Chereads / Nanairo no Tenmondai / 七色 の 天文台 [Re-Published] / Chapter 67 - Chapter 10: Memento Collector

Chapter 67 - Chapter 10: Memento Collector

15 tahun telah berlalu sejak Henry dan Lavina menikah. Kini, keduanya telah memiliki seorang anak yang bernama Elysia. Kehidupan mereka yang bahagia tak berlangsung lama setelah Elysia menginjak usia ke-16. Pada suatu malam, seseorang datang ke kediaman Lavina dan mencuri berbagai alat penelitian dan barang pribadi miliknya. Lavina yang kebetulan saat itu terjaga mencoba untuk menangkap pencuri tersebut. Namun satu hal yang Lavina tak sadari adalah pencuri tersebut juga membawa senjata api untuk melakukan perlawanan. Ia menodongkan senjata api tersebut pada Lavina. Sebelum sempat menembak, Henry yang kebetulan baru saja sampai di rumah langsung mencoba untuk melindungi Lavina. Sayangnya, ia harus kehilangan nyawa nya dalam peristiwa mengerikan itu.

Sejak saat itu, semuanya berubah. Lavina yang biasanya ceria dan menikmati hidupnya sekarang lebih sering diam dan mengurung diri di kamarnya. Di sisi lain, Elysia yang tidak terima dengan kejadian yang menimpanya mencoba untuk mencari solusi agar semuanya menjadi lebih baik. Ia mencoba melakukan penelitian bersama dengan Fanette untuk membawa kembali ayahnya. Namun pada suatu titik, Elysia mulai menyerah untuk melanjutkan penelitian tersebut. Fanette yang melihat situasi ini menyarankan Elysia untuk bertemu dengan Rebecca.

"Duh! Sudahlah, aku sudah muak dengan semua ini," ucap Elysia yang kemudian merobek selembar kertas proyek miliknya.

Fanette yang saat itu sedang berada di dekat Elysia pun mengambilnya.

"Ada apa? Apakah kamu sudah menyerah dengan tujuanmu?" tanya Fanette.

"Bukannya menyerah, tetapi bagaimana cara agar mesin ini bekerja? Aku sudah mencoba banyak cara selama ini. Tetapi apa yang kudapatkan? Hanya kegagalan!" keluh Elysia.

"Aku mengerti situasinya dan aku tak akan banyak berkomentar karena posisiku di sini hanyalah sebagai pembimbingmu," kata Fanette.

Elysia lalu berjalan ke arah luar laboratorium miliknya, namun Fanette memanggilnya dan berkata,"Apakah kamu serius untuk menuntaskan penelitian ini?"

Elysia kemudian menoleh ke belakang dan berkata," Kalau aku tidak serius, mana mungkin aku menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam penelitian ini. Kamu kira waktu adalah sesuatu yang tidak berharga sampai bisa dibuang-buang?"

"Kalau begitu, aku akan memperkenalkan seseorang yang mungkin akan dapat membantumu. Temui aku di stasiun besok dan pastikan kamu memberitahu ibumu bahwa kamu akan pergi untuk beberapa waktu," kata Fanette.

Tanpa membalas perkataan Fanette, Elysia langsung keluar dari laboratoriumnya. Pada malam harinya ...

"Bunda, besok aku akan pergi untuk beberapa hari. Apakah bunda mengizinkannya?" tanya Elysia.

"Pergi ke mana?" tanya Lavina.

"Sedikit berkemah. Aku bosan berada di sekitaran rumah terus," jawab Elysia.

" ... Pastikan Fanette ikut bersamamu ya," kata Lavina.

"Terima kasih bunda," balas Elysia.

"Aku tak akan mengecewakanmu, bunda. Aku akan menemukan cara agar ayah bisa kembali," pikir Elysia.

Pada keesokan harinya ...

"Apa tidak ada barang yang tertinggal?" tanya Fanette.

"Ya, semuanya sudah kubawa. Tenang saja," jawab Elysia.

"Kalau begitu ini tiketmu," kata Fanette sambil memberikan sebuah kartu pada Elysia.

"Ayo kita berangkat," kata Fanette lagi.

"Berapa lama perjalanannya?" tanya Elysia.

"Sekitar setengah jam, karena kita menggunakan kereta cepat," jawab Fanette.

"Baiklah, kuharap di sana tempatnya nyaman," kata Elysia.

"Hei, kita bukan mau liburan lho!" balas Fanette.

"Terserah," kata Elysia.

Keduanya lalu berangkat ke Akademi Laplacia dengan menggunakan kereta cepat. Mereka sampai di Akademi Laplacia pada siang hari sekitar pukul dua belas. Saat itu, aktivitas kegiatan belajar mengajar telah usai. Fanette lalu memutuskan untuk langsung menuju ke pusat informasi.

"Oh ya, aku belum tahu nama dari orang yang kita akan temui," kata Elysia.

"Rebecca Raphaelle," balas Fanette.

"Dia peneliti di sini?" tanya Elysia.

"Hmm ... Bukan. Dia adalah seorang guru dan juga informan di akademi ini. Dia seharusnya ada di pusat informasi setelah kegiatan belajar mengajar selesai," jawab Fanette.

"Apa kamu pernah menemuinya?" tanya Elysia.

"Dulu sering. Tapi sekarang agak jarang," jawab Fanette.

"Kenapa?" tanya Elysia.

"Kamu kira aku bayar uang untuk beli tiket kereta pakai daun dan kayu? Ya aku tidak punya uang lah," jawab Fanette sambil tertawa.

"Kukira karena apa, ternyata karena nggak punya uang," ucap Elysia.

"Ya sudahlah. Kita sudah hampir sampai," balas Fanette.

Fanette dan Elysia lalu menuju ke sebuah ruang tunggu yang berada di depan pusat informasi.

"Kok kita ke sini?" tanya Elysia.

"Ya untuk mengantre lah. Bukan hanya kita yang perlu informasi," jawab Fanette.

"Apa kita tidak bisa didahulukan? Katanya dia kenalanmu," ucap Elysia.

"Ya bisa saja sih, tetapi di mana keseruannya kalau main serobot saja," balas Fanette.

"Tapi kalau menunggu saja kan membosankan," kata Elysia.

"Membosankan ya ... Bagaimana kalau lihat ini," balas Fanette sambil menyalakan sebuah aplikasi di ponselnya.

Di situ tampak seorang perempuan sedang berbicara dengan seseorang.

"Lihat, perempuan yang sedang duduk di kursi belakang itu adalah Rebecca," ujar Fanette.

"Tunggu sebentar. Bagaimana cara kamu menyadap kamera CCTV di ruangan tersebut?" tanya Elysia.

"Ponselku ini sudah dimodifikasi agar lebih mudah untuk menyadap dan meretas apapun," jawab Fanette.

"Ada-ada saja deh," kata Elysia.

"Sudahlah, pakai ini biar orang lain tidak ada yang dengar," balas Fanette sambil menyerahkan sebuah earphone.

"Dasar kriminal," kata Elysia.

"Lihat siapa yang bicara, orang yang bahkan akan menggunakan alat tersebut," balas Fanette.

"Ya terserah," kata Elysia.

...

...

"Bisakah kamu tolong mencarikan lowongan pekerjaan di badan antariksa?"

"Ada riwayat kriminal?" tanya Rebecca.

"Pernah dipenjara empat tahun."

Rebecca kemudian menggelengkan kepalanya dan berkata,"Nggak."

"Bagaimana kalau di bank?"

Rebecca kemudian menggelengkan kepalanya lagi.

"Lowongan pekerjaan petugas kebersihan."

"Nah itu baru ada," kata Rebecca yang kemudian mengambil beberapa lembar kertas dan menyerahkannya kepada si orang yang mencari pekerjaan tersebut.

Orang tersebut kemudian pergi dari ruangan tersebut. Tiba-tiba, Rebecca melihat ke arah kamera CCTV dan berkata,"Kamu yang sedang menonton tidak mau masuk?"

Elysia yang sedang serius menonton langsung menjadi kaget dan hampir membanting ponsel milik Fanette.

"Hei itu bukan ponselmu lho!" ujar Fanette.

"Maaf," balas Elysia.

"Ada apa? Sudah waktunya masuk? Ayo ikut aku," kata Fanette yang kemudian masuk ke ruangan pusat informasi.

"Wah ternyata kamu ya, Fanette. Kukira ada orang iseng lain yang sedang mengintip," kata Rebecca.

"Hebat juga kamu sekarang sudah punya banyak kemampuan," balas Fanette.

"Kamu tahu kan aku sejak dulu belajar sihir modern yang sudah lama terlupakan. Paling tidak itu membantu pekerjaanku," ucap Rebecca.

"Sudahlah kesampingkan itu terlebih dahulu. Ini Elysia, dia mempunyai beberapa hal yang ia perlukan darimu," kata Fanette.

"Aku datang ke sini untuk-" kata Elysia.

"Menyelamatkan ayahmu, kan?" tanya Rebecca.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Elysia.

"Orang baik memiliki hati yang terbuka," jawab Rebecca.

"Apakah kamu bisa membantunya?" tanya Fanette.

"Tentu. Tetapi, jangan beritahu orang lain tentang kemampuanku yang satu ini ya, akan jadi masalah kalau sampai banyak yang tahu," jawab Rebecca.

Rebecca lalu mengarahkan tangannya pada tembok yang berada di bagian kiri ruangan. Tembok tersebut seketika berubah menjadi pintu yang menuju entah ke mana.

"Ini adalah sihir ruang dan waktu. Bayangkan saja ke mana dan di waktu kapan suatu peristiwa terjadi atau sebuah benda yang mengingatkanmu atas suatu peristiwa, maka kalian akan datang ke tempat tersebut. Jika kalian mengambil barang atau menyentuh seseorang dan berkata kembalikan aku ke waktu dan tempat yang benar, maka kalian akan kembali dengan orang atau benda yang kalian pegang. Perlu kalian catat, kalian hanya dapat membawa satu benda atau orang saja, karena jika lebih akan menimbulkan kekacauan ruang dan waktu. Apapun yang kalian ambil, aku akan buat salinannya sehingga waktu dan ruang yang kalian masuki tidak berantakan. Sisanya aku akan urus," ujar Rebecca.

"Apakah kamu bisa membiarkanku ke tujuh tempat berbeda?" tanya Elysia.

"Tentu saja. Aku akan mempertahankan portalnya sampai urusanmu selesai. Satu hal lagi, ingatlah bahwa mempunyai niat adalah awal dari sesuatu yang besar. Jangan sampai niatmu mengarahkanmu kepada keputusan-keputusan yang akan kamu sesali nantinya. Aku tahu kamu ingin mengambil peninggalan keluargamu, tetapi jangan sampai ada niatan lain yang tidak benar ya," jawab Rebecca.

"Pastinya," ucap Elysia.

"Baiklah kalau begitu. Selamat jalan," kata Rebecca.

Elysia kemudian membuka pintu tersebut.

...

...

"Hmm ... Sepertinya kita sudah sampai. Seharusnya ini adalah rumah Elina, salah satu ... Leluhurku," kata Elysia pada Fanette

"Jadi apa rencanamu?" tanya Fanette.

"Entahlah. Aku tidak tahu di mana benda yang kucari," jawab Elysia.

"Memangnya benda apa yang kamu cari?" tanya Fanette.

"Gantungan kunci," jawab Elysia.

"Jadi kamu ke sini hanya demi gantungan kunci?" tanya Fanette.

"Sudah jangan banyak protes. ikut saja. Seharusnya benda itu ada di sekitar rumah ini," jawab Elysia.

Elysia kemudian beranjak masuk ke sebuah rumah tua.

"Fanette, bisa tolong buka pintu kamar ini?" tanya Elysia.

"Tentu," jawab Fanette.

...

...

"Ayo masuk," kata Elysia.

Keduanya lalu masuk ke sebuah kamar kosong yang gelap. Setelah berjalan beberapa langkah, Elysia menginjak sesuatu.

"Sebentar, sepertinya aku menginjak sesuatu," kata Elysia.

"Kotoran kucing?" tanya Fanette.

Elysia kemudian melihat dan mengambil benda yang ia injak.

"Bukan. Ini benda yang kita cari," kata Elysia.

"Baguslah. Ayo kita kembali sekarang," ucap Fanette.

"Tunggu. Aku masih harus mengecek satu hal," kata Elysia.

"Apa lagi?" kata Fanette.

"Aku mendengar suara orang menangis di lantai atas," ucap Elysia.

"Oh yang benar saja," keluh Fanette.

Elysia kemudian pergi ke lantai atas dengan berjalan secara perlahan agar tidak ketahuan. Namun, ia sempat menjatuhkan sesuatu ketika baru saja sampai di lantai atas.

"Siapa itu?" tanya Elina yang sedang berada di dalam ruangan.

"Oh sial, aku ketahuan," pikir Elysia.

Elysia kemudian langsung mengucapkan kalimat penanda yang membuatnya dan Fanette kembali ke Akademi Laplacia.

...

...

"Cepat sekali," ucap Rebecca yang sedang duduk di kursinya ketika Elysia dan Fanette kembali.

"Aku hampir ketahuan," balas Elysia.

"Hei Rebecca, bisakah kamu membuat Elysia bisa membawa lebih dari satu benda? Aku muak kalau harus pergi ke banyak tempat," kata Fanette.

"Hmm ... Mungkin aku bisa melakukannya, tetapi benda yang kaubawa tidak boleh lebih dari tiga. Manusia dihitung satu," kata Rebecca.

"Bagaimana Elysia? Apakah mau begitu saja? Daripada kita harus menyelinap terus-terusan kan lebih baik begini," balas Fanette pada Elysia.

"Ya sudah. Kalau begitu aku akan hanya mengambil peninggalan milik ibu dan nenekku saja," kata Elysia.

"Baiklah, kita langsung berangkat saja," balas Fanette.

Elysia dan Fanette lalu kembali memasuki pintu yang telah disiapkan oleh Rebecca. Sementara itu ...

"Tolong jangan biarkan ada yang masuk. Aku memiliki sesuatu yang harus ... Dibereskan," ucap Rebecca via interkom pada seseorang.

"Baiklah," balasnya.

Di sisi lain ...

"Jadi, apa rencanamu?" tanya Fanette.

"Kamu ambil emas batangan yang ada di kamar bunda dan juga kain yang menutupinya. Aku akan mencegat ayah di dekat terminal. Nanti susul aku ke terminal," ucap Elysia.

"Baiklah," kata Fanette.

Elysia kemudian berlari ke arah terminal tempat ayahnya biasa turun dari bus kota. Sementara itu, Fanette berlari ke arah rumah Lavina untuk mengambil barang yang Elysia minta. Di terminal.

"Kira-kira ayah berada di mana ya?" pikir Elysia.

Tak lama kemudian, Elysia melihat ayahnya sedang berjalan ke arah luar terminal. Ia pun menghampiri ayahnya.

"Ayah," panggil Elysia.

"Elysia? Kok malam-malam berada di sini?" tanya Henry.

"Habis beli makanan," jawab Elysia.

"Masih menunggu?" tanya Henry.

"Masih," jawab Elysia.

"Ya sudah, ayah tunggu saja. Nanti kita pulangnya barengan," ucap Henry.

Elysia dan Henry pada akhirnya hanya duduk-duduk di depan terminal. Beberapa saat kemudian, Fanette kembali bersama dengan Lavina.

"Lho, kamu kenapa ke sini?" tanya Henry.

"Fanette yang menyuruhku ke sini. Aku sih ikut-ikut saja," jawab Lavina.

Fanette lalu memberi isyarat pada Elysia untuk pergi. Elysia lalu dengan cepat memegang bahu ayahnya dan kembali menyebut kalimat penanda. Elysia, Fanette, dan Henry lalu kembali ke Akademi Laplacia.

"Akhirnya selesai juga," ucap Elysia.

"Ini sebenarnya ada apa sih? Kok tiba-tiba kita berada di sini? Ini kan Akademi Laplacia," tanya Henry. Ia tampak sangat kebingungan dengan apa yang terjadi saat itu.

"Oh ya, Rebecca di mana ya?" tanya Fanette pada Elysia.

"Entahlah," jawab Elysia.

Di saat yang bersamaan, Rebecca masuk ke ruangan tersebut.

"Wah kalian sudah kembali. Baguslah kalau kalian berhasil," kata Rebecca.

"Rebecca?" kata Henry.

"Tunggu. Aku mengerti kamu bingung mengapa tiba-tiba kamu bisa berada di sini. Aku akan menjelaskan apa yang telah terjadi," balas Rebecca.

Rebecca lalu menjelaskan semua yang terjadi kepada Henry. Henry yang awalnya tidak percaya dibuat kaget setelah Fanette menunjukkan foto pemakaman dirinya. Henry pun akhirnya mulai bisa menangkap situasi yang ada dan memilih untuk kembali ke rumah bersama Fanette dan Elysia. Beberapa hari kemudian ...

"Hati-hati di jalan ya. Bilang pada Lavina kalau aku akan mampir ke rumahmu bulan depan," kata Rebecca.

"Tentu. Aku akan menyampaikannya," balas Henry.

"Oh ya Elysia, aku ada beberapa hadiah untukmu," kata Rebecca.

"Hadiah apa?" tanya Elysia.

"Ini adalah salinan dari peninggalan keluargamu. Aku coba menyalinnya saat kau pergi ke masa lalu. Yah walaupun begitu, hasilnya tak akan sesempurna aslinya. Aku harap kamu menyukainya," jawab Rebecca.

"Terima kasih banyak," ucap Elysia.

Kereta yang mereka naiki kemudian berangkat. Perjalanan mereka menuju kembali ke rumah diiringi dengan rasa senang dan lega karena tujuan Elysia sudah tercapai. Sesampainya di rumah ...

"Kalian sudah kembali? Bagaimana acaranya?" tanya Lavina tak lama setelah membuka pintu.

Elysia lalu mengambil sebuah penutup mata dari tas miliknya dan memakaikannya pada Lavina.

"Ada apa ini?" tanya Lavina.

"Aku membawa kejutan untuk bunda," jawab Elysia.

Elysia lalu menuntun Lavina ke sebuah taman di dekat rumah mereka. Sebelum membuka penutup mata yang dipakaikan ke Lavina, Elysia berkata,"Oh ya. Sebelumnya, maaf karena aku sedikit berbohong pada bunda. Sebenarnya, aku bukan pergi berkemah."

"Lalu apa yang kamu lakukan?" tanya Lavina.

Elysia kemudian membuka penutup mata yang dipakai Lavina.

"Aku membawa ayah kembali. Semua ini berkat bantuan Rebecca juga," kata Elysia.

Setelah mengatakan hal itu, Elysia pamit pulang ke rumah. Lavina kemudian melihat ke arah Henry yang sedang berdiri di tengah taman.

"Aku pulang," kata Henry pada Lavina.

Lavina kemudian dengan cepat berlari dan memeluk Henry.

"Aku rindu padamu," kata Lavina.

"Aku juga. Aku sangat rindu padamu," balas Henry.

"Aku cinta padamu," ucap Lavina.

"Begitupun denganku. Aku mencintaimu. Tidak ada orang lain yang aku cintai selain dirimu, baik itu dulu, sekarang, maupun di hari yang akan datang," balas Henry.