Sesampainya disekolah mereka berpisah di parkiran. Inje berjalan kearah kelas dan Putra kearah halaman belakang sekolah. Inje hanya focus melihat jalan kearah kelasnya karena saat ini Inje merasa dirinya sedang diperhatikan, bahkan dari lantai tiga tempat dimana kelas tiga berada.
Bukan pertama kali sebenarnya, Inje sudah sering ditatap seperti itu dari dulu, apalagi perkaranya kalau bukan karena dia tetangga Putra yang dihari pertama penerimaan sudah menjadi "Lelaki Paling Dicari" di sekolahnya.
Siapa juga yang tidak mengenal Putra Adi. Apalagi mereka sekolah hanya disini-sini saja, maksudnya tidak jauh dari rumah. Semua tetangga hampir selalu bertemu di sekolah juga. Inje akui Putra memang tampan.
Kalau mau dideskripsikan, dia memiliki lesung pipit di sebelah kanan pipinya. Matanya seperti mata elang dengan bola mata warna hitam pekat bahkan bulu matanya pun lebat. Hidungnya mancung kecil. Badannya sangat pas berisi. Dan yang menjadi pemikat lain adalah aura tengil dan urakan yang justru ikut keluar di wajahnya apalagi dengan rambut pendek acak-acakan dan kulitnya yang berwana coklat sawo matang.
Tapi karena Inje sudah sangat sering bersama Putra justru melihatnya biasa saja apalagi mereka tumbuh bersama sejak kecil. Dan deskripsi yang diatas tentu saja Inje tau dari salah satu surat cinta yang pernah diberikan seorang untuk Putra.
Inje melihat sekitar kelasnya dan menemukan Cahaya melambaikan tangan kearahnya. Inje tersenyum melihat tingkahnya dan langsung menghampiri Cahaya. Dia adalah satu-satunya teman yang Inje punya dan untung saja mereka sekelas. Inje benar-benar bersyukur untuk itu.
Inje dan Cahaya sudah berteman dari kelas dua SMP karena baru saat itu mereka sekelas. Dan untungnya Cahaya mau berteman dengan Inje dengan tulus disaat yang lain hanya berteman demi mendapat perhatian dari Putra.
"Kita duduk disini aja ya? Lebih enak"
Inje hanya mengangguk menanggapi dan menaruh tasnya.
"Tadi ada yang nyariin kamu tau Nje, baru aja keluar" Inje menatap horror kearah Cahaya
"Siapa? Anak kelas kita? Banyakan apa sendirian?" Inje memberondongnya.
"Berempat tapi satunya anak kelas kita" Jelas Cahaya
"Anak kelas kita? Kamu kenal? Atau ada yang aku kenal?" Inje berharap dia dicari untuk mengajaknya kenalan. Tidak perlu berteman karena Inje trauma dengan awal kisah yang seperti ini.
"Kayanya kamu juga ga kenal, bukan orang sekitar sini kayanya"
Inje sudah bilang kan kalau mereka dari lingkungan yang sama. Bahkan orang yang bertemu diwarung pun akan bertemu lagi di sekolah. Dikelasnya saja ada dua belas anak dari SMP mereka sebelumnya sedangkan muridnya sendiri ada dua puluh lima.
"Semoga kali ini emang baik, mau ajak kenalan" Inje hanya bisa berharap
"Kalau pun engga semoga besok-besok ga ganggu kamu lagi" Cahaya mengelus pelan punggung Inje.
Cahaya adalah salah satu orang yang sangat tau bagaimana masa lalu Inje saat SMP dulu. Mulai dari di labrak, dijauhi seangkatan, dan diberi surat-surat kaleng ujaran kebencian. Cahaya adalah orang yang paling tau dan Cahaya yang masih setia berteman dengannya meskipun dia juga ikut kena imbasnya. Inje hanya tidak mau hal itu terulang kembali di SMA nya. Melalui tiga tahun seperti itu sangatlah berat.
"Kamu berangkat sama siapa tadi?" Cahaya mengalihkan pembicaraan. "Sama Putra" Cahaya menoleh cepat kearah Inje takut salah dengar. Inje yang melihat reaksinya itu tertawa "Iya beneran sama Putra" Cahaya semakin mengerutkan alisnya "Serius? Putra? Tumben pagi?" sudah Inje duga pasti Cahaya juga terkejut.
"Iya biasalah dia lagi bawa barang transaksi" Cahaya membulatkan mulutnya, paham dengan maksud Inje, karena Inje pernah menceritakan kebiasaan Putra yang itu ke Cahaya.
***
Bel masuk pun sudah berdering membuat kelasmenjadi penuh dengan murid-murid, tidak seperti tadi. Di akhir rombongan Cahaya menyenggol Inje "Itu tu tadi temennya yang cari kamu" Bisik Cahaya.
Inje melihat perempuan yang masuk sendirian ke kelas. Cantik banget, Batinnya. Inje tidak bohong dia memang cantik, tipikal perempuan tinggi putih bersih rambut panjang yang bergelombang dibawah, alis tebal dan terbentuk, bahkan bibirnya pink alami. Dia sempat bersitatap dengan Inje, hanya sebentar dan dia yang memutus pandangannya kemudian duduk di pojok belakang.
Inje tidak bisa lepas memperhatikannya sampai suara gaduh menyadarkannya. Putra dan gengnya memasuki kelas dengan ribut. Inje melirik Putra yang melambaikan tangan kearahnya sekilas. Mereka juga duduk di pojok belakang bersebelahan dengan perempuan tadi.
Putra itu bukan tipe laki-laki yang dingin dan cuek. Dia benar-benar tengil dan suka menganggu orang. Kalau boleh jujur, Putra itu cerewet dan banyak omong hanya karena dia tampan saja jadi banyak yang suka. Dia tidak akan segan mengeluarkan pendapatnya meskipun itu tidak berguna dan omong kosong. Seperti saat ini, dia sudah ribut dan berbicara omong kosong yang justru membuat seluruh perhatian kearahnya bahkan beberapa juga tertawa. Suaranya benar-benar berisik.
Inje tidak begitu tertarik karena memang sudah ada kesepakatan diantara mereka kalau di sekolah mereka jangan seperti orang yang saling kenal. Perjanjian ini sebenarnya sudah dibuat dari mereka SMP, meskipun sangat tidak berguna. Karena nyatanya Inje masih sering diganggu dengan penggemar Putra. Bagaimana tidak, mereka bahkan sering berangkat dan pulang bareng.
Tapi dengan Inje tidak ikut campur pertemanan Putra dan menjaga jarak dengannya itu akan jauh lebih baik daripada dia harus berteman dengan teman-teman Putra yang hampir setipe. Paling tidak dia lebih nyaman dengan tidak terlalu dekat dengan Putra disekolah.
Semuanya diam ketika seorang guru masuk ke kelas, pelajaran hari ini di isi oleh wali kelas sekalian perkenalan dan penunjukan ketua kelas. Perkenalan ini dilakukan secara bergilir dari baris bangku paling depan. Sampai akhirnya giliran Inje "Ayo maju selanjutnya" Pak Budi mengintruksi. Inje pun maju dan mulai perkenalan diri
"Halo semuanya, nama saya Inje Rosalina. Biasanya dipanggil Inje. Saya tinggal di belakang rumah Bu bidan Ani. Salam kenal semuanya" Inje menatap gugup seluruh mata yang entah kenapa, Inje merasa kali ini dia benar-benar di perhatikan sekali. Bahkan Putra juga ikut memperhatikannya padahal sebelumnya Inje mendengar dia masih ngobrol dengan teman-teman lainnya.
"Inje? Unik sekali namanya" Pak Budi menanggapi. Inje hanya bisa tersenyum "Apa artinya?" sudah Inje duga pasti pertanyaan seperti ini akan keluar. Yah, seperti sebelum-sebelumnya "Inje itu singkatan Pak, dari Indah Jelita" Inje menjelaskan seadanya.
"Wah bagus-bagus kreatif sekali orang tuanya, sangat pas dengan kamu namanya. Mawar yang indah jelita" kali ini Inje tersenyum kaku mendengar perkataan Pak Budi karena justru itu membuatnya malu, dia merasa seperti digoda. Pak Budi pun menyuruhnya duduk dan melanjutkan ke Cahaya. Baru saja Inje duduk Putra sudah menghampiri dan duduk di bangku Cahaya yang sedang perkenalan.
Inje tadi sudah bilang kan kalau mereka punya perjanjian yang tak berguna itu, dan ini juga salah satunya. Putra selalu seenaknya saja menghampirinya. Entah perasaan darimana Inje reflek menoleh kearah perempuan cantik tadi dan benar saja dugaannya dia sedang diperhatikan.
Inje kembali menoleh kearah Putra menanyakan maksudnya. "Ekhem, baru masuk aja udah digombalin wali kelas, ati-ati lo Nje" Godanya sambil menaik-turunkan alisnya. Wajah tengilnya benar-benar sangat pas untuk di geplak tapi Inje ingat dia sedang di sekolah. "Maaf ya, aku ga baperan, udah biasa dibilang gitu" padahal dalam hatinya Inje ini adalah pertama kalinya ada yang blak-blakan bilang kalau namanya sesuai dengan dirinya.
Putra membulatkan matanya pura-pura terkejut "Tapi kalo sama om-om baru pertama kali kan?" Godanya lagi, dan Inje memutar mata malas. Kalau dilanjutkan pasti dia akan lebih gencar menggodanya. "Udah sana tu Cahaya mau duduk" Putra menoleh ke belakang dan melihat Cahaya yang sudah tersenyum kaku. Putra pun menyingkir dan kembali kebangkunya.
O hampir lupa, Cahaya itu justru malah takut sama Putra. Katanya sih, kaya berandal. Tapi memang, mungkin karena teman-temannya. Putra itu berbeda kalau sedang dirumah dan bersama teman-temannya.