kamu harus pegang ucapanmu."
"Eh? Oh, oh."
Aku baru menyadari gadis kecil itu yang masih memikirkan tuan muda yang tampan.
Monica pergi ke mejanya dengan bahagia. Namun, saat aku sedang makan ayam, aku teringat mimpi tadi, gambaran itu terasa nyata, sebenarnya apa itu?
Saat hendak pulang kerja, Tuan Muda Kelima meneleponku, "Datanglah setelah pulang kerja, aku akan meminta seseorang mengirim kursi roda untukmu."
Aku menyemburkan teh di mulutku.
"Tuan Muda, kamu benar-benar memperlakukanku sebagai orang lumpuh."
Tuan Muda Kelima mendengus, "Apakah kamu tidak lumpuh?"
Huh! Aku benar-benar tidak bisa berkata-kata karena tuan muda ini.
Setelah pulang kerja, seseorang datang menjemputku. Pria itu mendorong kursi roda dan berkata sambil tersenyum, "Nona silakan duduk."
Aku menatapnya dengan tajam. Dalam hatiku, aku bergumam, 'Matamu yang mana melihat aku butuh kursi roda?'
Aku menggunakan kruk, mengabaikan pria itu dan berjalan menuruni tangga selangkah demi selangkah.
Melihat aku seperti ini, pria itu mendorong kursi rodanya ke bawah dan ingin datang untuk memapahku, tapi aku mengabaikannya dan berjalan ke mobil yang dikendarainya. Aku membuka pintu dan duduk sendiri.
Pria itu datang, mengambil krukku dan memasukkannya ke dalam bagasi. Dia juga memasukkan kursi roda itu.
Aku diantar ke Apartemen Tuan Muda Kelima oleh pria ini. Aku masuk ke lift sambil menggunakan kruk, lalu berjalan ke pintu Tuan Muda Kelima dan mengetuk pintu.