Chereads / Direktur, Ayo Cerai / Chapter 123 - ##Bab 124 Cerai

Chapter 123 - ##Bab 124 Cerai

Pengadilan Agama?

Mengajak Febi pergi mengurus prosedur perceraian?

Febi merasa pusing, tapi dia mendengar semua kata-kata Nando. Setelah bulu matanya bergetar beberapa kali, akhirnya Febi membuka matanya dengan susah payah.

Febi menatap mata marah Nando, kemarahan itu seakan membubung ke langit hingga membuat orang gemetar takut. Febi mengerutkan bibirnya, setelah beberapa saat dia bertanya, "... Cerai?"

Suaranya terdengar lemah dan tak berdaya.

Seolah helaan napas dari jurang yang akan hilang di saat berikutnya....

Nando merasakan sakit di dadanya. Dulu, dia berharap mereka akan menyiksa satu sama lain seperti ini dan mengikat Febi di sisinya. Namun, melihat penampilan Febi yang kesakitan sekarang, dia juga merasa sakit hati yang sama seperti Febi.

"Julian tidak akan menikahimu. Dia ingin menikahi wanita lain, kamu juga ingin bercerai denganku?" tanya Nando yang tidak ingin menyerah.

Bulu mata Febi berkedip sejenak, lalu dia mengangguk, "... Kita bercerai, sudah tidak ada hubungannya dengan dia."

Jadi, Febi sudah bertekad untuk bercerai.

Nando berdiri di samping ranjang dan menatapnya dari atas ke bawah. Setelah waktu yang lama, dia akhirnya mengangguk dan berkata kata demi kata, "Oke, aku akan memberimu 5 menit untuk mengganti pakaian. Kita ... segera pergi!"

Nando sudah sangat tenang. Akan tetapi, ketika dia mengucapkan kata terakhir, suaranya jelas sedikit bergetar.

Seolah-olah Nando takut akan menyesalinya. Setelah selesai berkata, dia tidak menatap Febi lagi dan berjalan keluar dari kamar dengan cepat.

"Bang...." Pintu ditutup, Febi bangun dan segera turun dari ranjang. Dia berjalan ke lemari, lalu menarik pakaian bersih dan mengganti dengan cepat.

...

Kali ini, tampaknya semuanya tidak memiliki ruang untuk mundur.

Mobil melaju di dalam kota langsung menuju Pengadilan Agama. Febi bersandar di jendela mobil, kekuatannya perlahan telah kembali. Hanya saja, dia berendam di dalam bak mandi, jadi sekarang dia kembali merasa pusing. Suhu tubuhnya kembali meningkat.

Orang saat menjadi rapuh, ternyata tubuh pun akan menjadi sangat lemah dan rentan.

Nando memegang kemudi dengan kedua tangannya. Dia mengepal erat kemudi hingga tulang dan persendian terlihat jelas. Beberapa kali, dia menoleh pada wanita di sampingnya, dia bahkan berharap Febi akan mengatakan "tunggu sebentar". Akan tetapi, sangat jelas, Febi tidak menyesali perceraian ini.

Orang yang tidak ingin melepaskan dan tidak rela hanya Nando....

Mobil sudah dikendarai dengan lambat. Namun, dengan cepat, Pengadilan Agama berada tepat di depan mereka.

Febi segera turun dari mobil dan membawa semua dokumen, "Parkir saja mobilnya di sembarang tempat, toh prosedurnya akan sangat cepat."

Sangat jelas Febi berharap untuk mengurus prosedur dengan cepat, menghindari terjadi hal yang tidak diinginkan!

Nando duduk di kursi pengemudi dan menatap Febi beberapa kali. Mata Nando gelap dan penuh emosi. Namun, pandangan itu malah membuat Febi gemetar, tanpa sadar dia mengepalkan dokumen di tangannya.

"Apakah kamu menyesal lagi?"

Nando tertawa.

Dia memarkirkan mobil secara acak ke tempat parkir dan mendorong pintu keluar dari mobil.

"Aku memang menyesal...."

Ekspresi Febi tampak dingin dan matanya jelas kesal.

"Masuklah." Tanpa diduga, Nando melangkah ke Pengadilan Agama. Melihat bayangan itu, Febi mengangkat alisnya dan segera mengikuti.

...

Sebelum menandatangani perceraian, staf bertanya pada mereka, "Hubungan kalian benar-benar hancur, bukan?"

"Ya," jawab Febi.

Nando menoleh ke samping.

Petugas bertanya lagi, "Apa kalian yakin tidak ada cara untuk menyelesaikannya dan kalian tidak memiliki keinginan untuk menyelesaikannya?"

"Ya." Kali ini, masih Febi yang menjawab. Jawabannya begitu lugas dan kuat, bahkan tanpa ragu sedikit pun. Nando merasakan sakit seakan jantungnya telah dicambuk.

"Kenapa hanya dia yang menjawab, bagaimana denganmu? Bagaimana menurutmu?" Staf memusatkan perhatian pada Nando. Febi juga menatapnya, Nando bisa dengan jelas merasakan kegugupan Febi.

"Cerai saja, berhenti menanyakan pertanyaan yang tidak perlu."

Jawabannya membuat Febi tampak lega. Staf menghela napas, "Aku pikir kalian berdua adalah pasangan yang cocok. Sayang sekali bercerai seperti ini. Baiklah, periksa terlebih dulu dan tanda tangani di sini."

"Apakah di sini?" Nando bahkan tidak melihatnya, dia mengambil pena dan dengan cepat menulis namanya di kotak tanda tangan.

Nando menulis sangat cepat, seolah-olah dia takut jika gerakannya melambat, dia akan menyesalinya.

Goresan terakhir begitu kuat sehingga ujung pena menembus kertas. Saat Nando menjatuhkan pena, jari-jarinya sedikit gemetar.

"Masih ada hal lain tidak? Kalau tidak ada, aku akan keluar dulu," tanya Nando dengan setenang mungkin sambil melirik staf. Namun, Nando bisa dengan jelas mendengar suaranya sendiri bergetar.

Akhirnya, tanpa menunggu staf berbicara, Nando sudah berbalik dan berjalan keluar dari Pengadilan Agama.

Melihat bayangan itu, mata Febi sedikit menyipit. Staf berkata, "Dia jelas masih memiliki perasaan padamu. Kenapa kamu tidak membicarakannya dengan baik? Sampai harus bercerai?"

"Aku sudah memiliki seseorang yang kusukai," jawab Febi dengan tenang.

Staf tercengang sejenak, seolah-olah dia tidak menyangka seorang wanita yang sudah menikah akan mengatakan isi hatinya dengan terus terang. Staf tidak mengatakan apa lagi, dia meminta Febi untuk tanda tangan dan membubuhi stempel.

"Nih, ini punya kalian."

Staf memberikan dua buku kecil. Ketika dia melihat dua kata "surat cerai", Febi menghela napas lega.

Pada saat ini, semuanya telah diselesaikan.

Tadi malam, Febi bahkan berpikir mereka mungkin benar-benar akan terjerat seumur hidup. Sekarang, Febi telah mendapatkan kembali kebebasannya.

Semuanya seperti mimpi.

Dia teringat dengan Julian, teringat dengan mata gelap yang berbinar itu.

Febi pernah berpikir setelah bercerai, orang pertama yang dia beri tahu adalah Julian.

Namun sekarang....

Febi bercerai atau sudah menikah, tampaknya tidak ada hubungannya dengan Julian.

...

Setelah keluar sambil membawa surat cerai, Nando sedang merokok. Asap menyelimuti tubuhnya, jelas-jelas masih siang hari, tapi wajah Nando terlihat lebih gelap daripada malam.

"Ini milikmu." Febi menyerahkan salah satu surat cerai.

Nando melirik sejenak, lalu memadamkan api puntung rokok di tempat sampah di sampingnya dan berkata, "Simpan saja."

"Hmm." Febi tidak banyak bicara, dia memasukkan surat cerai ke dalam tasnya, kemudian berkata, "Apakah kamu akan kembali? Kalau kamu tidak kembali, aku akan naik taksi dan berkemas."

"... Tidak akan kembali." Nando tidak ingin melihat Febi berkemas, apalagi melihatnya meninggalkan rumah dengan matanya sendiri. Kali ini ... hubungan mereka benar-benar sudah kandas....

"Baiklah kalau begitu, aku akan naik taksi sendiri." Dibandingkan dengan pikiran Nando yang berkeliaran sepanjang waktu, Febi terlihat tenang dan santai. Febi bahkan dengan cepat telah membuat rencana untuk dirinya sendiri.

Untuk saat ini, dia pindah ke rumah Tasya selama dua hari.

Nando masuk ke mobil sendirian, setelah menyalakan mobil, Febi tiba-tiba memikirkan sesuatu dan melambai padanya, memberi isyarat padanya untuk menurunkan jendela mobil.

Nando membuka jendela mobil, lalu Febi mendekat.

"Ada satu hal lagi, aku lupa bertanya padamu."

"Katakan."

"Tentang data Julian yang kamu miliki...."

Nando menyeringai. Dia seharusnya tahu apa yang akan Febi bicarakan, tapi dia masih memiliki harapan lain.

"Febi, kamu ditipu olehku dan Nyonya Besar," jawab Nando terus terang.

Febi mengerutkan kening, "Apa maksudmu?"

"Data itu palsu. Seperti yang kamu katakan, data Hotel Hydra disembunyikan dengan baik, terutama data tidak bersih. Oleh karena itu, data yang aku dapatkan adalah palsu."

Palsu?

Jadi....

Data itu hanya dibuat-buat karena Nando tidak ingin menceraikannya?

Julian sama sekali tidak dalam bahaya?

Febi marah dan kesal karena dibohongi oleh Julian. Namun, setelah mengetahui fakta ini, dia menghela napas lega. Setidaknya, Julian aman.

Nando melanjutkan, "Tentu saja, ide-ide ini semua dibuat oleh Nyonya Besar. Hotel Hydra mungkin kehilangan data pada masa itu, tapi bukan data ini. Adapun insiden polisi yang muncul di hotel, mungkin untuk menyelidiki data itu."

"..." Jadi, Febi salah paham.

"Febi, jangan salahkan aku karena tidak mengingatkanmu. Mungkin menjadi anggota Keluarga Ricardo tidak semudah yang kamu pikirkan," pesan Nando dengan sungguh-sungguh, "Setidaknya, kamu tidak akan bisa mendapatkan restu Nyonya Besar."

Febi tersenyum tipis, "Aku tidak pernah berpikir untuk menjadi Keluarga Ricardo."

Meninggalkan Keluarga Dinata sudah sangat sulit. Dia tidak memiliki keberanian dan tidak ada alasan untuk melangkah ke dunia yang lebih rumit. Apalagi....

Dia tidak bisa tidak masuk ke dalam dunia itu.

Sekarang, Julian sudah bertunangan dengan Valentia, bukan?

...

Pada siang hari, Febi memindahkan semua barangnya ke apartemen Tasya dan keduanya pergi bekerja bersama.

Setelah turun dari taksi dan berjalan ke hotel, Tasya melihat Febi dalam suasana hati yang buruk, jadi dia menggoyang lengan Febi, "Bukankah hari ini kamu sudah bercerai? Jangan tidak bahagia seperti ini."

"... Aku baik-baik saja." Febi menggelengkan kepalanya sambil memaksa untuk senyum.

Tasya meliriknya dengan penasaran dan bertanya dengan suara pelan, "Jujurlah, apakah kamu pernah melihat koran itu?"

Febi tidak menjawab. Akan tetapi, langkah kakinya tiba-tiba berhenti, lalu matanya tertuju pada satu tempat dan dia tidak bergerak untuk waktu yang lama. Tasya mengikuti garis pandangnya dan tertegun sejenak.

Dia melihat tidak jauh, Nyonya Besar berjalan di hotel bergandengan tangan dengan seseorang.

Sebelah kiri secara alami adalah Julian yang mereka kenal. Sementara di sisi lain ... adalah Valentia yang bertemu satu kali dengan mereka.

Tasya diam-diam melirik wajah Febi, lalu dia menunjuk ke arah lain, "Ayo pergi ke sisi lain."

"Ya." Febi mengangguk. Kemudian, dia berbalik ke sisi lain dan tidak menonton adegan itu lagi.

Namun....

Gambar tadi terus-menerus berputar di dalam benaknya dan terus-menerus menyakiti hatinya.

Mereka benar-benar cocok....

Namun, semakin indah gambar itu, semakin sakit pula hati Febi....

Tepat setelah dia mengambil langkah, ponsel tiba-tiba berdering. Suara pendek itu jelas merupakan pesan teks.

Febi mengeluarkan ponsel dan melihatnya. Ketika Febi melihat nama yang mengirim pesan, dia berbalik tanpa sadar. Dia melihat Julian mengutak-atik ponselnya dan tidak memandangnya.

Jadi....

Apakah Julian melihat Febi?

"Pak Julian yang mengirimnya?" Begitu Tasya melihat tatapan Febi, dia langsung mengerti.

Febi membuka dan melihat beberapa kata sederhana.

"Kenapa tidak menungguku?"

"Apa maksudnya? Kapan kamu tidak menunggunya?" Tasya tidak mengerti isi pesan itu.

Febi tidak menjawab, dia hanya mengetik sambil berjalan.

"Tadi malam hanya kecelakaan, aku sudah lupa."

Jari Febi mendarat di tombol kirim. Setelah ragu beberapa saat, akhirnya dia mengirim pesan itu. Hati Febi terasa sakit, tapi dia tidak berani menoleh untuk melihat ekspresi Julian.

Apakah Julian masih peduli?

Dia dan Valentia sudah bersama, kenapa dia masih mengingat apa yang terjadi tadi malam?

Selain itu, setelah Julian meninggalkan hotel tadi malam, dia segera pergi ke tempat Valentia. Apakah sangat mudah bagi seorang pria untuk menangani hubungan antara dua wanita?

Apa bedanya Julian yang seperti itu dengan Nando?

Memikirkan hal ini, ujung hidung Febi terasa sedikit perih. Lalu, dia mendengar Tasya berkata, "Aku benar-benar tidak mengerti. Kamu sudah bercerai, kenapa kamu tidak memberitahunya? Sebaliknya, kamu malah mengucapkan kata yang memutuskan hubungan dengannya."

"Bukankah kamu sudah membaca koran hari ini? Dia punya jalan sendiri dan aku juga punya jalanku sendiri. Mulai sekarang ... kami tidak akan memiliki hubungan apa pun lagi...." Febi menghela napas sambil menatap langit biru di atas kepalanya.

Langit itu sangat luas.

Kesedihan dan kepahitan perlahan meluas di hati Febi, lalu dengan cepat menutupi seluruh langit.

Di sisi lain....

Setelah melihat pesan itu, wajah Julian menjadi masam. Kemudian, tanpa sadar dia melirik ke bayangan yang berangsur-angsur pergi.

Kecelakaan?

Febi bahkan mendefinisikan kejadian tadi malam seperti ini! Jadi, apa maksud dari ketergantungan dan keengganan Febi?

Sekarang, Febi ingin menjauh dari Julian, bukankah sudah terlambat?

Julian sudah memiliki ide di benaknya, dia meletakkan ponsel dan menarik kembali pandangannya.