Selalu ada waktu kalau hanya sekedar ciptakan rindu
Selalu ada waktu kalau hanya sekedar rasakan rindu
Selalu ada waktu kalau hanya sekedar sampaikan rindu
Tapi tak ada waktu jika hanya terperangkap dalam rindu
Dan tidak berjuang bertemu dengan rindu itu
Atau setidaknya melahirkan sesuatu yang bermanfaat dari rindu itu
Berjuanglah untuk rindumu
Karena rindu yang sebenarnya hanya sekali datang dalam hidupmu
Ibukota Galuh Pakuan. Cuaca pagi ini sedang cerah. Segumpal awan yang tadi masih tinggi menjulang telah hilang berantakan disapu angin. Alun-alun kerajaan dipenuhi oleh orang-orang yang sedang berlatih kanuragan. Pasukan berseragam kuning-kuning, hijau-hijau dan emas-emas terlihat kompak berbaris dan berlatih. Seragam kuning berarti pasukan Garda Kujang. Seragam hijau adalah Kujang Emas Elang khusus pengawal keluarga kerajaan. Seragam emas adalah Kujang Emas Garuda khusus pengawal Raja.
Pasukan yang sedang berlatih itu diawasi oleh beberapa orang pelatih. Dewi Mulia Ratri mengawasi dengan seksama bagaimana para pasukan itu berlatih. Sudah menjadi kebijaksanaan kerajaan bahwa pasukan harus diperkuat dari sisi kemampuan dan bukan jumlah. Oleh karena itu, setiap hari pasukan Garda Kujang harus berlatih. Tiada hari tanpa berlatih. Selain Garda Kujang, pasukan reguler kerajaan juga diwajibkan berlatih setiap hari bagi yang sedang bertugas maupun yang sedang berdiam di markas. Hanya tempatnya saja yang berbeda. Pasukan Garda Kujang selalu di alun-alun kerajaan, sedangkan pasukan reguler lebih banyak berlatih di lapangan markas besar, di hutan, atau di pesisir pantai yang luas.
Pasukan Garda Kujang beranggotakan 3000 orang dengan pimpinan Pangeran Andika Sinatria. Pasukan paling rahasia dan paling tangguh dari Garda Kujang adalah Pasukan Kujang Emas. Kujang Emas sendiri terdiri dari 2 pasukan, yaitu Kujang Emas Elang dengan pasukan sebanyak 500 orang di bawah pimpinan Putri Anjani dan Kujang Emas Garuda dengan pasukan sebanyak 500 orang dipimpin oleh Dewi Mulia Ratri. Kujang Emas Garuda terdiri dari orang orang pilihan Dewi Mulia Ratri sendiri. Pasukan yang sudah melewati ujian kanuragan dan ketahanan terhadap sihir.
Dewi Mulia Ratri dibantu oleh seorang panglima tinggi bernama Birawa yang merupakan saudara seperguruannya di Padepokan Sanggabuana. Birawalah yang banyak berperan dalam meningkatkan ketangguhan dan kedisiplinan pasukan Kujang Emas Garuda. Pemuda tangguh ini turun tangan langsung melatih pasukan. Memberikan contoh kedisplinan. Menghukum yang salah dan memberikan penghargaan kepada siapapun yang berbuat benar.
Sambil memandangi latihan anggota pasukannya, Dewi Mulia Ratri melamunkan beberapa purnama belakangan ini. Mengingat betapa dahsyatnya perang besar Blambangan. Betapa haru-biru dirinya saat berpisah dengan Arya Dahana. Sosok pemuda itu sekarang selalu menghantui pikirannya. Konyol, genit, baik hati, penuh perhatian, romantis, melindungi...dan menarik hati. Meskipun gadis itu menghabiskan beberapa malam melakukan perjalanan dengan pemuda gagah tampan yang dikagumi dan disukainya, pangeran Andika Sinatria, namun bayangan pemuda konyol itu tak pernah hilang dari benaknya. Meski hanya menduga-duga, Dewi Mulia Ratri bisa merasakan bahwa pemuda itu menaruh hati kepadanya. Betapa pandangan matanya penuh dengan ucapan sayang tak terkatakan. Betapa sikapnya penuh dengan cinta tak terucapkan. Akan tetapi betapa setianya pemuda itu terhadap hutang budi dan rasa iba. Tidak mau menahannya pergi meski dia bisa melihat juga bahwa pemuda itu kehilangan dirinya. Demi Dyah Puspita yang telah menyelamatkan hidupnya berkali-kali, pemuda itu merelakan sebagian jiwanya pergi terbawa olehnya.
Dewi Mulia Ratri menghela nafas dengan amat panjang. Tubuhnya sedikit menggigil sekarang. Bukan karena hawa dingin, bukan karena ilmu sihir. Hatinya mendadak terasa kosong dan sakit. Membayangkan Arya Dahana berduaan dengan gadis cantik lihai dari Majapahit itu. Merawatnya dengan penuh perhatian karena pasti luka-lukanya tidak bisa cepat sembuh. Huh! Dasar pemuda tengil dan genit! Pastilah dia sedang mengerahkan semua pesona dan kelucuannya agar Dyah Puspita tertawa gembira.
Aaaahh kenapa dia berpikiran sekacau ini? Dewi Mulia Ratri menegakkan kepala dan menggeleng-gelengkannya, mencoba melupakan bayang-bayang pemuda itu yang semakin lama semakin menguat. Gadis itu coba memusatkan perhatiannya pada latihan pasukannya.
Dilihatnya mereka semakin kompak dan teratur gerakan-gerakannya. Apalagi pemuda yang paling depan itu. Begitu bertenaga dan penuh semangat. Pemuda itu menoleh kepada Dewi Mulia Ratri karena merasa diperhatikan. Gadis itu tercekat dan hampir terlonjak.
Arya Dahana! Kenapa pemuda itu tiba-tiba ada di sini? Apakah sengaja memberikan kejutan kepadanya? Dewi Mulia Ratri menjadi salah tingkah. Jantungnya berdebar-debar dan selanjutnya sama sekali tidak bisa menahan diri lagi. Dihampirinya pemuda itu dan saat dia sudah hampir memegang tangan pemuda itu, matanya terbelalak kaget.
Ini siapa? Dia tidak mengenalnya sama sekali! Pemuda itu lebih bingung lagi. Awalnya dia mengira pimpinan tertinggi Kujang Emas Garuda ini menghampiri untuk memberikan pujian kepadanya, namun saat melihat mukanya berubah, pemuda ini yakin sang pemimpin akan menghukumnya karena gerakannya yang salah.
Dewi Mulia Ratri menggeleng-gelengkan kepalanya dengan gundah. Arya Dahana bahkan telah memasuki pikirannya seperti sihir. Dia adalah gadis tangguh yang mempunyai kemampuan sihir luar biasa, namun ternyata pemuda itu telah memasuki hatinya dengan sihir paling murni yang ada di dunia ini, rasa cinta. Dewi Mulia Ratri melangkah mundur sambil menatap maaf kepada pemuda yang sekejap berubah menjadi Arya Dahana tadi.
Dewi Mulia Ratri tidak sadar bahwa tingkahnya yang aneh ternyata ada yang memperhatikan. Pangeran Andika Sinatria sedari tadi berada tidak jauh di belakang gadis cantik itu. Melihat tingkahnya yang benar-benar aneh bin ajaib. Sebentar-sebentar tersenyum manis, menghela nafas panjang, menggeleng-gelengkan kepala, bahkan tadi seperti tersengat kalajengking berbisa saat menghampiri seorang pemuda anggota pasukan Kujang Emas Garuda. Lalu kembali ke tempatnya semula sambil memasang wajah murung.
Di sudut yang agak jauh, sepasang mata juga memperhatikan keanehan Dewi Mulia Ratri. Pangeran Bunga menatap tajam penuh selidik setiap kali ada perubahan tingkah gadis cantik dari Sanggabuana itu. Hmmm...gadis yang aneh. Apa yang sedang dipikirkannya. Pastilah sesuatu yang mengguncang jiwanya. Pangeran Bunga mereka-reka dengan sedikit pasti. Gadis itu sedang jatuh cinta. Ini kesempatan baginya untuk membalas dendam kepada gadis yang dulu terus-terusan berbuat usil kepadanya di Padepokan Sanggabuana. Selain itu dia mengincar posisi penting sebagai pimpinan Kujang Emas Garuda yang sekarang dipegang oleh Dewi Mulia Ratri. Posisi itu akan membuatnya menjadi orang sangat penting di Kerajaan, yang berarti semakin mempermudah baginya untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya.
Sebagai seorang pangeran yang terkenal dengan tabiatnya yang menyukai dan mempermainkan perempuan, dari dulu dia sudah sangat tertarik dengan kecantikan Dewi Mulia Ratri. Wajah cantik menarik, tubuh padat berisi, tangguh dalam olah kanuragan, dan luar biasa dalam hal sihir. Beberapa hal yang membuat Pangeran Bunga tergila-gila. Dia yakin tak mungkin gadis seperti itu bisa jatuh cinta kepadanya. Namun sejak lama Pangeran Pemetik Bunga ini bertekad bahwa jika tidak bisa menaklukkan hatinya, maka dia harus berhasil mendapatkan tubuh gadis itu.
Dulu dia punya rencana untuk mengadu domba Dewi Mulia Ratri dengan Putri Anjani. Namun nama yang disebut terakhir belum muncul lagi ke Galuh Pakuan setelah peristiwa besar perang Blambangan. Putri Anjani adalah pendekar wanita yang lihai dan mengepalai Kujang Emas Elang. Terbawa dalam perang Blambangan atas ajakan ayahnya yang merupakan pendekar besar Tanah Jawa pembela Majapahit, membelot ke Blambangan dan pada akhirnya harus tewas di tangan tokoh sakti Majapahit Maesa Amuk. Setelah kematian ayahnya, Putri Anjani kembali ke Istana Laut Utara dengan hati pedih penuh dendam kepada Majapahit.
Pangeran Bunga tahu persis bahwa kedua gadis cantik dan lihai itu sama-sama tertarik kepada kakak tirinya Andika Sinatria. Pangeran sakti Galuh Pakuan murid Ki Mandara yang menjadi pimpinan seluruh Garda Kujang. Rencananya dulu adalah untuk saling membenturkan dua gadis lihai ini dalam sebuah bentrokan yang sesungguhnya, sehingga dia bisa mendapatkan keuntungan pribadi, belumlah terwujud. Karena ternyata Putri Anjani juga adalah seorang yang menjunjung tinggi harga diri.
Sekarang kesempatan untuk membalas dendam kepada Dewi Mulia Ratri agak mengecil. Dia tidak punya sekutu yang cukup mumpuni untuk berbuat hal itu. Menggunakan kekerasan bukanlah pilihan. Dewi Mulia Ratri jauh lebih tinggi ilmu kanuragannya dibanding dirinya. Ilmu sihir apalagi. Gadis itu adalah datuknya. Yang paling memungkinkan adalah perlahan-lahan menyiksa gadis itu dengan menyakiti orang-orang yang dicintainya.
Pangeran Bunga sudah menyelidiki padepokan Sanggabuana dengan seksama. Dia sudah punya rencana besar untuk menghancurkan padepokan yang sebenarnya adalah tempatnya menuntut ilmu dahulu. Dendamnya terlalu besar kepada Dewi Mulia Ratri. Sudah banyak sekali gadis itu mempermalukan dirinya. Terutama pada saat mereka sama-sama beranjak remaja, pangeran itu pernah menyatakan rasa sukanya kepada Dewi Mulia Ratri. Gadis itu malah mentertawakannya dan mengolok-olok dirinya di depan umum. Bahkan mengumumkannya di seantero padepokan dengan cara yang benar-benar tidak bisa diterimanya. Dewi Mulia Ratri menempelkan surat cintanya di papan pengumuman tempat latihan. Semua murid padepokan tentu saja mengetahuinya, meskipun tidak semua orang punya keberanian untuk mengejeknya secara terang-terangan. Namun pandangan mata mereka sudah lebih dari cukup bagi Pangeran Bunga untuk sangat sakit hati, dia bahkan sampai menangis terisak-isak di kamarnya akibat olok-olok tersebut.
Dan sekarang dia melihat sebuah kesempatan lagi untuk menghancurkan kehidupan Dewi Mulia Ratri. Gadis itu sedang jatuh cinta. Dia akan mencari tahu kepada siapakah? Andika Sinatria atau yang lain? Jika sudah pasti maka dia akan menyusun rencana hebat untuk membuat gadis itu merasakan sakit hati terperih yang belum pernah dirasakan oleh manusia manapun. Pangeran Bunga tersenyum puas membayangkan bagaimana nanti gadis sombong itu menangis meratapi hidupnya yang hancur karena perbuatannya. Hmmm...sebuah balas dendam yang luar biasa manis.
Kita tinggalkan dahulu pangeran Bunga yang sedang merangkai rencana besarnya. Lain lagi apa yang dilakukan oleh Andika Sinatria ketika melihat tingkah aneh Dewi Mulia Ratri. Pangeran tampan itu mengira gadis itu sedang kikuk karena tahu bahwa dia sedang berada tidak jauh dari dirinya. Sejak pertemuan pertama yang diwarnai oleh pertarungan adu ilmu dahulu, Andika Sinatria selalu saja tahu dan menyadari betapa kikuknya gadis itu kalau sedang berpandangan mata atau bertemu dengannya. Senyum malu dan tatapan jengah gadis itu selalu muncul. Apalagi sejak Putri Anjani juga terlihat amat sangat menyukainya dan tentu saja lebih terang-terangan. Gadis cantik itu seringkali terlihat memandangnya dengan sorot mata penuh kekaguman dan rasa suka yang tidak bisa disembunyikan.
Tak bisa dipungkiri bahwa diapun menyukai gadis itu. Pangeran itu hampir yakin bahwa dia sudah jatuh cinta kepada gadis itu sejak pertama kali berjumpa dahulu. Dia bahkan sampai harus memohon ijin khusus dari Paduka Raja Galuh Pakuan agar bisa menyusul dan menjemput Dewi Mulia Ratri saat terjadinya perang besar Blambangan. Saat itu dia sangat mengkhawatirkan keselamatan gadis pujaan hatinya itu. Dia tahu Dewi Mulia Ratri adalah gadis muda yang sangat tangguh. Setangguh dirinya dalam hal kanuragan dan bahkan jauh lebih tangguh lagi dalam hal ilmu sihir. Namun pangeran tampan itu tahu secara persis pula bahwa gadis itu sangat tidak pengalaman dalam hal pergaulan dunia persilatan yang seringkali penuh dengan muslihat dan kelicikan.
Andika Sinatria ingat betul bagaimana wajah gadis itu ketika dia tiba-tiba datang menjemputnya saat perang Blambangan hampir berakhir. Begitu terkejut, kikuk, malu dan senang. Dia juga ingat saat-saat penuh perasaan waktu dirinya dan Dewi Mulia Ratri berpisah dengan kawan-kawan gadis itu. Pemuda polos dan gadis jelita yang terluka parah itu. Pangeran itu sayangnya tidak menyadari bagaimana tatapan mengenaskan Dewi Mulia Ratri saat berpisah dengan Arya Dahana. Jika dia menyadarinya maka mungkin apa yang dipikirkannya saat ini pasti akan berubah dengan sendirinya.
Andika Sinatria menghampiri Dewi Mulia Ratri yang masih tampak sedikit melamun. Pangeran itu membuka tegur sapa penuh simpati," Dewi, adakah sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Aku perhatikan dari tadi kelihatannya ada hal-hal di hatimu yang perlu segera dicarikan sinar terang..."
Dewi Mulia Ratri agak tergagap menjawab,"ah..ah...Pangeran Andika...aku tidak apa-apa. Ada yang terlihat aneh dariku rupanya?" sebuah senyum manis muncul dengan terpaksa di sudut bibir indah itu.
Andika Sinatria membalas senyuman itu dengan sopan," kamu tidak aneh Dewi...hanya saja sepertinya ada sesuatu yang hilang dan belum kamu temukan?...boleh aku bantu carikan?"
Percakapan itu berlanjut dengan sedikit kikuk dan canggung karena Dewi Mulia Ratri benar-benar sedang tidak ingin bercakap-cakap sementara Andika Sinatria tidak menyadarinya dan terus mengajak berbincang. Pangeran tampan itu menyampaikan beberapa hal yang sekarang sedang menjadi perhatian Raja Galuh Pakuan.
Pertama, kekuatan di perbatasan dengan Majapahit harus diperkuat karena Majapahit sudah berhasil menaklukkan Blambangan sehingga mempunyai fokus waktu lebih ke arah barat. Kedua, kepala pengawal Kujang Emas Elang Putri Anjani harus segera ditemui karena sudah beberapa purnama tidak muncul di ibukota Galuh Pakuan. Pasukan khusus pengawal keluarga kerajaan tidak boleh kehilangan sosok pemimpin. Jika memang Putri Anjani berniat untuk mengundurkan diri maka dia harus datang sendiri menghadap Sang Raja. Tidak bisa seenaknya saja meninggalkan tanggung jawab tanpa mempertanggungjawabkannya. Ketiga, muncul gangguan dari gerombolan yang menamakan dirinya Kerajaan Lawa Agung di pesisir pantai selatan wilayah Galuh Pakuan. Perkumpulan ini tidaklah sangat besar jumlah pengikutnya, namun sangat meresahkan karena dipimpin oleh seorang tokoh aneh berbahaya yang dijuluki Panglima Kelelawar. Telik sandi kerajaan belum tahu secara persis siapakah tokoh ini karena kemunculannya selalu misterius. Namun dikabarkan bahwa tokoh ini sangat sakti sampai-sampai beredar cerita bahwa dia bisa terbang dan menghilang.
Raja meminta agar tiga masalah besar ini segera dituntaskan oleh Andika Sinatria dan Panglima Candraloka. Ki Mandara sendiri menyerahkan semuanya kepada Andika Sinatria karena percaya betul bahwa Andika Sinatria bisa menyelesaikannya dengan baik.
"Tahukah kamu Dewi? Sesuai dengan hasil kesepakatan antara Guru, Panglima Candraloka dan aku sendiri serta dikuatkan dengan sabda Raja, diputuskan bahwa Panglima Candraloka bertugas menambah pasukan di perbatasan dengan pasukan reguler dan Pasukan Garda Kujang. Guru akan memperkuat pasukan Garda Kujang Emas dengan bantuan tokoh-tokoh lama yang masih setia kepada Galuh Pakuan. Bahkan guru mengundang seorang datuk aliran hitam yang sangat setia kepada kerajaan sejak dahulu kala. Seorang yang pernah terkenal di seantero Jawa dengan kekejiannya yang melebihi iblis. Tokoh lama yang dijuluki Biang Iblis Ujungkulon."
Melihat Dewi Mulia Ratri kelihatan tercengang, buru-buru Andika Sinatria melanjutkan," Tentu saja...tokoh ini tidak akan diundang untuk menetap di istana atau di markas pasukan, Dewi. Tokoh ini hanya akan datang pada saatnya dibutuhkan. Kerajaan hanya akan mengabari jika keadaan genting dan memaksa...kamu jangan khawatir."
Andika Sinatria kembali menyampaikan," tugas kedua dan ketiga adalah tugas kita berdua. Aku hanya ingin usulkan apakah kita berpencar saja atau kita melakukan perjalanan bersama-sama untuk menuntaskan tugas itu."
Dewi Mulia Ratri menukas pendek," maksudmu kita boleh memilih Paduka?"
"Ya Dewi. Membujuk Putri Anjani bukanlah pekerjaan mudah. Terutama bagimu. Kalian sama sekali tidak pernah akur. Jadi tidak mungkin hal ini kamu lakukan sendiri. Menyelidiki Panglima Kelelawar bukan juga pekerjaan mudah. Bahkan sangatlah berbahaya. Perkumpulan ini sangat misterius. Hanya sedikit yang bisa didapatkan oleh para telik sandi. Jadi tak akan kubiarkan kamu menyelidikinya sendiri."
Dewi Mulia Ratri menjawab cepat," Pangeran, akan lebih baik jika kita berpencar agar tugas ini cepat terselesaikan. Lagipula aku sama sekali tidak berminat untuk menemui Putri Laut Utara itu."
Andika Sinatria mengangguk meski terlihat ada kekecewaan samar di sana.
"Baiklah Dewi. Kalau begitu, kita berdua akan pergi menyelidiki Perkumpulan Kelelawar. Setelah selesai, aku akan pergi sendiri mencari Putri Anjani." Suara itu mengandung harap tidak ada bantahan dari Dewi Mulia Ratri. Mendengar nada suara tersebut, Dewi Mulia Ratri menjadi tidak tega hati. Dia mengangguk dan berkata," kapan kita berangkat pangeran?"
"Secepatnya Dewi. Aku akan urus beberapa hal dulu dengan Panglima Candraloka dan Guru. Aku juga harus menyerahkan tanggung jawab sementara Garda Kujang kepada adikku Pangeran Bunga selama aku dan kamu tidak ada." Tukas Andika Sinatria. Dewi Mulia Ratri mengerutkan alisnya mendengar nama Pangeran Bunga disebut. Namun dia menahan hatinya untuk tidak mengucapkan apa-apa.
**