Chereads / Black Roses Storm / Chapter 3 - Chapter 03

Chapter 3 - Chapter 03

Dalam tidurnya, dia benar-benar tidak nyaman. Hawa panas tubuhnya yang terasa menyiksa. Tenggorokannya serasa tercekik, dan keringat dipelipisnya terasa dingin.

Dalam kegelapan yang tak berujung, dia bisa mendengar suara-suara aneh dari asap yang tipis itu. Itu mungkin hanya suara-suara dalam kepalanya dan di dalam tidurnya. Tetapi itu sangat mengganggu, sangat mengerikan dan dadanya terasa sesak setiap kali dia mendengar bisikan-bisikan halus itu.

"Kau akan membayarnya... "

"Tidak... Bagaimana mungkin?,"

"Dia pasti akan membayarnya... Dia terlahir berbeda..."

"Orang-orang akan memperebutkannya..."

"Para iblis itu akan mengincarnya..."

"Ya... Kau benar... Mereka..."

Kaki kaki itu bergerak dengan gelisah. Tangannya mencengkeram erat sisi tempat tidurnya.

"Mereka sedang menciptakan makhluk-makhluk baru dari eksperimen sains dan sihir..."

??? Dia mencerna dalam kepalanya. Apa maksud suara-suara itu.

"Bagaimana mereka menghancurkannya?"

"Tidak... Tidak tahu... "

"Tidak ada yang tahu... Tidak..."

"Dia tidak memiliki siapapun sekarang... Tidak ada yang menjaganya... "

"Kau... Kau bisa mengambilnya...?,"

"Tidak... Kalian tidak bisa!"

"Tidak...! Dia milikku!"

"Milikku..."

"Bukan... Dia milikku....  "

Suara-suara itu semakin banyak dan sama, tetapi diantaranya sedang berdebat dan diantaranya ada yang berteriak. Bahwa itu bukanlah milik siapa-siapa. Dan apa yang mereka perdebatkan... Suara-suara itu membuat kepalanya hampir meledak.

Dia mulai merasakan dadanya semakin sesak, lalu kemudian di ruangan gelap itu dia berteriak.

"Tidaaaaakkkk! Pergilah! Pergilah kalian!!!"

Dalam sekejap warna-warna hitam dan kegelapan itu menghilang. Dia menatap dirinya sendiri, terdapat sebuah cermin disana. Ruangan itu sama kosongnya seperti ruangan tadi. Bedanya ruangan itu tampak putih, semuanya putih seperti tak berujung. Ruangan itu seperti dipenuhi awan-awan terbang atau asap atau semacamnya.

Hanya ada satu cermin disana, entah darimana datangnya cermin itu. Cermin yang sangat besar.

Sampai dia bisa melihat dirinya sendiri disana. "Bagaimana...? Apa ini? Dimana aku?,"

Dia bertanya pada dirinya sendiri. Dia baru saja kehilangan. Tetapi dia sudah menerima keanehan lain yang tak bisa dia pikirkan dengan logika.

Dia melihat dirinya sendiri dengan aneh. Selama ini, hanya dia yang tak tahu, apakah dia sebenarnya memiliki sesuatu yang disebut sebagai kelemahan atau kelebihan. Dia tak pernah tahu.

"Kau akan dalam bahaya..."

Suara itu sangat dingin. Benar-benar dingin menusuk, sampai dia menoleh dan dari asap-asap putih itu, dia melihat seseorang, seorang bertubuh tinggi, tetapi tidak begitu berotot hanya saja tulang-tulang nya tampak besar dan kokoh. Itu membuat nya takut. Wajahnya tegas, terutama rahangnya, batang hidungnya dan alis yang sangat hitam. Lebih menakutkan adalah tatapan matanya. Tatapan itu terlihat seperti iblis. Sangat gelap dan menyeramkan.

"S...s...siapa kau? Mengapa aku berada disini?,"

Setiap kali orang itu melangkah, tubuhnya menggigil. Seperti ada sesuatu yang tidak dapat dijelaskan.

"Aku masih belum bisa mendekatimu walau mendatangimu dalam mimpi. Waktuku belum cukup. Sayang sekali aku harus mengatakan ini lebih awal. Kau sakit. Tapi kau akan baik-baik saja, kau harus berhati-hati..."

Kata-kata itu cukup membuatnya tertegun. Ketidakmengertian nya dari semua yang terjadi pada dirinya benar-benar membuatnya bingung. Tak bisa dimengerti. Dia tidak tahu siapa orang ini, dan mengapa dia bisa mengatakan hal itu. Dia tahu dia sakit, tetapi mengapa dia seperti diperingati.

"Berhati-hati? Berhati-hati dari apa maksudmu? Dan kenapa? Aku tahu hal berbahaya setiap hari kutemui. Semua orang sudah berhati-hati, dan siapa kau sebenarnya...?"

"Kau tetap harus berhati-hati. Jangan sembarangan berkata-kata fakta di dalam lingkungan mu sendiri. Banyak orang jahat. Perlu kau tahu, aku adalah pelindungmu disatu sisi, dan disisi lain aku adalah kekacauan untukmu..."

Dia memakai sepatu berwarna hitam dan dia berjalan semakin mendekat membuatnya ketakutan setengah mati. Dalam tidurnya, keringat benar-benar membasahi pelipisnya.

"Aku tak mengerti. Siapa yang harus ku percayai? Semua orang dibenteng ini adalah orang-orang baik. Aku percaya pada mereka!"

"Tidak! Kau salah... Kau tidak harus mempercayai mereka. Kau tidak akan bisa melindungi dirimu sendiri bahkan jika kau mencoba... "

Dia terdiam. Mimpi ini terasa begitu panjang. Tetapi mimpi ini sangat menyakitinya. Membuat dadanya sesak, sampai-sampai dia rasanya ingin kehilangan nafasnya.

"Hanya ikuti kata hatimu. Seseorang akan membangunkanmu. Dia satu-satunya yang bisa kasihan padamu. Dan aku... Benar-benar membutuhkanmu..."

Gadis itu mengernyit di dalam mimpinya. "Kau...? Kau membutuhkanku...? Apa maksudmu?,"

"Darahmu... Aku ingin darahmu... Kau punya darah biru milik Salia Calandra... Itu bisa menyembuhkanku,"

Nafasnya semakin sesak. Dia melihat orang itu maju dan mendekat ke arahnya. "Darah... Siapa itu Salia Calandra? Aku tak mengenalnya, kau...kau pasti seorang predator! Pergilah dari sini! Pergilah atau aku akan membunuhmu!"

Ancaman dari tatapan tajam itu sama sekali tidak berguna. Tidak berpengaruh apa-apa. Dia bahkan tidak berniat mundur sama sekali. Saat orang itu menyebutkan darah, dia benar-benar berubah. Sikapnya sangat agresif, dan ekspresi nya benar-benar agresif. Dia seperti menikmati sesuatu dikepalanya dengan terus mendekatinya.

Langkahnya mendekati cermin besar itu saat perlahan-lahan ia memundurkan kakinya. "Pergilah! Kau pasti ingin menghasutku! Kau pasti dikirim penyihir! Pergilah dan jangan menggangguku!"

Ekspresi itu jelas ketakutan. Tubuhnya sangat lemah dan dia tidak mungkin bisa melawan. Dia tidak memiliki tongkat atau apapun yang bisa digunakan untuk menyerangnya. Selama ia belajar bela diri, dia tidak pernah mempraktekkan nya untuk menyerang siapapun. Karena selama ini mereka dilindungi orang-orang dari dalam benteng.

"Kau tak perlu mengusirku... Aku akan menghilang sebentar lagi. Tetapi izinkan aku menyentuh nadimu...".

Gadis itu menggeleng. Dia menangis, dia ketakutan. Saat laki-laki itu mengangkat wajahnya, dia menemukan mata merah yang bercahaya, warna merah yang kental dan mengerikan. "Berikan darah itu..."

Dengan dorongan yang sangat kuat, tiba-tiba saja sesuatu seperti menerpa tubuhnya, sesuatu seperti angin kencang sangat kencang seperti tornado hingga melempar tubuhnya ke cermin besar itu. Rasanya sakit. Punggungnya terasa retak. Sampai dia mengaduh dan kemudian tangannya menyentuh cermin itu.

Saat membuka mata, dari balik cermin itu dia melihat pria itu telah berubah, dia seperti memiliki sayap dari kedua belah bagian dipunggung nya. Sayap itu benar-benar berbulu, besar dan hitam. Dia menjerit, ketakutan saat langkah itu semakin mendekatinya dengan mata merah yang tajam. Rasa dingin seperti es menyiram tulangnya, dia berteriak dengan kalap. Mengusir.

"Pergilah! Pergi...!! Jangan dekati aku! Iblis! Pergilah!"

Saat itu dia melemparkan sepatunya ke dalam cermin itu, sampai cermin itu tiba-tiba saja retak dan kemudian hancur membentur dirinya sendiri. Gadis itu kembali terlempar, dia hanya tidak ingin melihat siluet iblis itu tetapi dia terkena serpihan cermin itu. Dia kesakitan, seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan secara tiba-tiba.

"Tidak... Aku tidak mau... Aku tidak mau mati disini... Aku tidak mau..."

Dia terus menggumamkan itu, tubuhnya benar-benar tidak bisa bergerak dan dia merasakan seluruh fungsi tubuhnya telah mati. Dia hanya membiarkan air matanya menggenang di sampingnya. Namun hal yang aneh terjadi, saat cermin itu dihancurkan. Pria tadi tiba-tiba saja menghilang, dan cermin itu juga telah hancur, dia tidak tahu kemana sepatunya pergi dan bongkahan cerminnya perlahan-lahan memudar.

Dia kemudian menutup matanya perlahan-lahan dan tergolek sendirian disebuah dimensi tanpa ruang. Air matanya terus mengalir sampai kegelapan kembali menjemputnya. Dia sepenuhnya kembali terlelap.

Hingga sebuah suara halus terdengar samar-samar ditelinga nya.

"Zal...na bangunlah... Apa kau baik-baik saja...? Ban...lah... Zall...na bangunlah!"

Dengan sekali hentakkan tiba-tiba saja nafasnya memburu. Matanya terbuka dan tubuhnya tersentak.

"Ya Tuhan!"

Nafasnya terdengar sesak dan memburu. Keringat memenuhi pelipisnya. Tenggorokannya terasa kering dan kasurnya dipenuhi kerutan paksa.

"Zallena...! Syukurlah kau bangun!"

Dia bernafas dengan berat. Kemudian dia memandang sekitarnya dan melihat ruangan bernuansa hangat itu.

"Ada apa? Kau bermimpi buruk? Apa kau memimpikan sesuatu?,"

Tanya seorang wanita yang berusia 34 tahun. Dia memandangi wajah gadis itu. Dia merupakan sepupu dari orang yang baru saja meninggal itu. Tetapi di dalam sifat nya dia adalah wanita yang licik yang bersembunyi di dalam kata-kata manis. Hampir semua gadis-gadis mengetahui ini. Tetapi terkadang mereka yang kurang kasih sayang memanfaatkannya.

Memanfaatkan kebohongan rasa sayang itu untuk mendapatkan kasih sayang lain agar mereka merasa dicintai.

Gadis itu menggeleng. Dia benar-benar bermimpi buruk sudah jelas.

"Apa kau memimpikannya? Maafkan aku Zallena. Kau pasti sangat kehilangan. Akupun sama kehilangannya denganmu." Ujar wanita itu. Dengan cepat ia menoleh dan menemukan wanita itu. Siluet wanita yang tampak jahat dan licik.

"Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja."

Balasnya cepat. Dia kemudian melepaskan lengannya dari sentuhan wanita itu. Lalu mengusap wajahnya. Rambutnya yang panjang berwarna cokelat kental terjatuh lurus di punggungnya.

"Aku akan membawakanmu air kalau begitu."

Dia kemudian pergi dari tempat tidurnya dan meninggalkannya sendirian. Mimpi itu, benar-benar terasa sangat nyata dan sangat menakutkan. Hingga aura dingin dan terasa menusuk tulangnya terbawa sampai ia terbangun. Dia takut, sangat ketakutan.

Bagaimana ia akan membantu orang-orang jika hanya dengan dalam mimpi dia begitu bergetar seperti ingin mati. Satu-satunya hal yang patut dipertanyakan. Dia harus bisa mengatasi dirinya sendiri dan kembali tenang untuk belajar hal-hal baru.

***

Bagaimana chapter ini?

Tolong vote dan komentar kalau suka, terima kasih.