Chereads / Suamiku Siluman! / Chapter 14 - Bab 14 l French Kiss (18+!)

Chapter 14 - Bab 14 l French Kiss (18+!)

"Sudah kenyang?" tanya Garda saat melihatku menjilati bumbu dijemariku.

Sejak tadi ia hanya memperhatikanku makan lalu saat piringku bersih malah mendekat.

"Tadi ditawarin gak mau, udah abis mau ngapain?" tanyaku sambil mengangkat sebelah alis.

Namun tanpa diduga ternyata ia malah menarik lenganku lalu mengulum telunjukku yang masih menyisakan bumbu minyak pasta yang baru saja kumakan.

"E-e-eh! Apaan sih! Ih! Geli tau geli ih!" jeritku sambil tertawa-tawa saat merasakan kegelian akibat ulahnya.

"Emh ... Lumayan juga ya masakanku," pujinya sendiri.

"Dasar kucing nakal," gumamku sambil mengelus pucuk kepalanya dengan tangan kiriku.

"Lakukan lagi," pintanya membuatku menautkan alis.

"Elus kepalaku lagi, aku suka kau melakukannya," ujarnya dengan tatapan sendu menghipnotisku.

Ah. Sial mahluk tampan ini benar-benar menggodaku.

Namun tanpa penolakan kembali kuusap-usap kelapanya. Menyisir perlahan rambut halusnya dengan jemariku. Saat merasakan kusut rambutnya lantaran basah dari keringat di tanganku, segera kuangkat tangan lalu menggosokkannya ke gaun tidurku supaya kering. Lalu kembali kurapikan rambutnya.

"Aku cuci tangan dulu," ucapku lalu bangkit sambil mengangkat piring.

Kubiarkan dia begitu saja duduk sambil berpangku tangan di atas meja. Kalo terus dielus ga akan beres sebentar, pikirku.

"Biar aku yang mencucinya," ucap Garda lalu bangkit mengekoriku.

"Tak apa. Kau sudah memasak untukku, giliran aku yang mencucinya."

Tak kusangka Garda tak memaksa menghentikanku, malah terus mengekoriku hingga wastafel dapur. Mengabaikannya, aku segera memulai aktivitasku. Mencuci beberapa piring bekasku, dan peralatan masak bekas yang Garda gunakan. Namun baru saja aku memutar keran air dan mencuci tangan, Garda malah melingkarkan lengannya di perutku.

"Hei, bagaimana aku mencuci piring kalau kau mengungkungku seperti ini?" tanyaku sambil menggoyang-goyangkan tubuhku berusaha melepaskan diri dari rengkuhannya.

"Ah diamlah, aku sedang menenangkan diri di sini," rengeknya sambil mengeratkan pelukan.

"Garda kumohon, aku mau mencuci piring dulu, lepaskan ini hey," pintaku lembut.

"Biarkan saja. Taruh di situ, jangan lakukan apa pun," bisiknya tepat di tengkukku.

Hangat, dan menggelitik. Membuat bulu kudukku meremang kegelian.

"Garda stop it! Geli! Geli!" bentakku saat merasakan sentuhan lembut kecupan bibir Garda yang mendikte leher jenjangku.

Namun bukannya berhenti ia malah membalikkan tubuhku. Menatap mataku sendu seolah mengharapkan sesuatu. "Azalea ... Aku mencintaimu," ucapnya dengan suara berat tertahan. Menuntut mengendalikan, segera aku mengangguk mengiyakan ucapannya.

"Aku mencintaimu," ucapnya lagi, lantas aku mengangguk lagi.

"Aku mencintaimu," ucapnya lagi kini dengan penuh penekanan. Seolah menuntut jawaban, aku pun segera menjawabnya, "aku juga, mencintaimu," jawabku pelan.

Puas mendapat jawabanku, ia pun tersenyum simpul lalu mengangkat tubuhku dan mendudukkanku di tepi meja kitchen set, di samping wastafel.

Aku menggeleng pelan, namun melihat wajah sendunya yang tampan sekaligus cantik, seketika hatiku luluh. Tanpa penolakan kupejamkan mata saat wajahnya mendekat. Tuk! Keningnya menempel di keningku. Hidung bangirnya kurasakan menekan hidung miniku.

"Aku, ingin menciummu," bisiknya membuatku malu.

Dasar singa nakal itu kenapa harus bilang-bilang sih mau cium aja, dengusku dalam batin.

"Aku tak akan melakukannya jika kau keberatan, jadi aku meminta izin dulu," ucapnya seolah mengetahui apa yang kupikirkan.

"Boleh?" tanyanya.

Dengan sukarela aku pun mengangguk. Ia pun tersenyum lagi dan mulai menempelkan bibirnya di atas bibirku. Lembut, dan hangat nafasnya terasa nyaman dan menenangkan. Perlahan ia menciumku. Mulai terasa dingin, basah, dan terhirup aroma mint berry saat kubuka mulut hendak membalas ciumannya. Jujur ini ciuman pertamaku, meski pernah dengan Aldera, itu hanya kecupan singkat lantaran aku langsung memalingkan wajah saat bibirnya hendak menempel di bibirku.

"N-ngh!" erangku saat Garda melumat bibirku penuh tuntutan.

Terdengar decapan saat Garda mengisap salivaku. Seolah tak ada rasa jijik, ia justru terlihat menikmatinya seakan bibirku adalah desert yang manis. Perlahan ciumannya semakin liar membuatku terbawa suasana. Tanganku di tariknya lalu dikalungkan di lehernya. Inisiatif, aku pun melingkarkan jemariku di antara dagu, dan rahangnya sampai ke belakang kepalanya. Kuremas rambutnya saat kecupannya semakin dalam. Garda menjamah hampir semua isi mulutku. Membuatku kewalahan.

Hap!

Sekali tangkapan ia menggendongku lalu membawaku entah kemana tanpa melepas pagutan kami. Lalu dengan perlahan ia menurunkanku. Empuk. Saat kulirik ternyata ranjang king size di sebuah kamar mewah bernuansa elite. Sontak aku terperanjat lalu melepas pagutan kami dengan mendorong dada bidangnya.

Terlihat jelas dada bidangnya dari balik kemeja putih tipis itu. Menggoda sekali. Sungguh bahkan mungkin aku tak keberatan jika ia melakukannya sekarang. Tubuhnya lebih dari sekedar candu. Oh lihat! Lengan kekarnya itu ya tuhan! Aku yang belum pernah melakukannya pun sudah berimajinasi hingga tanpa sadar aku menggigit bibir bawahku menahan gelanyar gairah yang kian membara.

Namun berbeda denganku, terlihat ia menatapku ragu seolah sungkan untuk meminta izin.

"Aku ... Umh-"

Cup!

Aku menciumnya lagi membuat ucapannya terhenti. Meski penasaran dengan apa yang ingin ia katakan, tubuhku bergerak cepat seolah takut kehilangan lagi moment ini. Kita hanya berdua. Tak ada penghalang, tak ada lagi penghambat. Aku hanya ingin melakukannya. Terlepas dari segala macam bayangan masa lalu yang buruk, kenangan lain juga merangsek masuk ke dalam pikiranku. Seperti ingatan yang timpang tindih satu sama lain. Aku seolah mengingat masa-masa saat bersama Garda di lain waktu.

Apakah ini ingatan milik Ghendis? Meski hanya potongan-potongan kecil dari ingatan yang tak jelas. Dalam ingatan ini terlihat Gharda bahagia, menikmati saat-saat kebersamaannya. Sesaat aku mengakui bahwa mungkin benar aku adalah titisan wanita itu. Meski tak sepenuhnya. Lantaran dengan serakahnya aku hanya ingin Garda sepenuhnya milikku, saat ini, dengan segenap diri ini.

"Lea ... Azalea ... Nggh!" bisik Garda disertai erangan membuyarkan lamunanku.

Aku terkesiap, ternyata aku baru saja merobek pakaiannya di sela pagutan kami.

"Ah! Ma-maaf!" sesalku sembari menyentuh dada bidangnya yang juga tanpa sengaja tergores oleh kuku-kukuku.

Apa yang kulakukan? Seolah dalam diriku ada sosok lain. Bagaimana mungkin aku sekasar ini?

"Tak apa, ingatan Ghendis pasti membuatmu berbuat seperti ini. Dia memang agak kasar, ah! Maaf maksudku, kau memang selalu kasar," ucapnya hati-hati, namun dengan nada yang jahil.

Melihatnya terkekeh menggemaskan membuatku tak bisa menahan diri untuk mencubit pipinya.

"Eh?" Sekali lagi aku tertegun, ternyata bibir bawahnya juga berdarah. Kusentuh lalu kuusap perlahan sambil meringis membayangkan seberapa sakit itu.

"Iya benar. Ini juga ulahmu," ucapnya sambil menyeringai lalu mengecup punggung tanganku.

"Aku suka kok," kekehnya.

"Pasti sakit ... Maafkan aku, sungguh itu tak sengaja," sesalku lagi.

"Jadi ... Apa kau mau melanjutkannya?" tanyanya dengan tatapan penuh arti. Penuh harap.