Chereads / My First Wish / Chapter 2 - Bab 1

Chapter 2 - Bab 1

"Hey Rafa."

Rafa berhenti berjalan dan menoleh saat ada yang memanggilnya. Disana temannya bernama Joni berjalan kearahnya.

Joni merangkul bahu Rafa dan mereka jalan bersama, "Muka lo kusut banget di pagi hari. Kenapa? Habis putus cinta?"

Rafa memutar bola mata bosan, "pacar saja tidak ada, mau putus cinta gimana."

"Hehe. Contohin gue dong."

Rafa menatapnya. "Kenapa? Ada cewek yang lo incar lagi?"

Joni tersenyum bangga dan menepuk dadanya dua kali. "Sejauh ini berjalan mulus. Gue sudah terima nomor telfonnya. Dan dia keliatan tertarik juga sama gue."

"Emangnya siapa cewek yang lo incar?"

"Serena kelas 11-2. Nanti gue kenalin ke lo. Eits, jangan sampai lo suka ya."

"Hmm." Jawab Rafa tanpa minat.

***

Pelajaran matematika selalu saja tidak menyenangkan bagi murid, begitupun dengan Rafa. Saat ini, diakibatkan moodnya yang sudah buruk karena mimpi aneh tadi pagi dan masih tidak bisa dia lupakan sepanjang sekolah hari ini. Moodnya menjadi tambah buruk karena harus mendengarkan pelajaran matematika di jam terakhir sebelum pulang.

Rafa ingin sekali pulang, memainkan game perang di laptopnya, makan, kemudian tidur. Memikirkan kegiatan yang akan dia lakukan setelah pulang nanti, membuatnya memejamkan mata untuk membayangkannya sejenak.

"Ilona!"

Rafa tersentak dan membuka matanya. Dia melihat luar jendela kelas, mencari pemilik nama tersebut. Di lapangan sana terdapat dua siswi yang saling berbincang. Dikarenakan mereka saling berhadapan, sehingga Rafa tidak bisa melihat wajah keduanya. Kemudian, cewek yang membelakanginya membalik badan dan dalam sekejap Rafa juga cewek tersebut saling bertatapan.

Benar. Cewek itulah yang ada di mimpinya. Namanya juga sama. Apa ini kebetulan? Sekarang Rafa merasa merinding dengan dirinya sendiri. Apakah dia memimpikan orang yang tidak dikenalnya?

Saat Rafa melamun karena terkejut, setelah dia sadar dan melihat ke luar jendela lagi untuk mencari kembali cewek tersebut, dia sudah hilang. Kemudian, bel pulang sekolah berbunyi.

"Rafa, ayo gue kenalin ke calon—"

Joni mengernyitkan dahi bingung melihat Rafa yang langsung berlari ke luar kelas dengan sangat terburu-buru.

"Kenapa tuh orang?" Tanya Joni sendiri.

***

Rafa pergi ke tempat parkir yang menjadi tempat paling memungkinkan untuk cewek itu berada. Tetapi, sepanjang dia cari, cewek itu tidak kelihatan lagi.

Rafa menghela napas lelah. Dia tertawa pelan. Apa sih yang sedang dia lakukan saat ini? Kalau ketemu dengan cewek itu emangnya apa yang akan dia katakan? Bilang kalau "lo adalah cewek yang gue lihat di mimpi"? Rafa menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Kalau dia bilang begitu, yang ada dia bakal disangka orang gila. Cukup Rafa sendiri yang merasa dirinya sendiri sudah gila.

Daripada Rafa tambah gila, lebih baik dia pulang sekarang. Saat ini dia jadi merindukan rumahnya yang damai. Rafa mencari motornya dan menaikinya. Dia menjalankan motornya dan pulang ke rumahnya.

***

Rafa memarkirkan motornya didalam garasi. Dia berjalan memasuki rumahnya dan setiba didalam terdapat aroma kue yang berarti ibunya sedang memanggang kue. Langsung saja dia berjalan memasuki dapurnya dan saat dia melihat ibunya, Rafa langsung memeluk ibunya dari belakang.

Ibunya kaget kemudian melihat kebelakang yang ternyata adalah putranya. Ibunya langsung tersenyum dan membelai kepala putranya. "Kamu sudah pulang. Lapar, gak?"

"Hmm."

"Ada ayam goreng kesukaanmu di meja. Cuci tangan dulu baru makan."

Rafa tersenyum mendengar itu dan mencium pipi kanan ibunya. "Memang ibu yang terbaik."

Rafa melepaskan pelukannya dan mencuci tangannya. Setelah itu, dia ke meja makan, duduk di kursi, membuka tudung saji, dan kemudian mengambil nasi.

Saat dia hampir selesai makan, ibunya menghampirinya dengan membawa gelas berisi minuman untuk putranya.

"Makasih ma."

Ibunya tersenyum sebagai jawaban. Kemudian, mendadak dia teringat sesuatu. Ibunya merogoh kantong celananya dan mengambil jam tangan. Dia memberikannya kepada Rafa. "Kamu beli jam baru? Tadi pagi mama liat ini di lantai samping kasurmu."

Rafa mengernyitkan dahi saat melihat jam yang baru pertama diliatnya itu. "Aku gak pernah liat jam itu."

"Tapi, mama temuin ini di kamar kamu."

"Hmm? Mungkin itu punya Rina."

Ibunya juga mendadak ikut bingung. Tetapi, dia tetap memberikan jam tangan tersebut ke anaknya. Rafa menatap bingung ibunya. "Ini bukan punya aku ma."

"Dan itu lebih gak mungkin punya Rina. Kamu kan tahu sendiri."

Itu memang benar. Rina yang merupakan kakak kembarnya sudah seminggu marahan dengannya karena Rafa menghancurkan kosmetik Rina yang palling mahal. Sebagai balas dendam, Rina merobek baju kesayangan Rafa. Oleh karena itu, Rina tidak mengijinkan Rafa memasuki kamarnya seenaknya, begitupun sebaliknya. Lebih tepatnya, sekarang mereka lagi perang dingin.

"Kalau memang gak ada yang punya, berarti ini untuk aku aja." Rafa akhirnya mengambil jam tangan tersebut dan memasukkan ke kantongnya.

***

Rafa yang sudah selesai makan dan mencuci piringnya langsung memasuki kamarnya. Dia bermain game sebentar dilaptopnya. Kemudian, setelah capek bermain dia tidur siang. Dan dia mulai bermimpi lagi.

Rafa memasuki sebuah restoran dan mencari keberadaan seseorang. Dia melihat seseorang yang mengangkat tangan kepadanya. Langsung saja Rafa menuju orang tersebut dan duduk didepannya.

"Kak Ilham."

"Hmm. Gue pesan kopi untuk lo. Kalau lo gak suka, lo bisa pesan yang lain. Gue yang bayar."

"Gue suka kopi kok, kak." Rafa meminum kopinya. Rasanya manis dan pahit.

Beberapa menit mereka hanya terdiam sebentar sambil meminum minuman masing-masing. Kemudian, Ilham memberikan sebuah buku pada Rafa. Rafa melihat buku tersebut kemudian melihat Ilham dengan bertanya-tanya.

"Itu buku diary Ilona. Gue rasa lebih cocok kalau lo yang simpan."

"Tapi gue—"

"Lo tau? Dari adik gue masih hidup sampai dia sudah gak ada lagi, gak ada satupun hal yang bisa gue lakukan untuk membahagiakan dia."

"…"

"Saat gue baca buku itu, gue sadar. Dibanding keluarganya yang satu darah sama dia, lo yang bukanlah siapa-siapa ternyata lebih bisa buat dia bahagia. Gue benar-benar kakak yang gagal."

"Kak Ilham."

Ilham tersenyum. "Lo satu-satunya alasan dia untuk hidup."

"Tapi dia tetap pergi." Rafa mengepalkan tangannya, marah terhadap dirinya sendiri yang gagal melindungi Ilona.

Ilham terdiam. "Siapa yang tahu. Ternyata Tuhan lebih sayang terhadap Ilona. Kita sebagai makhluk yang lemah tidak bisa berbuat apa-apa."

"…"

"Setidaknya di dunia ini Ilona pernah bahagia dan itu karena lo. Terima kasih, Rafa."

Rafa terbangun dari tidurnya. Dia kembali ke kenyataan. Kemudian, dia merogoh kantongnya dan mengeluarkan jam tangan yang tadi diberikan ibunya. Dia melihat jam tersebut dengan seksama.

Benar. Jam yang dipegangnya sekarang sama persis dengan jam yang dikenakannya didalam mimpi. Sekarang Rafa menjadi tambah bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia harus memimpikan seseorang yang tidak dikenalnya sama sekali? Apa mungkin mimpi itu adalah masa depan?

Tidak mungkin. Kalau benar begitu, berarti Ilona yang dilihatnya hari ini akan meninggal dikemudian hari. Katanya memimpikan orang meninggal artinya orang yang dimimpikan tersebut akan berumur panjang. Tetapi, untuk apa dan kenapa bisa dia memimpikan kematian seseorang yang bahkan tidak dikenalnya.

Situasi ini semakin tidak masuk akal saja.

***