Dindingnya hanya dicat dengan cat dekoratif dan lantainya aku bersiap untuk membeli bahan yang sedang diskon murah. Tentu saja, hanya untuk lantai saja, uangku sudah tidak cukup.
Saat aku sedang memusingkan hal ini, Cindy memperkenalkanku kepada orang India, dia adalah teman dari salah satu klien Cindy. Aku memanggilnya Satya. Tugasku adalah dalam waktu setengah bulan aku harus mengajarkan Satya sebanyak mungkin kosakata yang kita gunakan dan secepatnya beradaptasi dengan budaya di sini.
Hal ini jelas bukan tugas yang mudah. Bagaimanapun juga, bahasa yang kami gunakan berbeda dan kami hanya dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Untungnya, Satya membayarku dengan gaji per jam dan gaji itu mencapai 200 ribu per jam.
Setiap hari Satya membuat permintaan yang berbeda, contohnya hari ini menemaninya berbelanja, besok naik ke gunung, lusa pergi ke pesta pernikahan, makan bebek panggang, hot pot dan segala macam makanan khas di kota ini. Ada satu kali dia memintaku untuk menemaninya mengunjungi pemakaman. Dia sangat penasaran dengan budaya negara ini, dia ingin menggunakan waktu paling cepat untuk beradaptasi di negara ini.
Setelah beberapa hari, suaraku menjadi serak, tapi untungnya, Satya belajar dengan sangat cepat. Setelah setengah bulan, dia menguasai banyak kosakata dan dia sudah bisa berkomunikasi lancar denganku.
Setelah membayar gajiku, untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya, Satya mengundangku untuk makan makanan India dan memberiku gaun sutra yang sangat halus.
Pada hari perjamuan, aku mengikat rambutku, memakai riasan tipis dan mengenakan gaun yang dia berikan kepadaku. Untuk mencocokkan gaun ini, aku juga memakai sepatu hak tinggi yang sekitar sepuluh sentimeter.
Satya mengenakan setelan, dia menggunting rambutnya dan janggutnya sudah dicukur dengan rapi. Dia terlihat jauh lebih tampan dari biasanya.
Ketika Satya melihatku, mata pria berusia empat puluh tahun itu berbinar, seolah-olah dia telah melihat permata yang sangat indah.
Dia berkata, "Nona Clara, kamu sangat cantik dan memiliki gaya wanita oriental."
Lihatlah, orang India ini sudah menguasai bahasa indonesia dengan baik, bukan? Bahkan dia sudah bisa menggunakan kata "gaya".
Aku tersenyum sambil mengucapkan terima kasih, kemudian duduk di seberang Satya. Satya memintaku untuk memesan makanan. Aku belum pernah mencoba makanan India dan tidak tahu mana yang lebih enak, jadi aku hanya memesan dua jenis masakan.
Selama makan, Satya terus meminum anggur India. Karena tenggorokanku sedang tidak nyaman, aku hanya minum air putih. Seseorang berjalan kemari sambil memegang seikat mawar merah, Satya bangkit dan mengambil mawar merah itu, lalu tiba-tiba dia berlutut dengan satu kaki di depanku, "Nona Clara, maukah kamu menjadi pacarku? Aku ingin menikahimu. Kalau kamu setuju."
Satya mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya, dia membuka kotak itu dan di dalam kotak tersimpan sebuah cincin yang berhiaskan berlian, "Kalau kamu setuju, cincin ini akan menjadi milikmu."
Aku tercengang. "Satya, apa yang kamu lakukan?"
Satya sangat serius, dia berkata dengan aksen India, "Nona Clara, kamu cantik dan cerdas. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadamu. Kalau kamu menerima bunga dan cincin ini, aku akan mencintaimu seumur hidupku ...."
Aku tercengang beberapa saat, aku menatap pria India itu dengan tidak percaya, "Satya, seberapa banyak yang kamu ketahui tentang aku? Kamu baru mengenalku selama setengah bulan dan kamu sudah siap untuk mendedikasikan hidupmu untukku? Apa kamu sudah linglung?"
Aku sedikit marah dan mengabaikan Satya. Aku berbalik dan hendak pergi, tapi tiba-tiba sebuah lengan melingkari bahu belakangku. Saat aku menoleh, seketika aku langsung menabrak dadanya.
"Sayang, kelihatannya kamu tidak terlalu bahagia?"
Sebuah suara magnetis dan mengejek terdengar di atas kepalaku, aku langsung mengangkat kepalaku dan bertemu dengan tatapan mengejek Tuan Muda Kelima.
Dia merangkul bahuku, lalu menarikku ke dalam dekapannya dan berkata kepada Satya yang masih berlutut di tanah dengan wajah bingung dan mencoba menjelaskan dengan wajah cemas, "Kamu orang dari India, kamu sudah bosan hidup di sini? Apa kamu ingin aku menendangmu kembali ke rumahmu di India? Hah? Kalau kamu tidak ingin aku menendangmu kembali, cepat menyingkir!"
Ekspresi Tuan Muda Kelima tiba-tiba menjadi masam, matanya yang indah dipenuhi dengan kebencian. Dia memeluk bahuku dan berkata, "Sayang, ayo pergi."
Tuan Muda Kelima memelukku dan meninggalkan restoran India dengan begitu saja.
Tepat setelah keluar dari restoran India, Tuan Muda Kelima melepaskan bahuku dan berkata dengan nada muram, "Bukankah kamu mengatakan kita bekerja sama? Kenapa kamu menggoda orang India itu?"
"Apa?"
Tuan Muda Kelima membuat sudut mulutku berkedut dan garis-garis hitam muncul di kepalaku.
Kapan aku menggoda orang India itu? Benar-benar tuduhan tidak beralasan.
Tuan Muda Kelima mengabaikanku dan menuruni tangga dengan marah.
"Hei!"
Aku mengambil beberapa langkah dan mengejarnya, "Apakah kata-katamu barusan masih berlaku?"
Tuan Muda Kelima membuka pintu mobil tanpa menoleh sedikit pun, "Tidak!"
Ah?
Aku kembali tercengang.
Temperamen Tuan Muda Kelima benar-benar sulit untuk dipahami, dia mengamuk tanpa ada angin ataupun hujan.
"Tuan Muda Kelima?"
Dari dalam restoran India, seorang wanita muda berpakaian modis mengejar keluar dengan mengenakan sepatu hak tinggi lebih dari sepuluh sentimeter. Ketika dia menuruni tangga, kakinya terpelintir dan dia hampir terjatuh.
Wanita itu merintih kesakitan. Dia menahan rasa sakit dan berjalan tertatih-tatih menuju mobil sport Tuan Muda Kelima. Kemudian, dia membuka pintu samping pengemudi dan duduk di dalamnya.
Dia merintih sambil berkata, "Tuan Muda Kelima, kenapa kamu pergi sendiri? Aku hanya pergi ke kamar mandi sebentar ...."
Rengekan wanita cantik itu masih belum selesai, mobil Tuan Muda Kelima sudah melaju seperti anak panah.
Wanita cantik bahkan tidak punya waktu untuk mengencangkan sabuk pengamannya. Dia terlempar ke kursi dengan keras dan kembali berteriak.
Ada garis hitam di antara alisku, tuan muda ini benar-benar bisa mengancam nyawa.
Untungnya, Tuan Muda Kelima membantuku melarikan diri dari orang India itu. Aku juga sudah memiliki sejumlah uang, jadi aku pergi ke pasar bahan bangunan untuk memilih bahan dengan hati gembira.
Seluruh dekorasi benar-benar sangat sederhana. Aku hanya membeli beberapa ember cat dekoratif. Untuk menghemat uang untuk membayar tenaga kerja, lantai tidak diaspal kembali, karena jika kembali diaspal, lantai yang lama harus dikeluarkan. Jadi, akan membutuhkan tenaga kerja dan memerlukan uang. Sementara sekarang aku sebisa mungkin untuk menghemat biaya. Untungnya, lantai sebelumnya tidak begitu jelek.
Dengan jumlah uang yang terbatas di tanganku, aku meminta orang untuk menggambar panjang dan lebar 2 meter di sepertiga dari luas ruangan. Aku berencana memintanya membuat lantai dua yang hanya muat tempat tidur. Kelak aku akan tidur di atasnya.
Sisa ruang dibagi menjadi dua bagian, bagian terdalam adalah tempat aku bekerja dan bagian luar adalah ruang pameran kue yang disediakan kepada pelanggan untuk berkunjung dan membeli.
Pada saat seluruh renovasi selesai, aku sudah hampir tidak memiliki sepeser pun. Sekarang, aku bahkan tidak punya oven, apalagi kasur.
Sepulang kerja, Cindy datang mengunjungi toko rotiku. Dia melihat ke seluruh ruangan tanpa mengatakan sepatah kata pun. Namun, keesokan harinya, dia membelikanku satu set lengkap alat untuk membuat kue.
Melihat peralatan kerja yang mahal, hatiku sangat tersentuh. Suasana hatiku sangat rumit. Jelas-jelas Cindy memiliki banyak kredit yang harus dia bayar, tapi dia masih membelikanku barang semahal ini.
Cindy melihatku ekspresiku yang sedikit enggan, dia tersenyum dan menepuk pundakku, "Dasar bodoh, meskipun aku membelikan barang-barang itu padamu, uang itu aku pinjamkan kepadamu, jangan lupa melunasinya."
Saat ini, aku baru merasa lega.
Efek keseluruhan dari toko sudah ada, tapi aku selalu merasa masih ada yang kurang, karena dindingnya terlalu sederhana, jadi terasa kurang sedikit ciri khas.
Aku pergi untuk membeli beberapa ember cat dan mengecat dinding. Beberapa hari kemudian, gambar hutan persik muncul di beberapa meter persegi dinding yang kosong di samping.
Bunga persik bermekaran, angin bertiup dan kelopak bunga berguguran bagaikan air hujan yang turun. Seorang wanita yang berpakaian kuno dalam balutan gaun biru panjang berbaring di bawah pohon bunga persik. Air sungai di sebelahnya mengalir turun dan bunga-bunga berjatuhan di tubuhnya. Konsep artistik yang sangat indah.
Setelah toko kue dibuka, aku akan meluncurkan beberapa kue dengan desain kuno dan meletakkannya di area dinding ini.