Pemandangan pakaian Robin yang ditarik dan dilihatnya begitu lusuh dan tidak karuan itu membuat Jade yang melihatnya pun merasa jijik dan semakin menyulut api amarah pria itu. Sandal hotel yang tanpa sengaja dipakai oleh Robin ketika ia meninggalkan tempat tersebut pun menjadi barang bukti tambahan yang semakin mempertajam intuisinya itu untuk memberikan sedikit efek jera pada Robin.
"Ke mana Ivory? Apa lagi yang telah kamu lakukan terhadapnya tadi? Perbuatanmu benar – benar kelewatan ya. Nyesal aku telah membiarkanmu bersama dengannya selama ini. Aku bahkan sempat berpikir untuk merelakannya bersama denganmu dan gak ingin mengganggunya jika itu bisa membuatnya bahagia. Tapi, setelah aku menyaksikan sendiri apa yang telah kamu perbuat dibelakangnya, maka kali ini aku bersumpah akan membuatmu menyesal karna udah menyakiti bahkan melukainya. Setelah ini aku pun bersumpah akan berusaha untuk merebutnya kembali darimu, brengsek! Sekarang juga katakan ke mana dia? Buk!" Jade yang sudah disulut oleh api amarah langsung menghantam wajah pria yang sudah terlihat begitu lesu dan kusam itu. Robin yang sudah memasrahkan dirinya hanya bisa berdiam diri dan menerima serangan bertubi – tubi yang dilayangkan oleh Jade.
"Ayo katakan di mana kamu sembunyikan dia?"
"Kamu udah masuk dan menggeledah sendiri setiap ruangan kan? Apa kamu menemukan tanda – tanda kalo aku menyembunyikan dia? Kenapa kamu malah mencarinya ke sini? Bukankah dia udah pulang kembali sedari tadi?" tanya Robin lemah dan bingung.
"Kamu jangan pura – pura gak tau ya, barusan kamu yang udah bawa dia ke sini kan? Dan gimana caranya kamu bisa melacak keberadaan rumah kami?"
"Bukan urusanmu! Lagian aku beneran gak tau. Tadi aku memang membawanya ke sini dan kami sempat bertengkar lalu akhirnya dia pergi meninggalkanku. Kupikir dia harusnya langsung kembali ke rumah," celetuk Robby.
"Arghhh…sialan kamu! Kalo sampai sesuatu terjadi terhadapnya, aku gak akan pernah memaafkanmu!" Jade kembali melayangkan sebuah tinju ke wajah pria itu sebelum ia meninggalkannya.
Kandasnya hubungan Robin dengan Ivory membuat dirinya yang awalnya merupakan seorang pria tangguh bagaikan karang kini terkikis dan perlahan hancur akibat terpaan deru ombak yang bersahut – sahutan hanya karena penderitaan cinta yang dialaminya. Ia tidak menyangka bahwa perjalanan cinta yang dilaluinya dengan gadis itu kini harus berakhir bagaikan kapal yang terombang ambing di tengah lautan luas karena kebodohan yang dilakukannya bersama dengan wanita itu, membuatnya mengutuk dirinya sendiri. Suara teriakannya yang melolong kuat dan mengisi setiap sudut ruangan itu seakan bergema tatkala ia mengeluarkan seluruh isi perasaannya yang telah berpadu dengan aura kemarahan, kebencian akan dirinya sendiri yang telah menodai kesucian kisah cinta mereka dan kebodohannya karena telah mengambil keputusan yang gegabah dengan mempercayai seorang wanita club. Bayangan Ivory yang terakhir kali meninggalkannya dalam keadaan sedih dan marah membuatnya seketika khawatir dan tiba – tiba membuatnya sadar bahwa gadis itu sedang sendirian berada di luar, seketika ia teringat akan sosoknya lalu memutuskan untuk pergi mencari keberadaan sosok gadis yang telah pergi begitu saja dari rumahnya. Segera ia mengganti pakaiannya yang dipenuhi oleh bekas lipstik wanita yang telah menimbulkan kemarahan gadis itu dan sandal hotel yang sedang dikenakan tanpa disadarinya.
Jade dan Robin pun segera bersaing untuk mencari keberadaan sosok gadis itu, sementara Ivory yang sedari tadi sudah berjalan jauh dari rumah Robin dan hampir mencapai rumah barunya dengan kondisi linglung hanya menelusuri tapak jalan trotoar dihadapannya dan menatap lurus ke depan dengan pandangan kosongnya. Orang – orang yang sedang berlalu lalang disekitarnya seakan menertawakan gadis yang sedang berjalan sendirian di tengah jalanan itu hingga ia tidak menyadari bahwa ia hampir saja ditabrak oleh sebuah mobil sedan yang kebetulan melaju dengan kecepatan tinggi, namun naasnya mobil itu seakan telah dialihkan dan malah menabrak tubuh seorang wanita paruh baya yang masih terlihat begitu cantik meskipun hanya berpakaian seadanya, namun kemolekan tubuh dan wajahnya yang bagaikan artis papan atas itu tidak pernah mengubah apapun dari dirinya. Ivory yang hampir ditabrak merasa begitu kaget dan langsung segera membalikkan tubuhnya untuk melihat sosok yang telah melindunginya ketika ia menunduk dan berhenti di trotoar. Betapa terperanjatnya dirinya hingga membuat kedua kakinya seketika lemas dan tidak berdaya untuk berdiri ketika ia meratapi wajah wanita yang sudah mengalirkan darah segar dari bibirnya. Ternyata, Moniq yang sudah merasa begitu khawatir akan keadaan putrinya lantas tidak bisa hanya berdiam diri di rumah hingga ia segera menyusul untuk mencari keberadaan gadis itu. Siapa sangka, Moniq yang sudah berjalan menuju perkotaan tiba – tiba melihat sosok putrinya yang hendak menyeberang jalan hingga dirinya lah yang menjadi korban kecelakaan tersebut. Keadaan yang begitu ramai di jalanan tiba – tiba menarik perhatian Robin dari kejauhan dan langsung menghampiri kerumunan tersebut. Ia segera memberhentikan mobilnya dan tidak menyangka bahwa ia akan bertemu kembali dengan Ivory yang sedang menunduk dan menangisi sosok ibunya yang mengalami kecelakaan. Ia begitu terperanjat lalu segera memanggilkan ambulans untuk membawa Moniq menuju rumah sakit terdekat yang kebetulan merupakan rumah sakit tempat Moniq kemarin menjalani operasinya.
Setibanya di rumah sakit, Moniq segera dirujuk ke IGD untuk mendapatkan pertolongan pertama. Robin yang masih merasa bersalah karena telah menyebabkan hal tersebut terjadi, segera bertanggung jawab untuk membiayai seluruh biaya rumah sakit. Hal itu juga membuat Ivory merasa bersalah karena telah bersikap tidak adil bagi pria itu namun ia masih enggan untuk memaafkan pria tersebut. Saat ini, ia hanya ingin fokus untuk kesembuhan ibunya yang merupakan hal paling utama.
"Bolehkah aku meminjam ponselmu sebentar?" Tanya Ivory terisak, namun Robin tidak ingin menjawab apapun dan hanya menyerahkan ponsel tersebut pada gadis itu tanpa bisa membuka bibirnya untuk mengeluarkan sepatah kata pun.
"Terima kasih," ujar Ivory ketus.
Ternyata gadis itu ingin menghubungi Jade. Tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk segera tiba di rumah sakit dan segera mencari keberadaan sosok gadis itu. Robin yang sedang duduk di samping Ivory begitu kaget ketika melihat gadis itu langsung berlari memeluk Jade yang baru saja tiba di sana seraya menangis dalam pelukan pria itu. Hal tersebut membuat Robin merasakan hawa panas yang mulai menjalari tubuhnya, namun ia pun tidak bisa berbuat apa – apa dan hanya bisa menjadi saksi bisu melihat kemesraan kedua insan tersebut lalu kembali duduk di lobi seakan ia tidak pernah melihat pemandangan tersebut. Ia menyadari bahwa kesalahan fatal yang telah dibuatnya mungkin telah menutup hati gadis tersebut. Ketika Jade berada di lobi, ia kembali melihat sosok Robin yang sedang duduk termenung, namun kali ini dengan penampilan yang sudah berbeda.
"Untuk apa lagi kamu membiarkan pria itu di sini Iv?"
"Dia yang udah bantu aku buat nolongin dan bawa mama ke sini. Kumohon kamu jangan marah dulu padanya ya? Aku yang salah karna lagi gak fokus Jade," ujar Ivory lirih.
"Jangan nyalahin dirimu lagi Iv, namanya juga kecelakaan. Aku ke depan dulu urusin administrasinya ya," ujar Jade yang hendak berjalan ke bagian depan untuk melunaskan biaya rumah sakit namun Robin segera menahan lengannya dan menatap Jade dengan tatapan tajamnya yang masih kosong.
"Semuanya udah lunas. Maaf kalo aku kembali ikut campur tapi aku gak mungkin diam saja melihat keadaan Ibu Moniq begitu."
"Kamu…?"
"Udah Jade, cukup. Jangan buat keributan lagi dengannya. Aku sedang gak ingin menyaksikan pertengkaran kalian, jadi tolong fokuslah dulu dengan keadaan mama, mengenai biaya akan kukembalikan nanti padamu," ujar Ivory ketus dan melirik ke arah Robin.
"Gak perlu juga. Kamu hanya perlu kembali bekerja."
"Apa maksudmu Rob? Bukankah aku sudah memberikan surat pengunduran diri itu padamu?"
"Apa kamu lupa kalo kamu masih terikat kontrak di perusahaan dan harus membayar penaltinya kalo kamu mengundurkan diri begitu saja?" Tanya Robin dengan tatapan sinisnya.
Ivory yang mendengar pernyataan Robin hanya bisa diam membujur kaku, kedua bibirnya pun seakan terkunci dan tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun.
"Kamu gak usah memanfaatkan kesempatan lagi ya, brengsek!"
"Udah Jade, cukup. Aku akan kembali bekerja di tempatnya, tapi hanya sampai masa kontrak habis. Puas kamu?" ujar Ivory seraya mendengus kesal seraya menutup wajahnya dengan kedua tangannya seolah ia merasa begitu terbebani untuk menjalani kehidupan sehari – harinya yang begitu berat adanya.
Pintu ruang IGD telah terbuka dan keluarlah seorang dokter yang menangani Moniq untuk mengabarkan hasil benturan keras yang hanya mengenai batok kepalanya namun tidak ditemukan luka serius pasca kecelakaan tersebut. Moniq yang tidak berapa lama kemudian telah sadar itu segera memanggil Ivory.
"Ivy…" ujar Moniq masih dalam keadaan lemah, namun mendengar nama panggilannya tersebut membuat Ivory menatap ibunya. Sejak ibunya hilang ingatan baru kali ini ia mendengar kembali panggilan masa kecilnya yang senantiasa dipanggil oleh ibunya. Moniq bahkan memanggil Jade dan ia merasa tidak asing dengan Robin namun ia tidak mampu memanggilnya karena ia hanya pernah bertemu dengan pria itu sekali saja saat ia membawa Ivory pergi jauh.
"Kamu…pria yang membawa kabur putriku kemarin kan?" ujar Moniq seraya memegang kepalanya dan membuat mereka bertiga tercengang seketika.
"Deg!" Jantung Robin seakan terhenti saat mendengar pertanyaan yang tiba - tiba keluar begitu saja dari mulut wanita paruh baya itu. Apakah kali ini nasibnya akan lebih parah lagi batinnya. Ia segera menelan salivanya dan hendak membuka mulut untuk memberikan jawaban, namun Ivory sudah merebut gilirannya terlebih dahulu.
"Ma…ini Robin. Apa mama udah ingat semuanya ya?"
"Tentu saja Iv, mama ingat betul kalo dia yang membawamu pergi dari kami, tapi kali ini malah dia yang udah dua kali menolong mama. Sini nak… Ibu ingin berterima kasih banyak sama kamu, karna kamu selama ini udah melindungi bahkan menjaga putriku dengan sebaik mungkin. Ibu minta maaf karna waktu itu sempat merundungmu. Tapi aku bersyukur karna putriku yang manja ini bisa hidup mandiri bersama denganmu, dan kamu tau, karna demikian, Nathan waktu itu gak bisa menyiksanya lagi," ujar Moniq seraya memeluk Robin bagaikan ia sedang memeluk putranya sendiri. Mereka masih tercengang karena ternyata Moniq telah kembali mengingat semua hal yang telah dilewatinya. Menurut dokter yang menanganinya, benturan yang cukup keras terkadang memang bisa mengembalikan ingatan seseorang yang hilang. Ivory merasa sangat bersyukur karena akhirnya ingatan Moniq telah kembali, namun ia merasa heran mengapa ibunya harus memeluk Robin."