*
*
"Kiyoshi, kamu tahu? Seperti angel, para demon sebenarnya juga harus melakukan tugas." Dia tersenyum. "Tidak seperti angel yang memiki aturan yang begitu ketat dan benar-benar diperhatikan, demon lebih terlihat berantakan. Tapi tugas kami adalah mengikuti perintah Demon King."
Kiyoshi diam, tampak mencoba mengerti apa yang Seina coba katakan.
"…Kiyoshi, sepertinya kita tidak bisa bertemu lagi."
"…Apa maksudmu?"
"Aku tidak bisa menghindar lagi." Suara Seina bergetar. "Aku harus kembali ke tempatku." Dia menatap Kiyoshi dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Kamu dapat melakukan tugasmu, dan tetap kembali ke tempat ini, Seina." Kiyoshi mencoba menjelaskan apa yang selama ini dia lakukan. "Aku juga seperti itu. Umm mungkin kamu akan sedikit lelah dan bingung mencari celah dari rutinitas tugasmu, tapi kamu pasti akan dapat melakukannya." Kiyoshi mencoba meyakinkan Seina.
Seina dapat melihat mata Kiyoshi penuh harap. "Seperti yang aku katakan tadi, kita berbeda Kiyoshi." Suara Seina terdengar tenang dan pasti.
"Seina, semua masalah dapat dipecahkan. Aku. Aku yang akan mencoba mencocokkan jadwal kita. Jadi kamu tidak perlu bingung. Kamu cukup beritahu aku kapan-"
"Bukan seperti itu, Kiyoshi." Potong Seina cepat.
"…Lalu seperti apa?" kini Kiyoshi menatap Seina dengan tatapan sendu. "Lalu apa yang dapat aku lakukan untuk tetap bertemu denganmu?"
Seina balik menatap Kiyoshi dengan senyumnya yang sendu.
"Apa kamu memang tidak ingin bertemu denganku? Sehingga kamu tidak ingin berusaha mencari waktu-"
"Aku tidak yakin aku akan selamat berada di sana, Kiyoshi."
"Apa maksudmu?"
"Aku takut." Dia menelan ludahnya. "Aku sebenarnya takut berada di sana. Aku berada di sini karena aku melarikan diri. Kamu tahu itu, Kiyoshi. Aku tahu kamu sadar aku mencoba melarikan diri dari tempat itu. Aku tidak ingin membunuh ataupun dibunuh." Seina terisak.
Kiyoshi hanya diam. Dia tahu itu, karena itu dia merasa aman bersama Seina, meskipun Seina adalah demon.
"Tapi mereka sudah menemukanku. Jadi aku harus kembali."
Kiyoshi tak menjawabnya. Dia hanya menatap Seina dengan putus asa.
"Jangan menatapku seperti itu. Kamu tahu kalau ini akan terjadi." Seina berdecak. "…Bahkan aku tak tahu kalau kita bisa bersama seperti ini… untuk waktu selama ini." Dia menggigit bibir bawahnya sebelum melanjutkan. "…Ini hari terakhir kita bersama, Kiyoshi." Dia beranjak berdiri. "…Terimakasih telah memberikanku nama."
"Tunggu." Kiyoshi menarik tangan Seina. Namun dia langsung melepaskannya saat dia menyadarinya. "…Ah maaf!" Pekik Kiyoshi dengan kaget dan cemas.
Seina menatap tangannya. Membekas hitam di tempat Kiyoshi menyentuhnya. Namun hitamnya mulai memudar. Dia tersenyum. "…Lihatlah. Kita kembali disadarkan oleh kenyataan." Seina mengepakkan sayapnya pelan, mulai beranjak pergi. "…Selamat tinggal Kiyoshi."