Duaarrrr .... guntur dan petir datang bersamaan, ditengah guyuran hujan deras itu terasa semakin menyeramkan karena hal itu.
Hujan telah membuat Bara dan Gabriela terjebak di Halte Bus, keduanya berada di sana dan harus tetap di sana sampai hujan reda.
"Riel, aku minta maaf ya, aku gak bisa antar kamu pulang dengan cepat." ucap Bara.
Gabriela tersenyum dan mengangguk, tidak masalah, lagi pula Gabriela malas untuk pulang ke rumah malam ini, hanya saja memang Bara yang memaksanya untuk pulang.
"Dingin ya?"
"Lumayan."
"Kamu pakai jaket aku ya."
Bara melepaskan jaketnya dan memakaikan pada Gabriela, tidak ada penolakan karena itu memang dibutuhkan Gabriela saat ini.
"Kamu gimana?" tanya Gabriela
"Gak apa-apa, aku sudah biasa."
Keduanya tersenyum bersamaan, Bara diam memperhatikan Gabriela yang menggosok tangannya berulang kali, pasti sangat kedinginan.
Bara yang sejak tadi hanya berdiri pun, pada akhirnya duduk juga, Bara meraih kedua tangan Gabriela dan menggenggamnya.
"Dingin sekali," ucap Bara.
Bara meremas tangan itu, melakukan beberapa hal lainnya untuk sedikit mengurangi dingin tersebut.
Gabriela tersenyum, kebaikan Bara selalu di dapatkannya, Bara juga satu-satunya teman yang dirasa paling mengerti dirinya.
Gabriela selalu berani membuka semua tentang dirinya, bahkan permasalahan pribadinya pun, tak sungkan Gabriel ceritakan.
"Kamu selalu baik sama aku, kamu selalu bisa buat aku merasa nyaman dan aman."
Bara hanya tersenyum menanggapi kalimat itu, biarkan saja lagi pula sudah seharusnya seorang laki-laki itu mampu menjaga seorang wanita.
Ditengah diam itu, tiba-tiba datang mobil yang berhenti di hadapan kedunya, mereka menoleh bersamaan.
Gabriela seketika mendelik saat melihat pemilik mobil itu keluar, Bara melirik Gabriela sekilas, sepertinya Bara tahu siapa yang datang setelah melihat ekspresi Gabriela.
"Riel, ayo pulang."
"Gak mau."
Lelaki itu menarik tangan Gabriela yang masih saja digenggam oleh Bara, Gabriela bangkit dengan sedikit meringis.
"Santai dong," ucap Bara yang turut bangkit.
"Duduk saja."
Lelaki itu mendorong Bara hingga kembali duduk di tempatnya semula.
"Rendi, apa-apaan sih, kasar banget."
Gabriela melepaskan tahanan Rendi dan mendekati Bara di sana.
"Aku bilang, ayo pulang." Ucap Rendi
"Aku bilang gak mau."
Gabriela mendelik dan kembali duduk di samping Bara, Rendi adalah lelaki ke 4 yang dijodohkan orang tuanya Gabriela.
Dan Gabriela akui jika Rendi memang keren, penampilannya berkelas, dan menarik, tapi sayang Rendi tidak punya kesabaran ekstra alias gampang emosi, dan Gabriela tidak suka sifat itu.
Bukkk .... Gabriela kaget saat tiba-tiba Rendi memukul Bara hingga terjengkang, Gabriela bangkit dan langsung mendorong Rendi.
"Kamu kenapa sih, jangan kasar seperti itu."
Gabriela berjalan memutari tempat duduk dan membantu Bara untuk bangun.
"Kamu gak apa-apa, Bara aku minta maaf."
"Gak, aku gak apa-apa, jangan khawatir."
Bawa berpegang pada besi di sampingnya, kepalanya terasa pusing akibat dari pukulan Rendi tadi.
"Kamu pulang sama aku sekarang, atau kamu akan lihat dia semakin kesakitan."
Rendi menarik baju Bara dengan kasarnya, nyaris saja membuat Bara terjatuh lagi.
"Lepas ih, lepas ngapain sih."
Gabriela menarik Bara hingga menjauh dari Rendi, menjengkelkan sekali, kenapa harus ada Rendi di sana padahal Gabriela sudah merasa cukup dengan adanya Bara.
"Pulang."
"Aku gak mau."
Seraya berdecak, Rendi menarik Gabriela begitu saja, Bara menggeleng dan balik memukul Rendi dengan kerasnya.
Teriakan Gabriela terdengar bersamaan dengan Rendi yang jatuh terhuyung.
"Jangan berani kasar sama Riel, atau kamu akan rasakan yang lebih dari pada ini, belajar menghargai wanita agar bisa lebih dihargai juga oleh wanita."
"Sudah Bar, jangan ribut."
Rendi merapikan pakaiannya dan menatap Bara dengan amarah yang semakin besar.
"Pulang sekarang, atau kamu tidak akan pernah melihat dia lagi." Ucap Rendi.
Gabriela dan Bara saling lirik, apa maksudnya, apa itu ancaman atau mungkin lebih buruk dari pada ancaman.
Bara menggeleng perlahan, rasanya tidak perlu memikirkan itu.
"Aku pulang ya," ucap Gabriela.
Bara kembali menggeleng, kenapa malah nurut seperti itu, bukankah tadi Gabriela yang bilang tidak mau pulang dengan Rendi.
"Lama."
Rendi menarik Gabriel dan membawanya ke mobil.
"Riel," panggil Bara.
Gabriela membuka kaca mobil dan menatap lelaki itu, tadi Gabriela mengatakan akan pulang bareng Bara, tapi sekarang justru Bara ditinggalkan begitu saja.
Gabriela mengangkat tangannya, berisyarat kalau akan menghubungi Bara setelah sampai ke rumah, Gabriela juga menyatukan kedua tangannya meminta maaf pada Bara di sana.
Tak ada yang bisa dilakukan, karena mobil itu telah melaju pergi membawa Gabriela pergi.
"Ssss aarrgght."
Bara menendang tempat duduk di sampingnya, kenapa ada saja orang yang mengganggu kebersamaannya dengan Gabriela.
----
"Kenapa kamu masih keras kepala saja?"
"Keras kepala apa, kamu fikir dengan kamu bersikap seperti ini bisa membuat aku suka sama kamu, kamu salah Ren."
"Iya aku salah, dan aku memang selalu salah di mata kamu."
"Ya memang benar, harusnya kamu introsfeksi diri kenapa aku seperti ini, aku fikir ya, wanita mana pun gak akan ada yang mau sama kamu, cowok kasar."
"Tutup mulut kamu!" bentak Rendi.
Gabriela mengernyit dan berpaling, akan seperti apa jadinya jika Gabriela menikah dengan lelaki kasar seperti Rendi, hidupnya pasti akan sangat tersiksa dan mungkin buruknya Gabriela akan mati ditangan suaminya sendiri.
Gabriela bergidik ngeri, dari mana orang tuanya itu menemukan Rendi, kenapa bisa begitu mudah percaya dan mau menjodohkan Gabriela dengan lelaki itu.
"Kamu calon istri aku, sudah seharusnya aku halangi lelaki mana pun untuk dekat sama kamu, itu wajar dan sudah seharusnya."
"Tapi sayangnya, kamu bukan calon suami aku, jadi jangan berlebihan mengatur hidup aku apa lagi membatasi siapa yang boleh dan gak boleh dekat sama aku."
Rendi sedikit tertawa mendengarnya, tapi itu tidak akan pernah terjadi, selama Gabriela masih bersamanya maka Gabriela hanya untuk dirinya saja, bukan orang lain.
Rendi menghentikan laju mobilnya saat telah sampai di halaman rumah Gabriela, semakin menjengkelkan saja karena hujan juga telah reda sekarang.
Gabriela keluar dan berlalu masuk tanpa kalimat apa pun, Rendi tersenyum dan menyusulnya masuk tanpa permisi.
"Loh Riel, sudah pulang, Rendi mana?"
"Gak ngurus."
Arin mengernyit mendengar jawaban Gabriela, putrinya itu selalu saja sensitif jika membahas Rendi.
"Riel."
"Biarkan saja, Tante."
Keduanya menoleh dan melihat Rendi menghampiri mereka, Gabriela berlalu begitu saja dari keduanya.
"Gabriela."
"Tidak masalah Tante, aku hanya minta, tolong jauhkan Riel dari Bara."
"Bara?"
"Iya, tadi Riel lagi sama Bara di Halte, mereka berpegangan tangan, dan aku gak suka dengan itu."
Arin mengernyit, tentu saja Arin tahu siapa Bara bagi Gabriela.