Chereads / Pelakor Bayaran / Chapter 2 - Sentuhlah Aku!

Chapter 2 - Sentuhlah Aku!

"Kamu sudah gila ya, Lidya?" geram Adrian.

Lidya pun ikut tersulut emosi, "Ya, memang ... aku sudah gila. Aku gila gara-gara kamu. Bayangkan saja, sudah dua tahun kita menjalani rumah tangga, tapi kamu sama sekali tidak mau menyentuhku. Jangankan menyentuh, disentuh pun kamu enggan. Mengapa kamu bersikap seperti itu kepadaku, hah? Aku ini istrimu. Aku butuh perhatian dan kasih sayang darimu."

"Istri? Memangnya, aku menganggapmu sebagai istriku? Sejak kapan?" ledek Adrian.

Amarah Lidya semakin memuncak. Dia tak segan-segan mencengkeram kerah kemeja suaminya itu dengan kedua tangannya. "Jaga ucapanmu, bedebah sampah! Hehmm ... aku jadi curiga. Jangan-jangan, kamu menikahiku hanya untuk menguasai seluruh perusahaan papaku. Benar kan?'

Adrian sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan Lidya. Dia hanya tersenyum sinis sambil menjawab, "Tanya saja pada papa tercintamu itu! Dialah yang tahu segalanya. Untuk apa kamu bertanya kepadaku?" Adrian bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Lidya.

Kedua tangan Lidya sudah mengepal keras. Dia ingin sekali meninju wajah suami angkuhnya itu hingga babak belur, namun diurungkannya. Dia berpikir, masalah ini tidak akan selesai meskipun menggunakan kekerasan. Mau tidak mau, dia harus menggunakan cara terakhir dan satu-satunya, yaitu bercerai. Dia sudah pertimbangkan cara tersebut secara matang selama setahun belakangan ini.

Dengan penuh keyakinan, Lidya mengucapkan secara lantang bahwa dia ingin bercerai dengan Adrian. Seketika, pria angkuh itu menghentikan langkahnya. Tanpa menoleh ke belakang, dia angkat bicara, "Coba saja kamu bercerai dariku! Yang ada, kamu dan papamu akan menjadi gelandangan di luar sana."

"Aku tidak takut dengan ancamanmu itu. Yang jelas, aku tidak akan kalah darimu. Lihat saja nanti!" ucap Lidya dengan penuh percaya diri. Lalu, wanita itu pergi ke kamar mendahului Adrian.

Di dalam kamar, Lidya sedang mengemas barang-barangnya ke dalam sebuah koper. Dia akan menginap di rumah papanya selama beberapa hari untuk mencari jawaban perihal pernikahannya.

Setelah semuanya siap, Lidya segera keluar dari kamar, menuruni anak tangga sambil membawa koper yang terlihat cukup berat. Saat menuruni anak tangga yang terakhir, tiba-tiba Bi Sumi datang di hadapan Lidya, mengagetkan Lidya yang sedang kawalahan membawa kopernya, "Ya ampun, Bi Sumi. Kamu ngagetin saya aja deh."

Bi Sumi meminta maaf karena dia tidak bermaksud mengagetkan Lidya. Dia menjelaskan bahwa dia hendak membereskan ruangan di lantai dua. Lalu, dia melirik ke bawah. Dia heran mengapa majikan wanitanya itu membawa koper. "Loh! Non Lidya mau pergi kemana? Kok bawa koper?"

"Saya ada perlu dulu. Nanti tolong urus segala kebutuhan Adrian ya, Bi. Kalau ada apa-apa di rumah, hubungi saya saja!" pesan Lidya. Bi Sumi hanya mengiyakan.

Lidya bergegas menuju garasi. Dia membuka bagasi mobil untuk memasukkan kopernya. Setelah itu, dia langsung masuk ke dalam mobil, menetralkan gigi mesin dan memasang rem tangan sebelum menyalakan mobil.

Mobil pun menyala, dia melepas rem tangan sambil menginjak kopling dan memasukkan gigi mesin ke gigi satu, lalu tancap gas sambil melepaskan injakan kopling secara perlahan. Dia pun segera pergi meninggalkan rumah, tanpa berpamitan dengan suaminya. Adrian yang sedang berada di ruang kerja, melihat kepergian Lidya dari balik jendela. "Mau pergi ke mana dia?" batinnya bertanya-tanya.

***

"Papa, aku pulang!" seru Lidya saat memasuki rumah papanya.

Alangkah terkejutnya Pak Husni, papa Lidya, mendengar suara anak tunggalnya itu. "Hah? Apa aku tidak salah dengar? Sepertinya itu suara Lidya?"

"Duh ... papa kemana ya? Pa ... Papa ... " Lidya memanggil papanya berulang kali. Pak Husni segera menghampiri sumber suara. Dan benar saja, Lidya sudah berada di ruang keluarga yang memiliki luas sekitar 8x8 meter.

"Lidya? Tumben kamu ke sini? Mana suamimu?" tanya Pak Husni heran.

"Aku bertengkar dengan Adrian, Pa. Makanya aku datang ke sini untuk menenangkan pikiran." jawab Lidya.

"Ya Tuhan, memangnya kalian bertengkar gara-gara apa?" tanya Pak Husni lagi.

Lidya menjelaskan secara detail mengenai masalah yang sedang menimpanya. Putri tunggalnya pun menambahkan bahwa dirinya hendak menggugat cerai suaminya. Sontak, Pak Husni berkata, "Tidak bisa! Kamu tidak bisa bercerai dengan Adrian!"

Lidya bingung dengan ucapan papanya. "Mengapa aku tidak bisa cerai dengan Adrian, Pa? Apa alasannya?"

Tiba-tiba, Pak Husni meneteskan air mata. Nafasnya tercekat ketika menjelaskan, "Maaf Lidya, Papa tidak bermaksud menyembunyikan semua ini darimu. Akan tetapi, Papa sudah berjanji kepada Adrian untuk merahasiakan hal ini kepada siapa pun, termasuk kamu. Ini demi kebaikan kita semua dan juga demi kelangsungan perusahaan Papa. Jadi, Papa terpaksa melakukan hal ini tanpa sepengetahuanmu."

Lidya tidak bisa berkata-kata. Dia peluk papanya dengan erat dan penuh kasih sayang. Dia tepuk-tepuk pelan punggung papanya, layaknya seorang ibu yang sedang menenangkan anaknya.

"Tidak apa-apa, Pa. Maafkan Lidya yang sudah mendesak Papa."

Baru kali ini, Lidya bisa merasakan kembali momen makan malam bersama dengan papanya. Semenjak dia menikah, mereka berdua jarang sekali bertemu. "Aku senang sekali Pa, bisa makan bersama lagi dengan Papa. Aku sangat merindukan momen-momen seperti ini." ucap Lidya sambil tersenyum sumringah.

"Sama, Papa juga. Jadi rencananya, kamu mau menginap berapa hari di sini?"

"Belum tahu, Pa. Sebenarnya, aku ingin tinggal lama di sini. Entah mengapa akhir-akhir ini, aku sangat merindukan suasana rumah?"

Kemudian, Pak Husni memberi nasihat, "Papa sarankan kamu jangan lama-lama menginap di sini! Sekarang kan kamu sudah punya suami. Kamu harus ingat akan kewajibanmu sebagai istri! Mau seburuk apa pun suamimu itu, maafkan saja segala perbuatannya. Tuhan saja Maha Pemaaf, masa kita sebagai manusia sulit untuk memaafkan?"

Lidya hanya mengiyakan. Dalam hati, dia bergumam bahwa tujuannya datang ke rumah papanya adalah untuk mencari kebenaran mengenai pernikahannya.

Selesai menikmati hidangan makan malam, Pak Husni beranjak dari kursi menuju ruang keluarga. Dia menonton acara kesayangannya yang tayang di televisi sambil duduk santai. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Ternyata Pak Jeremy, sekretaris Pak Husni yang menelepon. Dia mengabarkan bahwa perusahaan sedang mengalami masalah. Para investor hendak menarik kembali dana investasinya apabila Pak Husni masih menjabat sebagai CEO PT. Ceramai Raya.

Sontak, Pak Husni terkejut mendengarnya. Sebelum melanjutkan percakapannya, Pak Husni beranjak dari ruang keluarga menuju ruang kerjanya. Lidya yang sedang membawa cemilan untuk papanya merasa heran melihat papanya begitu tergesa-gesa, "Sepertinya, papa sedang ada masalah. Aku harus cari tahu!" Lidya pun menguntit papanya.

Setelah masuk ke ruang kerjanya, dia pun lanjut bertanya kepada sekretarisnya itu, "Apa alasan mereka menginginkan saya untuk mundur dari jabatan CEO?"

Sang Sekretaris menjawab, "Mereka menginginkan Adrian yang menjadi CEO di perusahaan ini, Pak."

Lidya diam-diam mendengarkan percakapan telepon antara Pak Husni dengan sekretarisnya itu di balik pintu. Dan ternyata, dugaannya selama ini benar bahwa Adrian menikahinya karena ingin menguasai seluruh perusahaan papanya.