"Maya ko kamu belanja CD laki-laki untuk siapa?" Kokom bertanya sambil tangannya mengeluarkan Kotak CD lelaki.
Bisanya Kokom membongkar paper bag tanpa izinku. Kami baru saja hendak duduk di kursi yang berada di restoran.
Ketika membuka paper bag. Wajahku pucat pasi, dan menyangkalnya, "Ini bukan paper bag milikku!"
Kokom menatapku dengan tatapan yang sulit di mengerti. Aku mencoba menjelaskan, "Tadi sebelum ke sini gue ikut seminar dan kami mendapatkan modul untuk seminar dan box makanan kecil."
Aku mencoba mengingat apa yang terjadi di tempat seminar dan dengan siapa saja Aku berinteraksi. "Ups ini pasti milik lelaki itu!"
Aku langsung memeriksa isi paper bag yang ku bawa. Isinya satu box CD baru. cemilan dan modul. Ngapain coba CD baru di bawa-bawa. Syukur baru coba kalau kotor. Jijai.
Aku mencoba mencari apa ada alamat atau nomer telepon yang bisa di hubungi, tapi gue tidak kenal siapa dia?
"Nihil! tidak ada tanda yang bisa di kenali!" umpat ku jengkel.
"Sudahlah Mayang kita makan dahulu nanti juga akan ketemu lagi!" Kokom berusaha menenangkan diriku.
"Bahaya bila modul itu tidak kembali bagaimana Aku bisa menyelesaikan tugas. Di dalam modul itu ada catatan untuk ku serahkan pada si bos," keluhku.
Selera makan seketika hilang, tapi bagaimana cara menemukan pemilik paper bag yang ku bawa. "Sial!" umpat ku.
ePikiran ini hanya fokus bagaimana menghadapi si bos besok.
Rasanya kepalaku pusing memikirkan pekerjaan.
"Maya ayolah semangat, jangan pikirin apa yang terjadi besok. Semangat sekarang kita pulang sudah mau magrib." Ajakan Kokom membuatku menyadari jika matahari akan terbenam.
Perasaanku yang masih kesal ketika meninggalkan restoran.
Sepanjang perjalanan pulang Aku memilih diam karena pikiran ini masih di selimuti paper bag yang tertukar.
"Maya kamu mau dianterin pulang atau bisa sendiri?" Kokom bertanya ketika dalam perjalanan menuju rumahnya.
"lu pulang bagaimana jika mengantarkan gue pulang?" Aku balik bertanya.
"Gue pulang naik ojek saja," jawab Kokom.
Kasihan juga Kokom, tapi Aku juga malas bawa kendaraan dengan pikiran lagi tidak tenang. Bukan apa-apa takut emosi di jalan.
Sebab menuju rumah cukup membuat lelah melewati kemacetan di jalan.
Kokom memilih mengantarku pulang ke rumah lebih dahulu.
"Macet parah Maya, ada kecelakaan di depan." Kokom menghentikan kendaraan karena kaget kendaraan di depannya mengerem mendadak.
Aku melihat dari kaca jendela. Beberapa orang menolong korban dan kendaraan korban di pinggirkan agar tidak menambah kemacetan yang panjang.
Beberapa kendaraan memilih putar balik. Melihat itu Aku mempunyai ide yang sama.
"Maya lebih baik kita putar balik biar Aku pulang sendiri. Kecelakaan seperti ini korban bukan hanya satu, bisa jadi nanti tambah macet." Kokom menyambutnya dengan senyuman sumringah.
"Yakin lu!" tegas Kokom.
"Iya putar balik saja!"
Kokom memutar kendaraan menuju rumahnya. Aku masih duduk di belakang kemudi menikmati perjalanan menuju rumah Kokom.
***
"Yes, sampai!" seru Kokom sumringah.
Aku turun menggantikan Kokom.
"Hati-hati ya!" pesan Kokom ketika ku menghidupi kendaraan.
kendaraan bergerak meninggalkan rumah Kokom.
Aku bersenandung kecil menikmati perjalanan ini.
Di tengah jalan Aku mengerem mendadak ketika di depan sebuah kendaraan menerobos lampu merah.
"Setan lu!" maki ku kesal. Tidak sadar apa! Karena tindakan nya itu bisa mencelakakan banyak orang.
"Bruk!" prak!"
Benar saja kendaraan itu di tabrak oleh kendaraan motor yang berada dari arah lampu hijau.
Aku memilih mengambil jalur lain agar tidak terjebak macet.
***
Sampai di rumah Aku langsung memilih masuk kamar.
"Maya...!" panggil Mama.
Belum ku menjawabnya mama sudah berteriak kembali.
"Maya...! Orang tua Awi telepon apa kamu menerima lamarannya atau tidak?"
Aku menghela napas panjang sambil menghampiri mama. "Mamaku sayang sudah Maya bilang, Maya belum ingin menikah." Aku menjawab tanpa ekspresi.
Entah bagaimana yang mama pikirkan. Dia sudah tidak sabar ingin putrinya ini menikah.
"Maya, Mama mengerti, tapi usiamu sekarang sudah dua puluh tiga tahun. Kamu sudah layak untuk menikah," Mama berusaha membujukku.
"Mama, berikan Maya waktu tiga bulan. Jika dalam waktu tiga bulan Maya belum mendapatkan pendamping Maya siap bertunangan dengan Ko Awi." Ku peluk mama untuk menyakinkan.
Mama tersenyum sumringah mendengar jawabanku.
"Baik Mama setuju!" serunya bahagia.
"Ya sudah Maya istirahat dahulu, besok Maya ada meeting sama si bos."
Mama menjawabnya dengan anggukan.
Aku meninggalkan Mama yang masih tersenyum bahagia.
'tiga bulan! apa-apaan berani sekali Aku membuat janji dengan Mama,' batinku bergejolak. Rasanya ingin ku menangis.
Mengapa Mama ingin sekali Aku Menikah dengan Ko Awi.
Padahal Aku belum mengenalnya. Walaupun Mama Ko Awi dan Mamaku bersahabat tapi masa Aku kembali ke zaman Siti Nurbaya.
Dalam waktu tiga bulan apa bisa Aku
menemukan lelaki yang mencintaiku, dan Aku mencintainya.
Ku rebahkan tubuh di spring bed. Hari ini terasa penat. Mulai modul yang tertukar, kecelakaan di jalan. Sampai di rumah harus menghadapi Mama yang menunggu jawabanku. Di tambah lagi janji tiga bulan yang terlontar. Aku tersenyum miris.
***
"Maya...!" teriak Mama dari depan kamar. Tentunya di barengi dengan ketukkan pintu yang keras.
Aku menggeliak melemaskan otot-otot yang terasa kaku karena tidur dengan posisi kaki menjuntai ke lantai.
Suara Mama masih terdengar di pintu kamar.
Aku langsung membelalak melihat jam sudah jam tujuh pagi. spontan berlari ke kamar mandi.
Setengah jam lagi jam delapan. Aku hanya punya waktu setengah jam.
Jurus mandi lima menit alias ngebut ku lakukan daripada harus menghadapi si bos marah.
Tanpa makeup ku langsung menyambar tas dan pelengkapan kerja. Aku langsung berlari ke depan rumah.
"Kang ojek...!" panggilku pada tukang ojek yang sedang mangkal di pos gardu.
"Ngebut ya neng," ucap kang ojek.
"iya bang, sudah tau kan kantor saya," Jawabku tersipu malu.
Sat set sampai kantor ada waktu lima menit untuk merapikan makeup.
"Maya lu baru datang," sapa Kokom yang tiba-tiba muncul di depanku.
"Apa tu?" tanyaku sambil mengambil gorengan hangat yang langsung masuk ke mulut.
"Ini sengaja gue beli buat lu, pasti lu kesiangan," jawab Kokom.
"Terima kasih Kom kamu memang the best friend," sahutku sambil tersenyum bahagia.
Kami berjalan berdampingan masuk ke kantor. Baru saja hendak masuk ruangan terdengar suara bos yang karismatik menghentikan langkahku.
"Maya... segera keruangan saya!" panggil bos.
Ku balikkan tubuh ini tidak jadi masuk ke ruangan. Aku berpapasan dengan Santi.
"Minum dahulu ni," Santi menyodorkan segelas susu hangat yang langsung ku teguk tanpa basa-basi.
"Terima kasih Santi," ucapku melangkah dengan rasa deg-degan, menuju ruangan si bos.
Ada apa ya Aku di panggil bos, "Apa karena modul hilang, apa ada hal lain."