Chereads / Kelembutan yang Asing / Chapter 92 - ##Bab 92 Si Cantik Tanpa Kaki

Chapter 92 - ##Bab 92 Si Cantik Tanpa Kaki

Tuan Muda Kelima membuka pintu. Dia mengenakan pakaian rumah kotak-kotak. Dia menunjukkan ekspresi malas di wajahnya, tapi juga ada ekspresi cemberut di wajahnya. Tuan muda ini mungkin masih ingat adegan aku mendorongnya turun dari ranjang tadi malam.

"Aku lapar, ayo masak."

Tuan Muda Kelima berbalik dan masuk ke kamar dengan wajah masam.

Aku berdiri di pintu dengan kruk, "Mau makan apa?"

"Mi."

"Oh."

Aku berbalik untuk membeli bahan-bahan. Dalam ingatanku, rumah tuan muda tidak pernah memiliki bahan makanan.

Tuan Muda Kelima melihat aku hendak pergi, dia menambahkan, "Semuanya sudah dibeli."

Aku menoleh ke belakang dan melihat ekspresinya masih masam. Sungguh disayangkan wajahnya yang sangat tampan itu terus-menerus cemberut.

Aku pergi ke dapurnya dengan kruk dan kakiku sangat tidak lincah. Setelah memilah dan mencuci, aku memotong bahan-bahannya. Tentu saja, ketika aku melakukan pekerjaan ini, aku tidak mungkin menggunakan kruk. Aku berdiri menggunakan satu kakiku, bahkan saat memasak sup juga seperti itu. Kerja keras itu dapat dibayangkan.

Tuan Muda Kelima berdiri di pintu dapur, bersandar pada pintu dengan bahunya yang lebar sambil memperhatikanku sibuk dan memikirkan sesuatu.

Saat mi sudah siap, aku bersusah payah mengeluarkan kuah mi. Alasan kenapa aku bersusah payah karena aku harus memegang garpu dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang mangkuk. Hanya aku yang tahu seberapa lelah kakiku. Aku bahkan tidak bisa berdiri tegak lagi.

Melihat kakiku yang lelah dan gemetar, Tuan Muda Kelima datang, lalu mengambil mangkuk dari tanganku dan mengambil sayuran yang sudah disiapkan.

Aku mengangkat tanganku untuk menyeka keringat tipis dari dahiku dan bergumam di dalam hatiku, 'Aku berhutang budi pada tuan muda ini. Kalau tidak, membunuhku pun aku tidak akan memasak makanan yang melelahkan dengan kakiku yang tidak bisa berdiri normal.

Harus diketahui Tuan Muda Kelima sangat pemilih. Setiap kali dia makan makanan yang aku buat, dia tidak akan pernah lupa untuk menghinaku.

Hal ini juga yang memberiku tekanan yang tidak terlihat agar aku bisa memasak makanan lebih enak.

Meskipun selera tuan mudanya benar-benar rumit.

Tuan Muda Kelima duduk di depan meja makan, lalu memasukkan beberapa hidangan ke dalam sup mi. Setelah itu, dia menyendok dan makan beberapa suap, alisnya mengernyit semakin kuat.

"Benar-benar semakin sulit dimakan, seperti makan kayu."

Sudut mulutku berkedut. Selera tuan muda ini bukan yang paling rumit, tapi semakin rumit. Mie yang aku buat dengan bersusah payah, dia bahkan mengatakan seperti makan kayu.

Meskipun hatiku merasa tidak puas, aku berutang kepada tuan muda ini. Tidak peduli seberapa tidak puas, aku tidak bisa mengatakannya. Aku hanya bisa diam-diam memelototinya dengan mata yang tajam bagaikan pisau.

"Lumayanlah. Siapa suruh ibuku sangat cepat mati. Seumur hidup, aku tidak akan bisa makan mi buatan ibuku lagi."

Tuan muda ini merendahkanku sambil makan dengan nikmat. Dengan cepat, semangkuk besar mi dengan beberapa hidangan pelengkap masuk ke dalam perutnya.

Dia menyampingkan mangkuk dan garpu, lalu bangkit dan pergi ke ruang tamu seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Setelah dihina olehnya, aku mengatup bibirku sambil membantunya membersihkan piring dengan enggan.

Ketika aku selesai mencuci piring dan kembali ke ruang tamu dengan kruk, Tuan Muda Kelima menoleh dan tertawa terbahak-bahak.

Tawa ini seketika membuat emosiku meledak, aku bersandar pada kruk dan berkata, "Apa yang kamu tertawakan? Belum pernah melihat orang dengan kaki cedera?"

Tuan Muda Kelima tidak marah padaku, dia hanya tersenyum dan menatap kaki kiriku yang tidak berdaya dengan tatapan main-main, "Ternyata si cantik tanpa kaki akan terlihat sangat jelek."

Aku mengumpat.

Mata tajamku terus-menerus mengarah pada Tuan Muda Kelima.

Tuan Muda Kelima tidak menganggapnya serius, dia tertawa jahat sendirian. Aku menghela napas dan malas untuk memperhatikannya, "Tuan Muda, kalau kamu tidak ada urusan lagi, aku sudah harus pergi."

Aku mengambil tasku dan bersiap untuk pergi.

Tuan Muda Kelima berhenti tertawa, lalu berjalan sambil tersenyum dan mendekatkan wajahnya yang cantik ke wajahku, "Kamu belum membalas budi kepadaku, bagaimana kamu bisa pergi?"

Saat dia mengatakan itu, wajahku memerah.

Jika dia ingin memintaku membalas budi, juga harus memiliki pikiran seperti itu, tolong, "Sekarang, aku sedang tidak berniat melakukan itu."

Aku mendengus dengan kesal, lalu membuka pintu dan hendak pergi, tapi aku nyaris bertabrakan dengan orang yang hendak masuk.

Hendra, dia datang.

Saat melihatku, Hendra sedikit mengernyit, "Kenapa kamu ada di sini?"

"Kenapa dia tidak bisa berada di sini?"

Tuan Muda Kelima berjalan perlahan, lalu merentangkan tangannya yang panjang untuk merangkul pinggangku dan meletakkan punggungku ke dalam pelukannya. Dadanya sangat keras dengan perut berotot dan pria ini masih memelukku dengan kuat, membuat tubuhku bersandar ke dalam pelukannya. Dengan demikian, aku berdiri di depan Hendra dengan postur yang sangat ambigu.

Aku sangat canggung, tapi aku tidak bisa mendorong Tuan Muda Kelima pergi. Tuan muda ini memiliki temperamen yang sangat aneh. Semakin kita tidak ingin melakukannya, dia akan semakin memaksanya.

Selain itu, dijamin dia akan membuat kamu dan orang yang menonton semakin malu.

Alis Hendra sedikit menegang. Kulitnya awalnya berwarna putih, pada saat ini wajahnya memerah karena marah dan jari-jari kedua tangan ditekuk. Aku seakan mendengar suara buku-buku jari yang digenggam kuat, tapi dia berusaha keras menahan emosinya, "Adik kelima, terserah kamu mau melakukan apa pun pada wanita lain, tapi tidak untuknya!"

Tuan Muda Kelima mengangkat alisnya yang tebal dan ekspresinya menjadi semakin marah, "Apa yang kamu maksud dengan aku bisa melakukan apa pun pada wanita lain? Tapi tidak untuk dia? Dia adalah wanitaku, apakah kamu lupa? Atau kamu masih mencintainya dan ingin merampas istri adikmu?"

Tuan Muda Kelima membuat wajah Hendra menjadi merah, kemarahannya yang dalam hampir meluap. Jika orang yang mengatakan ini adalah Candra, tinju Hendra pasti sudah melayang keluar, tapi orang ini adalah Tuan Muda Kelima, Putra tunggal ayah angkatnya. Hendra menahan amarahnya.

"Adik Kelima, kalau kamu bukan satu-satunya putra ayah, aku sudah memukulmu sejak tadi."

Tuan Muda Kelima tertawa, tawanya terdengar jahat dan sombong, "Jadi, apakah kamu masih mencintainya?"

Kemarahan di wajah Hendra semakin menumpuk, tinju dengan urat biru sepertinya sudah akan jatuh di wajah tampan Tuan Muda Kelima. Aku sangat cemas dan tidak bisa membiarkan keduanya bertarung. Aku juga tidak suka kata-kata Tuan Muda Kelima tentang "masih mencintainya".

Hendra adalah temanku dan kakak dari Tuan Muda Kelima. Mereka adalah saudara. Aku tidak bisa melihat mereka bertengkar.

Aku segera menepis lengan Tuan Muda Kelima, "Tuan Muda Kelima, Kepala Biro Hendra, kalau kalian tidak puas, kalian dapat menyelesaikannya sendiri, tapi tolong jangan biarkan aku terjebak di tengah."

Aku sangat marah. Aku membuka pintu dan pergi karena tidak ingin menjadi pemicu perkelahian antara dua bersaudara itu.

Namun, aku baru saja keluar dari rumah Tuan Muda Kelima, Hendra sudah berbalik dan mengikutiku dengan langkah besar.

"Kamu sulit untuk berjalan, aku akan menggendongmu."

"Tidak butuh!"

Aku dengan marah menepis lengan Hendra yang terentang.

Hendra melanjutkan lagi, "Aku memperlakukanmu sebagai adikku, aku tidak punya niat lain."

Aku berkata dengan suara nyaring, "Cukup, aku bukan adikmu, aku menghargai perhatian dan pengertianmu kepadaku, tapi aku sudah dewasa. Aku tahu apa yang aku lakukan. Tolong jangan terlalu khawatir tentang apa yang aku lakukan. Aku tahu harus berbuat apa."

Hendra terdiam oleh kata-kataku untuk waktu yang lama dan tidak bergerak. Tubuhnya yang kekar berdiri di sana dengan kaku seolah telah disambar petir. Sementara aku sudah menekan tombol lift. Saat pintu lift terbuka, aku berjalan dengan kruk.

Namun, ketika aku keluar dari lift, Hendra masih bergegas keluar dari lift lain.

"Tunggu sebentar, aku akan mengantarmu."

Dia berjalan sangat cepat. Saat aku keluar dari gedung, mobil Hendra sudah menepi dan berhenti di depanku.

"Naiklah, aku akan mengantarmu."

"Tidak, terima kasih," kataku dengan dingin. Kepedulian Hendra terhadapku telah membuatku merasa aneh. Sikapnya ini bukanlah kekhawatiran yang seharusnya dimiliki oleh teman biasa.

Hendra turun dari mobil, dia berjalan ke arahku dan berkata dengan sangat lembut dan sabar, "Tolong percaya padaku, aku benar-benar menganggapmu sebagai adikku."

Aku melihat pria di hadapanku, dia memiliki fitur wajah yang sangat ramah. Dia juga baik dan kata-katanya sangat tulus.

"Oke, tapi tolong kelak jangan ikut campur dalam urusanku."

aku menyerah.

Baru saat itulah Hendra tersenyum. Dia tampak bahagia, dia membantuku membuka pintu belakang, lau membantuku masuk mobil dan menyimpan krukku di bagasi.

Hendra mengantarku kembali ke apartemen. Dia ingin memapahku ke atas, tapi aku menolak, "Aku bisa melakukannya sendiri."

Dia masih terlihat khawatir, tapi melihat sikap tegasku, dia tidak punya pilihan selain mengikuti keinginanku.

Ketika aku memasuki rumah, Cindy sudah kembali. Dia jarang kembali lebih awal.

Dia duduk di sofa sambil menyesap secangkir kopi seperti biasa. Dia mengangkat kelopak matanya dan melirikku, "Kamu pergi mencari Tuan Muda Kelima lagi? Kakimu masih belum sembuh, tapi kamu tidak beristirahat."

Cindy adalah orang yang paling tidak merestui hubunganku dengan Tuan Muda Kelima, jadi kata-kata keprihatinan menjadi sarkastis.

Aku meletakkan krukku di sudut pintu, lalu melompat dengan satu kaki ke sofa dan duduk di samping Cindy, "Jangan khawatir, antara aku dan dia tidak terjadi apa pun."

Cindy menghela napas, "Bagaimana dengan kemarin? Kalau aku tidak kembali kemarin, bukankah kalian akan bermesraan bersama?"

Sudut mulutku berkedut, Cindy benar-benar menggunakan kata bermesraan untuk menggambarkan masalahku dengan Tuan Muda Kelima kemarin.

Cindy berkata, "Aku hanya tidak ingin kamu terlalu bebas. Tuan Muda Kelima adalah orang yang pemarah. Dia tidak akan bisa menjadi pasanganmu. Clara, kamu harus tetap sadar."

Cindy berbicara , dia menepuk dahiku dengan jarinya. Cindy adalah orang yang sangat cerdas, dan dia dapat melihat orang dengan sangat akurat, kecuali ketika dia bersama Dean, matanya ditutup oleh saus anggur.

"Baik, aku tahu."

Aku tidak ingin Cindy mengkhawatirkanku, jadi aku harus berjanji padanya dulu.

Cindy berkata, "Aku akan melakukan perjalanan bisnis besok. Aku akan kembali dalam dua minggu. Beberapa waktu ini bisakah kamu menjaga dirimu sendiri? Kalau tidak, bagaimana kalau kamu tinggal bersama Jasmine selama beberapa hari?"

Aku mengerutkan kening. Memang sedikit sulit untukku mengurus diri sendiri. Aku tidak bisa melakukan banyak hal sendiri, tapi aku tidak ingin merepotkan Jasmine, jadi aku tersenyum dan berkata kepada Cindy, "Jangan khawatir, siapa aku? Aku adalah orang yang serba bisa. Hanya mengurus diri sendiri selama beberapa hari. Tidak apa-apa, jangan khawatir."

Cindy akhirnya tersenyum padaku.

Keesokan harinya di pagi buta, Cindy pergi ke bandara. Aku melihatnya pergi dari jendela, kemudian pergi untuk menyiapkan sarapan untukku. Saat ini, aku baru melihat lemari es penuh dengan semua jenis makanan.

Cindy, Cindy-ku yang baik. Bagaimana aku bisa membalasmu dalam hidup ini? Alangkah baiknya jika aku memiliki kakak lelaki. Aku akan menjadikanmu iparku. Pikiranku menjadi liar, jika Cindy adalah kakak iparku dan meminta kakakku merawatnya, maka aku akan merasa tenang.