Sean merasakan miris karena wanita yang ditolongnya akibat terjatuh di dalam jurang, selain mengalami luka di sejumlah bagian fisiknya bahkan bukan hanya itu saja, setelah wanita asing tersebut sadarkan diri rupanya benar seperti yang diperkirakan dokter kalau wanita tersebut mengalami hilang ingatan.
Tentu saja ia tidak bisa meninggalkan wanita asing tersebut seorang diri, sedangkan dirinya sudah waktunya untuk pulang kembali ke Indonesia. Sean sudah memutuskan untuk mengajak ikut serta wanita asing yang ditolongnya tersebut ikut pulang ke Indonesia, karena ia tidak tahu di mana keluarga dari wanita asing tersebut, jadi mau tidak mau dia harus ikut bersamanya.
Menaiki pesawat pribadi dan dibantu oleh beberapa suster yang ikut menjaganya dalam perjalanan pulang, bukan tanpa alasan ia harus buru-buru pulang ke Indonesia. Selain karena khawatir adiknya sendirian di rumah, pekerjaan dan juga tanggung jawabnya sudah menanti untuk segera dikerjakan.
Sepanjang perjalanan di dalam pesawat, Sean beberapa kali melirik ke arah wanita asing yang sudah tidak memanjangkan matanya lagi. Ingin sekali rasanya mengajak ngobrol namun rasa sungkan masih menyelimutinya.
"Maaf nyonya, kalau boleh saya tahu nama nyonya siapa?" tanya Sean.
"Tidak tahu," jawabnya membuat Sean seketika menepuk jidatnya sendiri dan merutuki kebodohannya.
"Bisa-bisanya aku bertanya siapa namanya? Kan dia lagi hilang ingatan," gumam Sean.
Sean beberapa kali menawari wanita asing tersebut makanan dan selalu memastikan, agar wanita itu merasa aman dan nyaman bersamanya.
"Kamu siapa? Ini kita mau pergi ke mana?" tanyanya.
"Sebelumnya perkenalkan nama saya Sean, saya yang menolong nyonya pada saat terjatuh di jurang, saya juga yang membawa nyonya ke rumah sakit dan mengobati luka yang ada di sekujur tubuh nyonya. Karena nyonya belum mengingat siapa nama diri sendiri, bagaimana kalau untuk sementara saya memanggil nyonya dengan nama, Nyonya Laila? Jadi biar kita bisa lebih mudah komunikasinya?" usul Sean membuat wanita asing tersebut menganggukkan kepalanya.
"Terus kita mau ke mana?" tanya Laila alias ratu Mayang.
"Kita sedang dalam perjalanan pulang ke Indonesia, Nyonya untuk sementara akan ikut bersama saya sampai nanti bertemu dengan keluarga nyonya," ujar Sean.
"Jangan panggil aku dengan sebutan nyonya, panggil ibu saja. Ngomong-ngomong terima kasih banyak karena kamu sudah menolong saya dan memberikan perawatan untuk saya," ucap Laila membuat Sean tersenyum mengangguk.
Bekas operasi di wajahnya Laila juga sudah mulai mengering, maka dari itu Sean sudah berani mengajak wanita tersebut untuk ikut pulang bersamanya dan menempuh perjalanan yang cukup jauh.
Princess Leonor merasa bingung dengan keputusan yang diambil oleh paman dan bibinya untuk merombak isi di dalam istana kerajaan, semuanya masih tampak bagus dan tidak ada yang bermasalah tapi paman dan bibinya memerintahkan agar semua pelayan merubah tatanan di dalam istana.
"Ini tidak bisa dibiarkan aku harus bertanya langsung kepada mereka, bagaimana mungkin mereka melakukan itu tanpa bertanya lebih dulu kepadaku?" ujar Leonor sembari berjalan menuju ke kamar pribadi milik paman dan bibinya.
TOK TOK TOK!!
CEKLEKKK!!!
"Princess? Ada apa? Apa kamu membutuhkan sesuatu?" tanya Anjani melihat keponakannya lah yang mengetok pintunya.
"Emm ada yang ingin aku tanyakan, bisakah kita berbicara sebentar di ruang tengah?" pinta Leonor.
"Baiklah, kamu duluan saja bibi akan memanggil paman untuk ikut bergabung ke sana," ujar sang bibi kemudian masuk kembali ke dalam kamar dan memanggil suaminya.
Ketika mereka sudah berkumpul di ruang tengah, Leonor memberanikan diri untuk menyampaikan apa yang menjadi keresahannya akhir-akhir ini.
"Jadi apa yang mau kamu tanyakan?" ujar sang paman.
"Kenapa paman menyuruh semua pelayan untuk mengganti properti yang ada di dalam istana? Kenapa paman tidak membicarakannya lebih dulu kepadaku?" protes Leonor membuat Kevin mengerutkan keningnya.
"Kenapa kami harus membicarakannya lebih dulu sama kamu?" herannya.
"Ya bagaimanapun aku yang menempati istana ini lebih dulu bersama ke dua orang tuaku, properti yang ada di dalamnya juga semuanya yang memilih adalah orang tuaku. Walaupun mereka sudah tiada, tapi tidak bisa seenaknya paman dan bibi mengganti semua propertinya begitu saja," protes Leonor.
"Kamu harus ingat bahwa, Paman dan bibi sekarang sudah sah menjadi pengganti mendiang orang tua kamu untuk memimpin kerajaan Felik, itu berarti kami berhak memutuskan apapun yang kami inginkan tanpa meminta persetujuan dari siapapun itu," jelas Kevin sembari menekankan pada setiap kalimatnya, agar anak perempuan dihadapannya memahami bahwa mereka mempunyai hak sepenuhnya atas semua yang ada di Istana.
"Tapi walaupun demikian kalian harusnya meminta persetujuan terlebih dahulu kepadaku, kasihan orang tuaku di sana pasti sedih melihat istananya diberantakin kayak gini," ujar Leonor membuat Kevin tertawa.
"Kamu itu masih anak kecil jadi kamu tidak tahu apapun soal istana, lagian kalau nanti semua furniture yang ada di dalam istana ganti yang baru, kamu juga akan menikmatinya dan semakin nyaman tinggal di istana. Kecuali kalau kamu tidak tinggal di istana lagi, cuma gara-gara masalah kayak gini," cibir Kevin membuat Leonor benar-benar tak habis pikir.
"Maksudnya? Paman, mau ngusir aku dari istana?" tanya Leonor.
"Paman, tidak pernah berbicara seperti itu, tapi kalau kamu merasa tersinggung dengan ucapan paman ya itu terserah kamu dan paman juga tidak peduli," ujar Kevin dengan entengnya.
"Princess? Karena semua furniture yang ada di dalam istana akan segera diganti dengan yang baru, jadi kamu bisa request furniture seperti apa yang kamu inginkan dan konsepnya seperti apa kamu juga bisa mengatakannya?" saran sang bibi namun Leonor malah menggelengkan kepalanya.
"Terserah kalian saja mau diapakan semuanya, tidak ada gunanya aku berbicara dengan kalian." Leonor pergi begitu saja dan tak melanjutkan lagi perdebatan diantara mereka.
"Dasar anak itu selalu saja tidak sopan," kesal Kevin melihat tingkah anak remaja zaman sekarang.
Hanya Princess Leonor yang diperbolehkan sesuka hati keluar masuk di kamar pribadi milik mendiang orang tuanya, setiap kali merasa rindu Leonor memasuki kamar tersebut menghirup aroma wangi yang masih melekat di dalamnya.
"Nyaman sekali di sini, aku berasa di peluk kalian lagi," gumam Leonor sembari mengelus selimut tebal yang masih tertata dengan rapi di atas ranjang.
Sebelumnya Leonor tidak pernah melihat begitu detail apa saja yang ada di dalam kamar mendiang orang tuanya, akan tetapi berbeda dengan hari ini di mana ia merasa penasaran ingin melihat keseluruhannya.
"Ibu? Aku ijin buka lemari ya," ucap Leonor berharap ibunya di atas sana mendengarnya.
Leonor membuka gemboknya terlebih dahulu dan setelah terbuka, ia berdecak kagum sekaligus haru karena tidak akan ada lagi yang memakai pakaian khas kerajaan setelah orang tuanya tiada.
"Kotak apa itu?" heran Leonor.