Chereads / Wicked Kingdom / Chapter 1 - Bab 1

Wicked Kingdom

🇮🇩Abigaildee
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab 1

"Perjalanan Lord Chambrey akan memakan waktu selama dua hari." Ada jeda, dan tawa datar yang terdengar mengerikan. "Mungkin satu hari jika mereka selamat melewati hutan Nifl,"

Aku menghentikan kegiatanku menulis di atas kertas, melewati sofa untuk menatap Klaus. Pria itu menyender di dinding dan menatap langit langit ruang tengah, tempat kami menghabiskan waktu sebelum tidur. Biasanya dia tampak santai, dan cukup stabil, tapi tidak hari ini.

Semua orang juga seperti itu.

Aku juga.

Pasukan pengawal Istana, yang berisi dua puluh orang, tewas saat mereka melewati Hutan Nifl saat menuju distrik Turith di bagian utara untuk memberikan stok gandum dan daging kepada mereka.

Untuk sampai ke sana, kami harus melewati gerbang dinding Stige di distrik Philsburry—titik ujung dari wilayah Alyesburry—dan kemudian masuk ke bagian hutan yang agak dalam, atau bisa disebut pinggiran hutan.

Rombongan lainnya yang menyusul di pagi hari kemudian mendapati kepala kepala mereka yang tertumpuk rapi di atas tanah. Para penyidik menduga bahwa itu adalah ulah dari pengerat besar yang berupa seperti tikus raksasa dengan seukuran manusia. Kami sering menyebutnya dengan Aaret. Makhluk pengerat penyuka daging. Salah satu makhluk yang harus dihindari saat memasuki hutan Nifl.

Hutan Nifl adalah hutan yang sangat luas dan besar. Hutan itu mencapai pegunungan yang paling besar dan luas bernama Nifflheim. Hutan Nifl dipenuhi oleh kabut gelap, warna hijau yang lebat, dan pohon pohon tua yang besar dan tinggi. Tidak ada yang pernah berlama lama di sana, dan tidak ada yang ada di sana dengan keinginan mereka sendiri karena, hanya dengan melihatnya saja orang orang sudah ketakutan. Hutan itu tampak dan terasa seperti berada di dunia yang berbeda dari kami, dan apa yang ada di dalamnya adalah hal di luar nalar dan akal siapa pun.

Orang orang berkata kalau hutan itu adalah tempatnya binatang buas dan liar yang memakan apa pun yang masuk ke sana, dan sebuah makhluk bernama Lamia ; wabah yang ditinggalkan oleh Kerajaan-yang-tidak-boleh-disebut-namanya. Setengah manusia dan setengah monster dengan nafsu seperti Aaret. Didorong oleh rasa lapar yang tidak terpuaskan akan darah, mereka akan membantai orang yang mereka lihat. Dan jika ada yang selamat dari serangannya, orang itu akhirnya akan menjadi sama seperti mereka.

Tapi, aku tahu lebih baik.

Hutan itu bukan hanya habitat untuk binatang buas seperti Aaret, singa hitam atau Lamia. Tetapi ada pula beberapa monster raksasa yang mengerikan. Yang akan membuat orang orang yang tinggal di pinggiran Distrik atau bahkan para pengawal Stige memilih untuk kabur dari sana dan tinggal di dekat kota utama.

Untuk itu, hanya aku yang tahu.

Dan tentang para korban yang baru saja kami beri penghormatan juga bukan karena serangan dari Aaret. Apa yang tertinggal di atas tanah tadi pagi cukup rapi dan cerdas untuk ukuran Aaret atau Lamia, yang selalu meninggalkan bekas secara tidak beraturan. Jadi, tidak masuk akal jika kedua makhluk itu bisa menumpuk-numpuk kepala malang para rombongan dengan begitu rapinya.

Itu adalah ulah mahluk lain.

Yang kusimpulkan menjadi sebuah peringatan.

Apa pun peringatan itu, aku tidak tahu. Tapi, aku sangat tahu makhluk jenis apa yang meninggalkan kepala kepala tersebut.

Aku tidak ingin menyebutkannya.

Jika aku mengatakan yang sebenarnya, ada kemungkinan kalau dua pengawal pribadiku, dan temanku, tidak akan percaya dengan apa yang kukatakan. Kemungkinan lainnya adalah bahwa aku akan berakhir di kantor Barron Dorris, Duke Alyesburry, untuk diinterogasi karena indikasi perlakuanku yang dilarang untuk dilakukan.

"Mungkin Duke akan memerintahkan pada mereka agar berhenti sebentar." Eden membalas dari sofa tempat di mana dia duduk. Dia menyesap teh herbal yang kusajikan untuknya. "Sangat berisiko jika kembali melakukan itu di jarak waktu yang pendek dengan peristiwa tadi."

"Kalau begitu para warga Turith tidak akan memakan daging dan gandum selama beberapa hari atau beberapa minggu." Maya menimpali. Dia duduk di karpet lantai dengan motif bunga bunga, memeluk kedua lututnya yang menekuk. Di mata coklatnya masih ada bayang bayang kengerian di dalam dirinya.

Aku setuju dengan ucapannya. Mereka berada dalam masa kesulitan selama tiga tahun terakhir. Dan, kesulitan itu semakin terasa dalam satu tahun terakhir. Mereka tidak bisa menanam lagi akibat dari tanah mereka yang membusuk dan tercemar hama. Mereka juga tidak bisa berternak karena ada kemungkinan kalau Lamia atau binatang buas dari hutan Nifl kembali mengambil alih.

Karena wilayah mereka kecil dan lokasi mereka yang berada sangat dekat dengan hutan, maka kehidupan normal mereka terancam. Mereka juga sudah kehilangan beberapa orang karena serangan dari Lamia.

Distrik Turith adalah bagian dari kota Shamid, yang sudah hilang beberapa tahun yang lalu. Wilayah mereka yang kecil dan Stige yang rusak membuat ancaman dari Lamia mudah untuk masuk.

Seperti semua kota kota di Kerajaan Latveria, kota kota bagian dari Kerajaan dikelilingi oleh dinding Stige, untuk melindungi kehidupan yang ada di dalamnya dari ancaman Lamia, dan ancaman ancaman lainnya. Stige adalah sebuah dinding yang menjulang tinggi, yang katanya terbuat dari batu permata dari Bolus. Sebuah tempat di alam lain, tempat di mana para dewa dewa berada dan mengawasi kami.

Dinding di kawasan di salah satu distrik kota Shamid bermasalah, dan itu sebabnya Lamia bisa masuk dan memangsa Duke dan Duchess Mare, dan kemudian semua yang ada di wilayah itu sampai yang tertinggal hanya sedikit orang yang berhasil bersembunyi, entah bagaimana caranya. Saat serangan berakhir, para warga yang tersisa tinggal di Distrik Turith. Satu satunya tempat aman di Shamid dengan dinding yang tadinya terjaga, namun entah bagaimana, rusak.

Karena Alyesburry adalah tempat terdekat dengan wilayah itu, maka Kerajaan mengirim perintah pada Duke dan Duchess Dorris untuk rutin membagikan makanan makanan pokok kepada orang orang di kawasan tersebut. Dan, sekarang yang menjadi pertanyaanku kenapa Raja dan Ratu tidak memindahkan mereka ke sini saja?

Itu akan lebih mudah, dan tidak ada bangkai dari anggota tubuh manusia lagi yang tertinggal di dalam hutan.

"Semoga saja mereka masih memiliki bahan bahan makanan." Balas Eden, mendengus keras. Wajahnya juga keras seakan menahan kekesalan akan sesuatu.

"Kenapa mereka tidak pindah ke sini saja? Kalian tahu...jika itu dilakukan maka mereka tidak akan terancam kelaparan, dan tidak akan ada lagi pasukan yang menjadi mayat di dalam hutan." Maya menyuarakan kata kata yang kusimpan sejak dulu. "Rasanya tidak adil bagi siapa saja."

"Masalahnya mereka tidak ingin meninggalkan wilayah itu." Aku mengernyit mendengar ucapan Klaus yang begitu tidak masuk akal. "Beberapa kali Duke meminta mereka untuk pindah, bahkan Raja juga pernah turun tangan, tapi mereka tetap pada keputusan mereka. Mereka cukup keras untuk memegang ideologi mereka yang ingin mempertahankan wilayah mereka sendiri." Klaus menaikkan bahu singkat. "Jadi begitulah."

Napasku keluar dengan kasar atas kenyataan yang baru saja kudengar. Kenapa mereka bisa begitu keras kepala dan...bodoh? Kenapa mereka tidak bisa membuat para pasukan kami kerepotan dan merenggang nyawa atas ideologi mereka yang benar benar tidak masuk akal itu? Apa wilayah itu lebih penting daripada nyawa mereka?

"Konyol sekali." Maya bergumam, menyalurkan kekesalanku.

"Kenapa kau sejak tadi diam?" Eden bertanya, dan mereka menatapku.

"Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan." Jawabku, sembari mendesah dengan keras seraya menaruh kertas di atas halaman dari buku yang harus kupelajari.

"Semua begitu mengejutkan untukmu?" tanya Klaus.

"Bukan untukku saja, untuk semuanya juga." Aku menjawab, menggeser tubuhku ke samping agar bisa berhadapan dengan mereka. "Sudah banyak kengerian yang kurasakan dan kudengar selama aku hidup, tapi aku masih belum terbiasa."

Aku menatap wajah orang orang yang kusayangi, wajah dari orang orang terdekat yang kupunya, dan yang terdekat denganku saat ini. Tidak bisa membayangkan bagaimana jika mereka merasakan kengerian yang sama seperti para pasukan pasukan itu. Aku akan hancur jika itu terjadi.

"Kau tidak akan terbiasa." Ucap Eden dengan tatapan menerawang. "Pada akhirnya yang bisa kau lakukan hanya menerima, melupakannya dan menjalani hidup."

Eden adalah anggota Pengawal yang berpengalaman, pria yang memasuki dekade keempat hidupnya, tapi dia lebih dari itu untukku. Belati yang selalu aku ikatkan di pahaku adalah hadiah darinya, dia juga melanggar aturan dan memastikan aku tidak hanya tahu cara menggunakannya, tapi juga cara menggunakan pedang, menyerang target yang tidak terlihat dengan panah, dan bahkan ketika tanpa senjata, bagaimana cara menjatuhkan seorang pria dua kali ukuranku.

Eden seperti ayah untukku. Dia juga pengawal pribadiku dan sudah sejak pertama kali aku tiba di Alyesburry. Dia bukan satu-satunya pengawalku. Dia berbagi tugas dengan Klaus Mate, yang menggantikan Torin setelah pria itu meninggal kurang dari setahun yang lalu. Itu adalah kehilangan tidak terduga karena Torin berusia awal tiga puluhan dan dalam kesehatan prima. Imam Tabib percaya kematiannya karena penyakit jantung yang tidak diketahui. Tetap saja, sulit membayangkan bagaimana seseorang bisa tidur dengan sehat dan utuh lalu tidak pernah bangun lagi.

Klaus tidak tahu kalau aku terlatih dengan baik, tapi dia tahu kalau aku bisa menggunakan belati. Dia tidak sadar kalau Eden dan aku terlalu sering menghilang keluar Kastil. Dia baik dan santai, tapi aku dan Klaus tidak sedekat Eden dan aku.

"Itu menyakitkan." Ucap Maya.

"Kematian adalah hal yang menyakitkan bagi siapa saja yang ditinggalkan." Klaus membalas.

Aku menunduk, memainkan jari di kain tidur berenda milikku. Aku cukup tahu rasanya. Dan bagaimana sulitnya hal itu.

Bagaimana melihat orang orang yang kucintai merenggut nyawa di hadapanku, dan kemudian menghadapi kehidupan setelahnya tanpa mereka. Bagaimana bayangan bayangan itu selalu menghantuiku di setiap malam saat aku tidur, dan membuatku meledak setelahnya. Itu menyakitkan dan terasa dingin. Seperti ada yang menggerogoti bagian di dalam dirimu dengan ganasnya. Memaksamu untuk merasakan rasa sakitnya yang begitu mengerikan. Bukan hanya aku saja yang pernah kehilangan, Eden dan Klaus juga. Mereka kehilangan seluruh keluarga mereka di tangan para Lamia,. Dan bukan hanya ayah, ibu dan adik perempuan, Eden juga kehilangan anak dan istri yang dicintainya. dan kemudian saat menyerahkan hidup untuk Kerajaan sebagai Pengawal Istana, mereka juga harus berhadapan dengan kematian teman teman mereka. Sedangkan Maya, dia kehilangan saudara kembarnya karena bunuh diri.

Aku tidak tahu apa yang membuat mereka sanggup memikul beban seperti itu, dan bisa menerimanya dengan semudah itu. Sedangkan aku...aku bahkan tidak bisa memulai hari tanpa melihat bayangan orang tuaku saat aku tidur. Tapi, yang aku tahu,...kami di sini sekarang. Bersama sama, dan kami akan saling menjaga.

Aku memejamkan mata.

"Sudah waktunya bagi kalian untuk tidur." Ucap Eden kepadaku dan Maya. Aku mendongak untuk melihat senyum lembutnya. "Beristirahatlah. Sampai bertemu besok."

Aku mengangguk saat Eden bangkit dan melangkah menghampiri Klaus untuk pergi dari ruanganku.

"Selamat malam." Klaus berucap.

"Selamat malam." Balasku dan Maya serempak.

Aku dan Maya saling bertatapan saat mereka keluar dan menutup pintu.

"Apa kau ingin tidur, atau melakukan hal lain?"

Aku terkekeh mendengar kata 'hal lain' darinya. "Mungkin lain kali....aku mengantuk." Jawabku.

Maya mengangguk, dan mendengus lelah, "Mungkin aku juga akan tidur dengan nyenyak malam ini karena begitu lelahnya mendengarkan Nyonya mengoceh tentang betapa tidak sopannya Lady dan Lord ini. Aku berdoa agar perutku sakit agar bisa pergi."

Aku terkikik. Nyonya Sharren adalah pelayan pribadi Duchess, yang membantunya menjalankan urusan urusan Rumah Tangga dia juga melacak para Lady. Nyonya Sharren diibaratkan bagai naga dari seorang wanita yang bahkan membuatku takut.

"Banyak yang harus di tangani Nyonya."

"Itu karena terlalu baik," komentarnya, dan kemudian bangkit. Aku juga bangkit dari kursiku. "Kalau begitu aku pergi. Selamat malam, Jass."

"Selamat malam juga, Maya."