Bukan mau di naikkan gaji tapi pasti ada saja yang dikoreksi yang berujung di marahi.
Di ruangan Bos.
"Maya Sabrina mana tugas yang ku minta padamu kemarin!"Dengan pongahnya bos menggertak ku.
"Anu pak, berkasnya hilang tertukar dengan peserta seminar yang lain," dengan berlahan mencoba menjelaskan pada Bos.
"Apa! tidak salah kamu berkata, atau ini hanya alasan Kamu mengelak dari tugas," ucap Bos tidak percaya.
"Serius Bos, saya tidak bohong." Aku hanya mampu menunduk pasrah. Semua terjadi karena keteledoran ku.
Semua bermula karena lelaki plontos yang duduk di pinggir bersebrangan denganku.
Dia mendekatiku mengajak berkenalan, tapi Aku menanggapinya dengan acuh tak acuh.
jujur ilfil juga melihatnya dengan cukuran rambut plontos dan badan yang besar membuatku seperti berhadapan dengan monster.
Membuat tubuhku keluar keringat dingin karena takut. Sepanjang seminar lelaki itu terus menggoda sampai Aku memilih pindah ke bangku depan agar lelaki itu berhenti mengganggu.
Ya bagus juga dia berhenti mengganggu ku. Hingga ketika seksi tanya jawab lelaki itu pindah ke kursi yang berada tepat di belakangku.
"Maya nanti pulang seminar jalan yuk!" ajak lelaki plontos itu.
"Terima kasih pak saya harus balik ke kantor," tolakku dengan sopan. Tentunya ku taburi senyuman manis.
Tapi lelaki itu terus mendesak hingga membuatku menjauh darinya. Entah siapa dahulu yang salah ambil paper bag.
"Maya!" bentak Bos. Aku yang sedang melamun gelagapan.
"Iya Bos, siang ini sudah siap semuanya," jawabku gugup. "Baik saya tunggu siang ini juga," perintah bos. Dengan perasaan was-was Aku meninggalkan ruangan Bos.
"Mba Maya di luar ada tamu mau bertemu Mba," beritahu Siren. Aku segera menuju ke ruangan resepsionis.
Dari kejauhan terlihat lelaki berkepala plontos duduk di sofa. Rasa kesal ku memuncak.
"Mana berkasnya," sambut Aku langsung menghampirinya. Aku tidak berpikir tidak sopan tapi Aku sudah benar-benar kesal oleh ulah lelaki itu.
"Santuy semua berkas aman, tapi sebagai bayarannya saya minta nomor telepon kamu," pinta lelaki itu sambil cengengesan.
Ya ampun ini orang tidak ada bosannya membuat Aku kesal.
"Apa kamu yang sengaja menukar paper bag saya?" tanyaku langsung tanpa basa-basi.
"Jangan gr apa untungnya Aku menukar paper bag kamu. Yang ada Aku yang rugi karena kamu sudah membawa benda paling sakral milikku," tukas balik lelaki itu.
"Mana barang saya," pinta lelaki itu.
"Tunggu!" jawabku bergegas kembali ke ruangan.
Beruntung paper lelaki itu Aku bawa jika tidak itu berarti Aku sering bertemu dengannya.
"Ini paper bag kamu." Aku langsung menyerahkan paper bag milik lelaki itu.
"Mana paper bag Aku?" tanyaku. "Ini tapi serahkan dahulu nomor whatsapp kamu," pinta lelaki itu.
Malas rasanya memberikan nomorku tapi jika tidak diberikan paper bag tidak di serahkan. Akhirnya dengan setengah hati ku sebutkan nomor whatsapp.
Setelah ku berikan nomerku lelaki itu mengembalikan paper bag.
"Coba cek, tidak ada yang hilang kan," ungkap lelaki itu.
"Oke komplit," ucapku. Akhirnya kami bersalaman dan dia pamit pulang.
Aku bergegas menuju ke ruangan kerjaku.
***
"Maya ada yang jemput tu," beritahu Tian sambil tersenyum meledek. Aku terkejut siapa yang datang menjemput. Padahal tidak ada yang berjanji mau menjemput.
"Wah Maya kebetulan sekali tadi pagi kamu ke kantor naik ojek sekarang ada yang menjemput. Siapa tu?" Kokom menyerang ku dengan pertanyaan yang sulit ku jawab.
Ada rasa malas dan penasaran siapa yang menjemput. Walaupun seperti itu hati bertanya siapa gerangan dia!Aku hanya mampu tersenyum kecil.
"Kokom tolongin Maya!" Kokom menatapku dengan raut wajah yang datar.
"Tolong apa? jangan yang aneh-aneh," jawab Kokom masih dengan wajah yang datar tanpa ekspresi.
"Tolong temui orang yang menjemput gue, gue tidak kenal," pintaku sambil tersenyum penuh harap.
"Maaf Maya, gue mau nonton sama Robi," tolak Kokom. Aku menghela napas untuk mengurangi rasa malas menemui orang yang tidak ku ketahui.
Siapa ya orang itu.
Aku langsung berlari ke pantry ingat dengan Jumarni office girl yang selalu siap membantu.
"Jumarni...!" teriakku sambil membuka kamar beristirahat karyawan.
"Ada apa to Mbak!" jawab Jumarni yang datang dari belakang, sukses membuat kaget.
"Ju, sudah cantik mau pulang ya?" tanyaku menatap kagum dengan kecantikan gadis yang berdiri di depanku.
Berkulit sawo matang dengan hidung mancung kedalam yang di shading sempurna hingga tanpa mancung. Pintar sekali Jumarni menutup kekurangannya.
"Mbak ada apa?" tanya Jumarni membuatku sadar dari rasa kagum.
"Ju tolongin saya temuin lelaki yang menunggu saya di resepsionis. Bilang saya sudah pulang," pintaku pada Jumarni. Disambut Jumarni dengan tatapan heran.
"Mba tidak suka ya?" tanya Jumarni.
"Bukan tidak suka, tapi belum tahu dan saya tidak ada janji dengan siapapun." Aku menjelaskan sambil menuangkan air dalam gelas.
Langsung ku teguk air itu dan menikmati setiap tetesnya.
"Baik Mba, tapi!" ucap Jumarni sambil memperagakan simbol di tangannya.
"Oke," jawabku
"Mba jika orang itu naksir pada saya, boleh ya buat saya untuk memperbaiki keturunan." Senyumnya sambil tersipu malu.
Aku terkekeh geli melihat tingkah Jumarni.
"Ambil saja Jum!" sahutku berlalu meninggalkan Jumarni.
Untuk ke ruangan kerjaku tidak harus melewati ruangan resepsionis. Aku langsung melanjutkan pekerjaan karena memang tidak berniat untuk pulang cepat. Bos minta di buatkan perincian produk baru.
Dengan berlari security masuk ke ruangan tempatku bekerja.
"Maaf Bu darurat ada yang memaksa masuk ingin menemui Ibu," ucap security.
"Siapa Pak?"tanyaku penasaran. "Lelaki yang tadi siang datang bu," beritahu security. Aku merasa kesal dengan ulah lelaki itu. Aku segera berdiri dan mengikuti security yang berjalan lebih dahulu.
Sampai di depan resepsionis ku lihat Jumarni sedang menenangkan lelaki itu.
"Maya...!" teriaknya ketika melihatku. Wajahku terasa panas malu sekali. "Pak apa-apaan ini anda kenapa melakukan hal seburuk ini," ucapku setelah berada di hadapannya.
"Kamu mengapa memberikan nomor yang tidak aktif," hardiknya membuatku merasa bersalah.
"Maaf...!" pintaku dengan rasa kesal)
"Maya saya mau menikah dengan kamu!" ungkapnya dengan memegang tanganku. Aku langsung menepisnya. Biarlah daripada memberi harapan pada orang yang tidak kucintai.
"Maaf Pak ini kantor tindakan anda kekanak-kanakan saya harap anda pulang," ucapku dengan nada mengusir. "Maya saya mau pulang bila kamu menerima cintaku," balasnya dengan tidak merasa malu.
Aku saja sangat malu dengan tindakannya, tapi lelaki itu cuek. Lelaki itu menarik tanganku untuk keluar dari kantor. Aku mengikutinya bukan karena suka tapi dari pada lelaki itu berteriak-teriak seperti yang di ceritakan resepsionis.
"Maya, mengapa anda memberikan saya nomer telepon palsu apa anda terganggu dengan kehadiran saya."
Enaknya di apakan,ya lelaki seperti itu?"