Aku menatap Garda malu-malu. Ingin segera melanjutkan, tapi sungkan untuk memulainya lagi. Ya Tuhan! Aku mungkin terlihat seperti gadis murahan yang menyodorkan diri jika aku mengiyakan, padahal dengan lantangnya aku pernah menolaknya karna takut melihat wujudnya.
Malu sendiri, aku pun menoyor bahunya pelan. Garda pun mengaduh, pura-pura kesakitan lalu menjatuhkan diri ke atas ranjang. Aku yang menyadari bahwa ia hanya pura-pura, mencebik lalu mengikutinya merebahkan diri di sampingnya. Nyaman dan tenang. Untuk pertama kalinya aku merasa aman berada di dekat seseorang.
Kugesek-gesekkan kakiku di atas seprai dingin dan lembut itu. Lalu mendekatkan diri ke tubuh Garda. Seperti magnet, segera ia mendekapku, lalu mencium keningku penuh sayang. Seketika rasa kantuk kembali menghampiri. Tentu ini ulah Garda.
"Aku tahu kau belum siap. Sekarang tidurlah dulu. Barusan ayah memanggilku sepertinya ada urusan mendesak karena aku pergi dari arena pertandingan sebelum menjatuhkan lawan. Kau tahu sendiri Sanca memanipulasimu waktu itu," terang Garda.
"Ah ... Kau curang, licik sekali! seenaknya!" rengekku sambil mencoba menahan kantuk, namun tetap tak bisa. Perlahan mataku tertutup, berat sekali, dan akhirnya gelap gulita, senyap, hening dan nyaman.
"Sebut namaku jika hal mendesak terjadi," bisiknya terdengar mesra lalu mengecup keningku.
*
*
*
Hal pertama yang kulihat saat terbangun adalah sebuket bunga mawar segar yang wangi, dan secarik kertas berisi memo pesan dari Garda.
[ Aku tak akan lama, segera setelah urusanku selesai aku akan menemuimu. Kira-kira satu Minggu waktu manusia. Hehe apa itu lama untukmu? Pulang nanti akan kubawa kan sesuatu untukmu. Oh ya! Aku sudah siapkan sepeda jika kau ingin jalan-jalan. Ada alat lukis, dan kau bisa memasak apa pun jika kau bosan. Untuk pekerjaan rumah, aku menyewa asisten pribadi untukmu. Tentunya dia manusia. Jika ada situasi terdesak kau bisa menyebut namaku dalam hati, dan aku akan datang sesegera mungkin. Tapi ingat ya, jika terdesak. Aku sedang menjalankan tugas dari ayah sekarang. Jadi tak bisa seenaknya.
Peluk cinta, cium, sayang, dari suamimu!
Aku sangat mencintaimu Azaleaku!]
Sebuah memo yang singkat padat dan jelas bagiku. Yang pasti aku tahu ia menulis ini dengan penuh pertimbangan. Dan ya ... Dia cukup alay bagi sesemahluk dari dunia lain. Bahkan bagi seseorang sepertiku. Ah sudahlah. Itu cukup membuatku berbunga-bunga kok. Rasanya cukup menyenangkan juga mendapatkan perhatian seperti ini.
Kulirik jam bundar di atas dinding. Jarum jam menunjukan angka sembilan. Melihat cahaya mentari menelusup lewat gorden jendela sudah pasti ini pagi hari, atau siang ya? Ah jika di rumah dulu bangun jam 7 saja pasti dikatakan tukang molor. Ah baru bangun saja aku sudah sangat merindukan kucing nakal itu. Bagaimana bisa ia meninggalkanku seperti ini?
Setelah beberapa kali menghela nafas, barulah aku bangkit lalu beranjak ke kamar mandi. Menyetel shower air hangat, lalu mengisi bathtub hingga hampir penuh. Dengan sabar aku menunggunya, sembari melihat ke sekeliling ruangan. Kemewahan yang kuterima ini, tentu saja buah dari kesabaran ku kan? Mimpi apa aku mendapatkan kenyamanan berlama-lama di kamar mandi super megah ini? Dulu bisa cuci muka saja sukur-sukur. Setiap Subuh menimba air di sumur, lantaran kadang listrik rumah kami dimatikan karna nunggak pembayaran.
Plung!
Sebuah bola sabun bath bomb kulemparkan ke tengah Bathtub. Seketika busa foamy berwarna merah muda melimpah memenuhi permukaan air. Tak lupa kutaburkan kelopak mawar dari buket tadi. Ah iya, musik. Aku juga menyalakan musik instrumental dari gawai yang Garda berikan. Tentunya aku mesti memanjakan diri kan? Setidaknya untuk menikmati apa yang kumiliki kini, sebagai rasa syukurku.
Setelah menyalakan lilin aromaterapi dan menaruhnya di samping wastafel aku pun membuka pakaianku. Perlahan kumasukkan kakiku, dan aku pun mulai berendam. Hangat, harum wangi, dan nyaman menenangkan. Saraf-sarafku terasa tenang seketika. Ah ... Inikah syurga dunia? Pantas saja orang-orang ingin menjadi kaya. Begini toh rasanya. Mandi saja bisa senikmat ini.
Kupejamkan mataku sembari bersandar. Menengadahkan wajah, rasanya mengantuk lagi. Alunan melankoli piano, aroma wewangian dan bunga, relax sekali. Namun saat kesadaranku memudar tetiba suara gaduh dari luar membuatku tersentak kaget.
Bruakh!
Gedubragh!
"Apa itu! Siapa di sana?" pekikku sambil menutupi dadaku. Spontanitas alami.
Perlahan aku keluar dari bathtub lalu meraih handuk dan melingkarkannya di tubuhku. Entah siapa pun itu, yang pasti aku harus mengeceknya. Ini kondominium pribadi, dengan keamanan super ketat, dan kedap suara. Jika terdengar kegaduhan, itu pasti dari dalam ruangan.
Kriet!
Perlahan kubuka pintu penghubung kamar mandi ke ruang ganti. Memakai pakaian seadanya, aku pun mengintip lewat celah lemari ke kamarku. Jika itu orang luar, tak akan ada yang tau lokasi ruangan tempatku berada lantaran dari luar, ini hanya sebuah lemari.
"Eh? Garda? Sedang apa dia berjongkok di sana?" gumamku saat mendapati suamiku tengah mengintip ke kolong ranjang.
Seketika aku terkekeh. Apa dia pikir aku bersembunyi di sana? Lucu sekali kucing nakal itu. Dia bilang seminggu? Sehari saja tak tahan kan jauh dariku? Aku pun berjalan keluar hendak mengejutkannya. Mengendap-endap aku pun menghampirinya dan ... Tuk!
Kupukul pelan belakang kepalanya dengan gagang sisir.
"Kamu sedang apa?" tanyaku sambil terkekeh.
"Ah! Hah ... Astaga! Kau ... Hah ... mengejutkanku! Kupikir kau kemanah? Kenapa kau ... Ah, itu tidak penting. Haku ... Aku merindukanmu!" ucapnya tersengal-sengal, lalu memelukku dengan erat. Erat sekali. Hingga menyesakkan ku.
"Ah, Garda, gar-da lepaskan sesak ini ...." Kudorong dada bidangnya lalu beringsut mundur.
"Lea ... Sementara waktu aku akan terus berada di sisimu," ujarnya tanpa menatapku.
Perasaan aneh menyelimuti diriku. Rasanya ada yang janggal, namun aku tak bisa menjelaskan secara detail apa yang sebenarnya terjadi padaku. Harusnya aku senang kan? Garda ada di sini. Namun aku tak merasa aman.
"Garda?" tanyaku sambil menatap wajahnya lebih dekat namun ia malah mengalihkan pandangan.
Sontak aku beringsut mundur menjauh, setengah meloncat.
"Kau! Bukan Garda! Enyah kau! Siapa kau!" Hardikku sambil menunjuknya penuh murka.
Pantas ada yang janggal. Mahluk itu menyamar menjadi Garda.
Baru kusadari ternyata tubuhnya berwarna merah menyala.
"Sanca?" desisku sambil melihat perubahan wujudnya seketika.
Kulit wajahnya yang menyerupai Garda, meleleh. Seperti lilin terbakar api seketika wujudnya berubah mengerikan. Bahkan kedua telapak tangannya melepuh seperti terbakar.
"Khikhikhi. Garda sialan. Dia membuat segel supaya aku melebur saat menyentuhmu. Khakhakaha!" tawanya sembari menatap kedua tangannya yang meleleh dan melepuh. Terlihat menyakitkan namun mahluk itu terus tertawa dengan seringaiannya yang mengerikan.
"Mahluk rendah! Pergi kau! Enyah dasar bajingan gila!" Rutukku sambil terus beringsut mundur ketakutan.
"Hey ... Tenanglah. Aku tak bisa menyentuhmu gadis manis. Lihat? Tanganku bisa melepuh. Kulitku akan terbakar jika bersentuhan denganmu," ujarnya sembari menjauh lalu duduk di sofa seberangku.
"Apa maumu!" bentakku tanpa beramah-tamah.
"Mauku? Ah! Iya lupa. Aku hanya ingin memberikan kabar baik padamu. Ah, tentunya bagimu ini kabar buruk khikhikhi! Akkakakak!" tawanya membuat bulu kudukku meremang. Mengerikan sekali.
"Lihat ini," titahnya sambil mengeluarkan sihir dari telapak tangannya.
Seketika sebuah cermin besar keluar dari sana. Melayang, lalu menampakkan sebuah gambar. Seperti sebuah televisi raksasa di dunia jin. Dan di sana, terlihat sosok Garda.
"Apa itu? Apa-apaan maksudnya?" tanyaku.