"Lo angkatlah, Ca! Lo nyuekin om Irza itu sama lo sedang memanggil Malaikat Izrail untuk datang lebih cepat untuk jemput lo." Eca tidak punya pembelaan saat mendengar apa yang dikatakan oleh Dipta karena apa yang dia katakan memang adalah sebuah kebenaran yang tidak lagi bisa untuk diganggu gugat kebenarannya.
Tanpa mau pikir panjang untuk waktu yang lebih lama, Eca pun segera menggeser ikon hijau yang ada di layar gawainya sehingga sambungan telepon antara dia dan juga Irza saling terhubung satu sama lain.
"Hallo, Om?!" kata Irza saat sambungan telepon di antara mereka saling terhubung satu sam lain. Entah bagaimana caranya saat ini Eca merasakan ada atmosfer yang berbeda dari biasanya.
"Kamu tahu sendiri 'kan kalau om ini tidak suka untuk berbasa-basi, Ca? Jadi om langsung ke titik masalahnya."
Masalah? Satu kata itu yang terus saja berputar-putar di dalam benak milik Eca.
GLEK!
Untuk mendorong salivanya Eca sudah tampak kesulitan. Jika para anggota Oscar angkatan kedua diminta untuk menunjuk satu orang yang paling mereka takuti maka itu sudah pasti adalah Irza Adisankara Rianto, pesona yang dia miliki nyatanya lebih menakutkan dibandingkan Raka Yudha Juliardo yang mana dia adalah ketua dari Oscar Geng angkatan pertama.
"I-iya, Om," jawab Eca dengan nada yang terdengar terbata-bata.
"Nanti malam om minta kamu untuk mengumpulkan semua anggotamu di markas. Ingat semuanya tanpa ada pengecualian," titah Irza yang menutup celah untuk Eca melontarkan kalimat keberatannya.
"Kalau aku boleh tahu ada apa, ya, Om?" tanya Eca yang dia sendiri pun tahu dari mana dia mendapatkan keberanian seperti itu bertanya pada Lead Parent Consultant tidak hanya untuk Oscar angkatan kedua, tapi juga untuk Bimasena.
"Kamu akan tahu nanti, Ca." Satu poin penting yang harus selalu diingat oleh Eca bahkan oleh semua anggota geng motor yang berada di bawah pengawasan Irza Adisankara Rianto kalau pria berusia 34 tahun itu adalah orang yang tidak pernah pikir dua kali untuk mengambil sebuah keputusan penting dalam hidupnya.
Jika dia telah berkata iya maka selamanya akan tetap seperti itu.Tidak akan berubah menjadi mungkin apalagi tidak.
"Baik, Om. Aku akan kumpulkan anggota Oscar tanpa ada yang terlewat--"
Eca hanya bisa menghembuskan napasnya dengan sangat berat saat menyadari kalau Irza memutuskan sambungan telepon di antara mereka secara sepihak tanpa persetujuan darinya.
Eca tak ingin mengeluh karena dia tahu kalau Irza notabenenya adalah orang yang tidak suka untuk berbasa-basi dalam waktu yang lama.
"Ada apa?" tanya Ganes yang merasa kalau saat ada yang berbeda dari Eca. Ganes peka, tapi dia sadari diri kalau dia tidak sesakti Cenayang.
Ganes harus dijelaskan dulu untuk mengerti apa yang saat ini sedang terjadi pada seorang King Mahesa Juliardo, ketua dari geng motor Oscar.
"Ndra ... bantu gue untuk kumpulin anak-anak di markas nanti malam, ya?!" Alih-alih menjawab apa yang dipertanyakan oleh Ganes, Eca justru memberikan titah pada panglima tempur Oscar Geng, Chandra Kumara Aji Setiawan.
Chandra pun yang merasa terpanggil mau tidak mau mengalihkan titik atensinya. "Gue, Bos?" tanya Chandra sambil membawa kedua titik atensinya pada Eca. Nyali milik Chandra seketika menciut saat kedua manik matanya dan juga Eca saling mengunci satu sama lain.
"Iya gue kumpulin anak-anak," tutup Chandra yang tak ingin berdebat lebih lama dengan Eca.
"Cha, ada apa?" Ganes kembali mengulang apa yang dia pertanyakan pada Eca karena yang sebelumnya dia tak mendapatkan hasil apa-apa.
"Gue akan jawab pertanyaan lo itu kalau om Irza pun menjelaskannya secara detail. Tapi sayangnya nggak seperti itu, Nes. Apa yang gue katakan tadi sesuai dengan apa yang dikatakan om Irza. Nggak ada yang gue lebih-lebihkan apalagi gue kurangin semua dalam porsinya yang pas," tutup Eca dengan nada tegas pun dengan tatapan yang penuh intimidasi. Sehingga para anggotanya pun hanya menurut saja apa yang dikatakan oleh Eca.
***
Markas Oscar
Bangunan yang telah ada sejak 18 tahun silam ini sudah tampak ramai oleh anggota Oscar angkatan kedua, mungkin jika anggota purna sudah lengkap mereka akan langsung memasuki inti dari pertemuan dadakan ini.
"Mi, om Irza mau ngomong apa sih?" Tentu saja itu bukan hanya pertanyaan dari Eca, tapi semua yang hadir di tempat ini pun masih menerka-nerka apa yang menjadi alasan Irza Adisankara Rianto mengumpulkan mereka di sini.
"Mami nggak mau ngelangkahin om Irza untuk menjawab pertanyaanmu itu, Ca." Kedua pangkal bahu milik Eca turun tanpa permisi saat mendengar apa yang maminya katakan barusan.
"Penting banget ya, Mi?" Sella urung untuk mengalihkan atensinya saat mendengar apa yang dipertanyakan lagi oleh putra semata wayangnya itu.
"Eca memangnya kapan juga sih kami para purna mengajak kalian untuk bermusyawarah tentang untuk hal yang tidak penting sama sekali, hah?" Mungkin jalan Eca memang sudah benar beberapa saat yang lalu kalau yang perlu dia lakukan adalah menuruti saja aturan main yang telah ditetapkan oleh panglima tempur Oscar Geng pada masanya.
"Jadi kita di sini--"
"Ca ... kayaknya jalan ninja terbaik untuk kamu saat ini adalah diam," pangkas Sella dengan sangat cepat atas apa yang hendak dikatakan oleh putra semata wayangnya itu.
"Eh mega bintang kita udah datang. Mami ke om Laskar dulu, ya?!" Mendengar apa yang dikatakan oleh maminya saat ini atensi milik Eca pun dia arahkan sama dengan sang mami.
Melihat itu kedua manik mata milik Eca lantas saja memicing dengan sangat cepatnya, tapi dia belum bisa menarik kesimpulan secara gamblang apa yang akan terjadi ke depannya.
"Om Laskar, Mi?" beo Eca dengan sangat cepatnya saat dia meyakini titik atensi maminya hanya pada salah satu anggota purna Oscar, yakni Laksar Putra Sanjaya.
"Hem." Sesingkat itu respons yang Sella berikan atas apa yang menjadi terkaan King Mahesa Juliardo.
"Apa yang akan terjadi ke depannya ini bukanlah hal yang mudah untuk kamu dan juga angkatanmu. Jadi saran mami hanya satu," ucap Sella dengan nada yang penuh penekanan pada Eca. Dan melihat kedua manik mata milik sang mami, Eca akhirnya bungkam dengan cara yang cukup baik. Sella untuk sejenak bisa menghela napasnya dengan sangat tenang.