Chereads / Terimakasih Imamku / Chapter 3 - Episode 3

Chapter 3 - Episode 3

Zein menyerngit menahan nyeri di hatinya, dia sudah lama terkena sirosis hati tapi tak pernah diperdulikannya atau mengatakan pada siapapun karena tidak ingin membuat siapapun khawatir termasuk orang tua angkatnya.

Arfan semakin bingung dengan sahabatnya itu, dari mual-mual, sekarang malah seperti orang yang sedang kesakitan.

"Zein, kau kenapa? Apa ada yang salah dengan mu? Kau sakit? Kita kerumah sakit saja."

Zein menggelengkan kepala, bisa hancur semua rencana kalau sahabatnya itu tahu, pasti nanti akan ngadu pada orang tua angkatnya.

"Aku tidak apa-apa, hanya tadi salah makan. Sudah, kau pergi saja. Aku masih ada pekerjaan."

Arfan bukan orang bodoh yang mudah ditipu, mana ada orang sakit biasa wajahnya bisa sampai sepucat itu.

Brak ...

Brak ...

Pria itu menutup kembali pekerjaan Zein, dia tidak ingin sang sahabat memaksakan diri untuk terus bekerja dalam keadaan sakit.

"Ayo kita kerumah sakit." Dia berusaha membantu sahabatnya bangkit dari tempat duduknya, apapun yang terjadi yang namanya penyakit tidak boleh dianggap remeh.

"Arfan, aku harus menyelesaikan semua pekerjaan ini. Tanvir sedang sibuk, dia tidak bisa melakukannya. Jadi aku yang harus melakukannya."Zein mencoba untuk meminta pengertian sahabatnya tersebut, dia sungguh tidak ingin dianggap manusia yang tidak tahu balas budi bila tidak membantu adik angkatnya.

Arfan semakin tidak mengerti, bukankah mereka adalah saudara? Satu Ibu dan satu Ayah, perusahaan juga milik Zein sedangkan Tanvir adalah CEO. Tapi kenapa justru seperti kebalik, kenapa Zeinlah yang terlihat sangat bekerja keras bahkan dalam keadaan sakit pun seperti dipaksa untuk tetap kerja dan gaji Tanvir masih utuh. Bukankah itu namanya tidak adil?

"Baiklah, terserah kau saja. Aku pergi, kau harus ingat, Zein. Kalau kau sering meremehkan penyakit, itu akan merugikan dirimu sendiri."

Zein mengerti, dia bukan sengana untuk tidak menghiraukan kondisi tubuhnya tapi ia hanya tidak punya waktu untuk memperdulikannya.

Arfan sebenarnya sangat tidak tega membiarkan sahabatnya itu kesakitan tapi masih memaksa diri sendiri untuk bekerja, tapi kalau dipaksa juga tidak akan bersedia lebih baik ia mencari keberadaan Tanvir agar segera menyelesaikan pekerjaannya dan tidak hanya makan gaji buta.

Zein menundukkan kepala, tangannya meremat bagian yang sakit. Keringat dingin mulai membasahi kening, rasa sakit luar biasa ini selalu menyiksanya.

***

Konstum untuk pergi ke kantor ZEM telah siap, dia sendiri belum tahu Ayahnya itu ditaruh di cabang mana tapi iya yakin pasti di pusat.

Faeyza sudah berdandan dengan sangat cantik, sepatu hak tinggi, rok di atas lutuh, semua terlihat sempurna.

"Aku sudah siap,kita lihat. Apakah benar pria tukang cilok itu memang Owner ZEM? Aku tidak sabar ingin bertemu."

Setelah semua siap, dia segera keluar dari kamar lalu pegi ke ZEM Corporation menggunakan mobil Ferrari.

Faeyza menghentikan mobilnya di parkiran, keluar dari mobil dengan bergaya selebritis.

Bass ...

Dia bahkan sempat mengibaskan rambut di depan satpam membuat kedua satpam itu tercengang, setiap orang yang datang di perusahaan ini mengenakan baju tertutup, tapi kenapa yang ini malah pakai baju terbuka seperti kurang bahan seperti itu?

Tuk...

Tuk...

Arfan berjalan menuju pintu keluar, tapi gadis cantik berbaju seksi berhasil mencuri perhatiannya. Ia bahkan tidak mampu mengalihkan perhatian dari sosok tersebut."Sejak kapan Zein mengizinkan orang menggunakan baju mini seperti itu?"

Faeyza tidak merasa kalau penampilannya telah berhasil mencuri perhatian banyak orang, dengan gaya angkuh dia terus berjalan tanpa perduli tatapan semua orang.

Naik lif memencet angka 27, setelah sampai di lantai 27 dia segera mencari ruangan CEO. Tidak sabar ingin bertemu sang Ayah untuk menanyakan tentang pria yang katanya bernama Zein.

Disisi lain...

Zein hampir mengerjakan seluruh tugas yang seharusnya dilakukan oleh Tanvir, meski sesekali dia meremat tubuh yang sakit.

"Alhamdulillah, ini hampir selesai. Aku bisa kerumah sakit setelah ini, Ya Allah. Kuatkan hambamu ini, perut ku sakit sekali."

Tok...

Tok ...

Tok...

Ia melirik pintu, mungkinkan adik angkatnya sudah datang? Sukurlah kalau sudah seperti itu.

"Masuk."

Di luar, Faeyza sedikit heran mendengar suara pria dari dalam. Seingatnya sang Ayah tidak memiliki Suara semerdu itu, tapi lupakan saja , siapa tahu itu sekretaris.

Dia mengulurkan tangan membuka pintu tersebut, kaki jenjang melangkah ke arah seorang pria yang duduk di atas kursi kerjanya.

"Ayah."

Zein terpaku, tangannya bahkan langsung berhenti mencorat-coret kertas di mejanya saat ada seorang wanita memanggilnya ayah.

"Ayah, aku sengaja datang ke sini tanpa memberitahu Ayah. Aku sebenarnya hanya ingin bertanya, apakah Owner ZEM itu bernama Zein? Apakah dia tukang cilok?" Tanya Faeyza tanpa mengerti kondisi dan situasi yang ada.

Zein mendongakkan kepala, iris safir pria itu menatap Faeyza heran. Penampilan dari ujung kaki sampai ujung kepala, tidak ada yang mencerminkan seorang muslimah tapi meski begitu, apakah gadis ini tidak tahu kalau peraturan di perusahaan ZEM adalah tidak boleh menggunakan baju terbuka.

Faeyza terkejut, tidak menyangka kalau pria yang ada di depannya adalah pria yang dipikir adalah tukang cilok.

"Kau ..." Tunjuknya pada Zein.

"Sedang apa kau di sini?! Kenapa kau duduk di kursi Ayah ku?! Dasar tidak sopan! Kau pasti seorang pegawai rendahan yang bermimpi menjadi CEO. Tidak perlu seperti itu, kalau dasarnya sudah kere ya kere saja. Kalau kau seorang penjual cilok, ya sudah tidak usah bermimpi menjadi Boss besar," bentaknya.

Zein mendesah, melelahkan kalau harus berbicara dengan manusia yang menggunakan otot tanpa menggunakan otak. Menghina orang, memaki orang, tapi tidak tahu siapa yang dimaki.

"Nama Ayah mu siapa? Dia CEO cabang mana?" Tanyanya malas.

"Ayah ku adalah CEO ZEM, namanya Ghifari. Alfa Rizky Ghifari Zakiandra," jawab Faeyza sombong, seakan mengatakan bahwa pria rupawan itu sudah kalah.

"Oh, dia di Maula Group. Itu juga salah satu cabang dari ZEM, pergilah ke sana. Dan ... Katakan pada Ayah mu, kalau tidak sanggup membelikan baju yang lebih sopan untuk mu, aku bisa membelikannya. Geratis, yang terpenting mata ku tidak sakit setiap bertemu orang masuk perusaan ku dengan baju kurang bahan," jelas Zein. Tidak menunggu tanggapan dari hadis itu, ia bangkit dari tempat duduknya. Sesakit apapun tidak akan pernah ditunjukkan pada orang lain, apa lagi pada seorang wanita.

"Kau mau kemana, tukang cilok?" Tanya Faeyza curiga.

Huff...

Masih saja dipanggil tukang cilok, jelas-jelas dia tidak membuka usaha dagang cilok tapi sepertinya gadis itu tidak akan percaya kalau diberitahu.

"Aku mau ke rumah sakit, Nona Muda. Kalau kau ingin tetap di sini, tidak masalah. Tapi di ruangan ada CCTV, apapun yang kau lakukan akan terekam."Kesal juga kalau harus berhadapan dengan gadis angkuh sok tahu tapi keras kepala.