Kiyoshi mendarat pelan di tengah taman bunga itu. Sayapnya yang kini begitu besar menerbangkan banyak kelopak bunga di sekitarnya meskipun dia tidak bermaksud demikian.
Dia mulai berjalan pelan ke arah batu besar tempat biasa dia membaca buku selama ini. Namun langkahnya terhenti. Matanya menatap lurus-tak percaya. Buku-buku yang dia bawa terjatuh dari tangannya.
"Kiyoshi. Aku merindukanmu." Seina tersenyum. Dia tertawa menatap Kiyoshi yang tertegun menatapnya.
Kiyoshi menatap lekat sosok di depannya. "Apa aku bermimpi?" Kiyoshi mengusap matanya.
Seina tertawa lagi. "Apa kamu ingin ini menjadi mimpi?"
Kiyoshi menggeleng. Dia berlari cepat ke arah Seina. Namun dia berhenti sesaat dia akan memeluk Seina. "Ah maaf." Dia mundur. Menjauh selangkah dari Seina.
"Apa kamu sesenang itu?"
Kiyoshi mengangguk cepat. "Kamu sudah kembali."
Seina seakan tercekat sesaat. Lalu dia tersenyum. Tapi matanya berkaca-kaca. "Iya. Aku sudah kembali." Seina menghapus air matanya yang menetes.
Kiyoshi tampak khawatir. Tapi dia juga tidak ingin melukai Seina dengan menyentuhnya. Jadi dia hanya diam, bingung ingin melakukan apa.
"…Apa kamu menungguku?"
Kiyoshi mengangguk dengan cepat.
"Selama ini? Kamu menungguku? Kamu menghabiskan waktu selama ini hanya untuk menungguku?" Seina kembali menegaskan pertanyaannya.
Kiyoshi kembali mengangguk.
Seina menatap Kiyoshi yang terlihat begitu patuh padanya. Lalu Seina melangkah mendekati Kiyoshi. "Untuk permulaan, kita harus bergandengan tangan." Dia menarik tangan Kiyoshi dan menggenggamnya.
"Apa-" Kiyoshi nyaris melepaskan tangannya saat dia melihat tangan Seina tidak menghitam. "Oh." Kiyoshi kaget. "Apa kamu tidak apa-apa?" tanyanya memastikan.
Seina mengangguk. Wajahnya terlihat senang. "Aku sudah kuat sekarang." Ucapnya seakan bangga. "Karena itu…" Seina tercekat. "Aku benar-benar ingin menyentuhmu." Ucapnya sendu.
Kiyoshi memeluknya cepat. Erat. "Kamu terlambat." Ucapnya dengan suara bergetar.
Air mata Seina kembali mengalir. "Maafkan aku." Dia merasakan hangat tubuh Kiyoshi. "…Maafkan aku."