"Hahaha ...." Candra terbahak-bahak, kegilaan semacam ini benar-benar berbeda dari kelembutan dan keanggunan dia yang biasanya. Mobil itu berbelok tajam, lalu berbelok ke jalan terpencil, "Sebaiknya kamu memikirkan cara untuk melindungi dirimu sendiri dulu!" ucap Candra dengan tegas.
Mobil melaju di jalan terpencil, lalu berbelok ke kiri dan ke kanan. Akhirnya mobil berbelok ke sebuah kompleks. Mobil berhenti, Candra menyeretku keluar dari kursi belakang, kemudian dia menyeretku ke koridor dan naik ke lantai tiga tanpa menjelaskan sepatah kata pun. Dia membuka pintu dan mendorongku masuk.
Ruangan itu sangat gelap. Candra menekan ke dinding dan ruangan itu tiba-tiba menjadi terang. Candra menatapku dengan auranya yang sangat tegas.
Tanpa sadar aku berjalan mundur. Pada saat yang sama, aku melihat tata ruang yang familier di rumah ini, aku ingat ini adalah tempat tinggal yang pernah ditinggali oleh Candra bertahun-tahun lalu.
Aku dan dia pernah datang ke sini untuk mengemasi barang-barang. Di sini juga aku melihat dompet berdebu dan menemukan foto Stella yang tersimpan di dalamnya.
Untuk apa Candra membawaku ke sini? Entahlah, aku hanya merasakan ketakutan yang tak terbatas menyebar perlahan di hatiku. Aku masih belum menemukan anakku, aku belum mendengarnya memanggilku ibu. Aku tidak bisa mati seperti ini.
Candra berjalan ke arahku selangkah demi selangkah, ekspresi tegas di wajahnya yang tampan telah menghilang dan digantikan oleh ekspresi yang terlihat sangat rumit.
"Yuwita."
Candra tiba-tiba mengubah nada suaranya, sepertinya ada belas kasihan di matanya. Dia mengulurkan lengannya yang panjang, lalu menyentuh bagian atas rambutku dengan lembut. Aku merasakan dia seperti membelai rambutku.
Candra berdiri di depanku, auranya yang santai mengingatkanku dengan keakraban di masa lalu. Kejadian-kejadian saat kami bersama beberapa tahun yang lalu bagaikan sebuah film yang melintas di benakku.
Pada saat itu, pikiranku sedikit linglung. Aku menatap kosong ke wajah yang familier ini. Sorot matanya membuatku merasakan perasaan yang tidak bisa aku jelaskan. Tidak tahu kenapa, tapi pada saat ini, tiba-tiba di dalam benakku terlintas sebuah pemikiran yang membuatku merasa luar biasa, mungkin Candra juga merasa bersalah padaku.
Jari-jari dingin Candra perlahan membelai pipiku, aku ketakutan hingga tubuhku bergemetar. Aku melangkah mundur dan mendorong tangan Candra untuk menjauh, "Apa yang kamu lakukan? Aku bukan Stella, bersikap sopanlah padaku!"
Tiba-tiba Candra menggelengkan kepalanya dengan senyum sedih di wajahnya. Dia berbalik dan berkata, "Kamu tinggallah di sini selama beberapa hari, ada makanan instan di dapur."
Setelah Candra selesai berbicara, dia langsung berjalan pergi.
Ketika aku bereaksi, aku segera mengejarnya. Namun dia sudah menutup pintu dan menguncinya dari luar. Aku berlari ke jendela lagi, Candra sudah berjalan menuju mobil hitam itu. Setelah pintu mobil terbanting hingga tertutup, mobil hitam itu pun melaju pergi.
Dengan begitu, Candra mengunciku di rumah yang dulu dia tinggali saat kuliah.
Seolah-olah aku telah kehilangan jiwaku, aku duduk termenung di sudut dengan lutut tertekuk. Mungkin ada jejak aktivitasnya di seluruh ruangan ini, tapi hatiku malah merasa sepi.
Satu malam telah berlalu dan aku tidak tidur sedetik pun.
Aku memberi tahu Cindy bahwa aku dikunci oleh Candra di rumah lamanya, karena hari ini aku membayar seorang wanita muda untuk pergi ke gerbang gedung pemerintah, meminta wanita itu untuk merusak reputasi Candra di depan walikota dan semua orang-orang ternama yang menghadiri pertemuan.
Cindy tersedak, "Clara, apakah kamu sudah membuat masalah besar?"
Aku merusak citra Candra dengan seperti ini, Cindy khawatir dia akan membalas dendam padaku seperti orang gila.
Namun Cindy berbisik lagi, "Tapi, kamu melakukannya dengan sangat baik. Candra adalah seorang bajingan dan seharusnya dia sudah hancur sejak lama."
"Tapi bagaimana denganmu sekarang, Clara? Di mana kamu? Aku akan memanggil polisi dan meminta polisi menolongmu!"
"Tidak, aku akan menunggu di sini sampai Candra datang." Pada saat ini, aku sangat tenang, aku sudah tidak begitu takut Candra akan membunuhku.
Aku ingin bertanya dengan jelas padanya kenapa dia melanggar sumpahnya. Dia mengatakan dia mencintaiku dan berselingkuh dengan Stella.
Selain itu hampir empat tahun dia membohongiku. Apa yang dia pikirkan? Jika hari itu aku tidak mengejarnya, berapa lama dia akan menyembunyikan hal itu?
Namun selama tiga hari berturut-turut, Candra tidak muncul. Ponselku juga sudah habis baterai, aku tidak bisa menghubungi Cindy lagi dan tidak bisa mendapatkan berita tentang Candra dari Internet. Aku tidak tahu apakah strategiku benar-benar membawa konsekuensi yang tidak dapat diperbaiki? Apakah benar-benar membuat reputasinya hancur? Aku hanya bisa menekukkan lutut dan memeluk tubuhku sambil berpikir.
Pada hari kelima, Candra muncul.
Saat tubuhnya yang tinggi dan ramping berdiri di depanku, aku dalam kondisi seakan di ambang kematian, karena aku hampir tidak makan apa pun dalam lima hari terakhir ini. Memang ada makanan instan di dapur, tapi aku hanya makan beberapa kali. Seiring waktu berlalu, aku kehilangan selera makan dan aku hanya berharap Candra segera muncul.
Tubuhnya Candra yang ramping perlahan berjongkok di depanku, dia menatapku dengan matanya yang jernih dan berkata perlahan, "Lima hari, seharusnya sudah cukup, kamu sudah bisa pergi."
Setelah dia selesai berbicara, dia bangkit dan berjalan keluar.
Kali ini, pintunya tidak dikunci.
Aku tidak tahu apa yang dia maksud saat berkata, "Lima hari sudah cukup." Aku berjuang untuk berdiri dengan tubuh yang sangat lemah sehingga aku hampir tidak memiliki kekuatan untuk bergerak.
Aku baru saja meninggalkan rumah tempat aku dikurung selama lima hari. Aku terhuyung-huyung ke jalan, lalu menghentikan taksi dan kembali ke apartemen dalam keadaan putus asa.
Aku menelepon Cindy untuk memberitahunya aku telah kembali, Candra sudah melepaskanku.
Selama berhari-hari Cindy tidak mendengar kabar dariku, dia sudah hampir gila. Dia berkata, "Clara, aku sudah ingin menelepon polisi, apa kamu tahu itu? Untungnya kamu baik-baik saja."
Kami saling berpelukan dan Cindy menangis sedih.
Hatiku tenang bagaikan air danau, aku menepuk punggung Cindy dengan pelan, "Tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja. Anakku belum ditemukan, bagaimana mungkin aku bisa dalam masalah? Candra merasa bersalah padaku, dia tidak akan membunuhku."
Cindy memesan makanan yang mudah dicerna untukku. Aku tidak makan banyak, tapi hatiku merasa aman dan aku tidur nyenyak di malam hari.
Sebelum tidur, Cindy memberitahuku, dia tidak tahu metode apa yang Candra gunakan. Wanita itu secara terang-terangan mengakui di Internet bahwa dia dihasut oleh orang lain untuk menjebak Candra. Namun tidak tahu kenapa, orang yang dia bicarakan adalah bukan aku.
Semuanya hanyalah tuduhan palsu. Candra tidak bersalah. Lingkaran cahaya yang menyelubunginya masih ada, selain itu sepertinya tampak lebih terang dan lebih menyilaukan.
Setelah aku mendengarnya, aku tidak berbicara untuk waktu lama.
Aku tidak bisa mengalahkannya, kekuatan kami sangat berbeda. Candra memiliki banyak uang, dia bisa menyelesaikan semua masalah yang menimpanya, belum lagi dia hanya difitnah.
Ketika aku bangun di pagi hari, aku merasa jauh lebih energik. Aku membersihkan tubuhku dengan saksama, lalu memakai riasan ringan dan kembali mengunjungi pasar bahan bangunan. Tokoku perlu direnovasi sesegera mungkin dan semuanya harus berjalan sesuai dengan alur. Namun, aku benar-benar tidak punya uang.
Sepanjang pagi aku berkeliaran tanpa tujuan di pasar bahan bangunan. Semakin aku melihat, aku semakin tidak percaya diri. Tidak peduli apa pun itu, semuanya memerlukan uang dan aku benar-benar tidak pernah merasa semiskin ini. Bahkan ketika aku masih kuliah, aku masih memiliki biaya dari bimbingan belajar dan beasiswa.
Karena tidak berdaya, aku memutuskan untuk mendekorasi toko itu sendiri.