Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 48 - 48. Dilema Kehidupan Baru Ivory

Chapter 48 - 48. Dilema Kehidupan Baru Ivory

Tidak tinggal diam, Jade menarik tangan gadis itu dari genggaman Robin lalu menghantam pria tersebut.

"Lepaskan tanganmu dari tangannya! Kuminta sekarang juga kamu pergi dari sini! Jangan pernah kamu ganggu kami ataupun kembali menginjakkan kakimu di rumah ini! Pergi kamu!"

Ivory yang sudah tidak sabar lagi melihat kelakuan kakak tirinya yang terus mengusir Robin menjadi emosi dan menampar Jade.

"Ini balasan untukmu yang udah menipuku, menghancurkan kebahagiaanku bahkan balasan karna kamu udah berani memukul sahabatku. Begitu terang – terangan kamu sekarang mengakui ini sebagai rumahmu ya? Aku bener – bener gak nyangka. Hebat banget sandiwara kalian sekarang. Ingat baik – baik, kamu bahkan gak lebih baik dari orang itu, jadi kamu gak perlu mengatur hidupku apalagi menahanku di sini ataupun menghujat sahabatku."

"Ivy, kamu ini kenapa sih? Segitu percayanya kamu sama dia dan lebih milih untuk mengikutinya? Sini kamu brengsek! Sejak kapan kamu mencuci pikiran adikku hah? Kurang ajar kamu!" Jade yang emosinya sudah memuncak ingin kembali memukul wajah Robin namun pria tersebut telah menangkap kepalan tangan yang hampir melayang di wajahnya dan membelokkannya ke belakang punggung Jade.

"Hei pecundang! Kamu gak dengar perkataan adikmu barusan? Jangan pernah macam – macam samaku atau kamu akan aku hajar habis – habisan. Kamu itu bukan tandinganku, ngerti? Beb, bagusan kita apakan cowok pecundang ini?"

"Terserah. Yang jelas aku ingin masalah ini segera selesai dan kita bisa segera pergi dari neraka jahanam ini," ujar Ivory tegas.

"Baik Tuan Putri, dengan senang hati akan kuturuti permintaanmu," ujar Robin dengan senyum kemenangannya.

"Ivy, kenapa kamu sekarang begitu tega samaku? Ke mana Ivory yang kukenal selama bertahun – tahun sejak kecil? Lepaskan aku brengsek. Awas kamu! Ivy, tolong kasih tau dia untuk jangan macam – macam," ujar Jade yang terus meronta – ronta.

"Aku benar – benar gak ngerti sama kalian. Segitunya kalian membela anak tidak tau diuntung itu? Kalo memang dia mau pergi biarkan dia, kenapa harus kalian tahan – tahan sih?"

Moniq yang sudah tidak sanggup mengatakan apa – apa hanya memohon kepada Nathan untuk menahan kepergian Ivory. Karena sudah tidak tahan mendengar tangisan Moniq yang sudah pecah sedari tadi membuatnya mau tidak mau harus ikut campur tangan untuk menghajar Robin agar keributan yang tengah terjadi bisa segera dihentikan. Baku hantam antara ketiga pria tersebut akhirnya terjadi namun akhirnya Robin memenangkan pergulatan tersebut karena Robin lebih sigap dan dalam hitungan menit ia telah mampu menaklukkan kedua ayah dan anak tersebut. Setelah pergulatan berakhir, Robin pun langsung membawa Ivory. Kepergian Ivory disertai dengan tangisan Moniq yang berulang kali terus memanggil namanya namun Ivory hanya menoleh ke belakang dan melihatnya, karena ia merasa bahwa keputusan yang telah dipilihnya sudah bulat dan tanpa penyesalan. Harapannya terhadap keluarga itu sudah kandas. Rasanya untuk kembali menoleh ke belakang pun ia sudah tidak mampu dan hanya terus berjalan menapaki rerumputan hingga akhirnya menghilang dalam gelapnya malam. Robin menatap Ivory cemas ketika mereka sudah tiba di tempat ia memarkirkan motornya tadi.

"Kalo kamu masih ragu akan keputusan ini, kamu masih punya kesempatan untuk kembali beb, aku gak akan memaksamu. Tanyakan pada hatimu, apa kamu memang udah siap dengan keputusanmu ini? Aku sendiri ingin minta maaf, mungkin mereka benar, sejak kehadiranku, hubunganmu dengan keluargamu jadi semakin kacau. Aku benar – benar gak bermaksud begitu, aku hanya ingin melihat kamu bahagia dan gak hidup tersiksa lagi seperti sekarang ini. Kalo kamu kembali dan masih butuh bantuanku, kamu masih bisa menghubungiku, aku akan…" Ivory mengulurkan jari telunjuknya di depan bibir Robin untuk mendiamkan pria tersebut.

"Ssttt…Bukankah kamu sendiri yang bilang padaku bahwa kamu udah memikirkan baik – baik rencana untuk membawaku pergi dari sini andai ketauan mereka semua? Kamu bahkan gak mau mendengarkanku ketika aku menyuruhmu untuk nggak mengunjungiku. Kamu mengaduk perasaanku dan memaksaku untuk memukul Catherine hingga aku ketauan dan diancam oleh orang itu. Mungkin kalo aku kembali masuk, bisa jadi dia akan membunuhku setelah kamu pergi meninggalkanku. Setelah semua yang kita lakukan dari tadi, lalu sekarang kamu menyuruhku untuk kembali menyerahkan diri kepada mereka agar aku dibunuh hidup – hidup di neraka itu lagi?" ujar Ivory dengan tangisan yang sudah tidak bisa dibendungnya. Robin seakan bisa merasakan kepedihan gadis yang saat ini begitu rapuh lalu memeluknya dan membenamkan wajah gadis itu di dadanya untuk memberinya sedikit ketenangan. Ia bisa merasakan betapa gadis itu sedang ketakutan hingga sekujur tubuhnya terasa bergetar. Ivory yang sedang begitu kalut langsung memeluk erat tubuh kekar pria tersebut, membuat Robin sedikit kaget, namun ia bisa memahami perasaan gadis itu. Pasti ia sedang begitu kesepian tanpa ada lagi sandaran baginya untuk berkeluh kesah setelah ia kehilangan sosok ayah dan Jade yang sudah dipercayainya namun malah akhirnya mengkhianatinya. Harusnya kini ia bisa berkeluh kesah terhadap ibunya sendiri namun sepertinya keluarga parasit itu seakan telah mengunci dan menjauhkan ibu kandungnya dari putrinya sendiri.

"Aku minta maaf udah membuat posisimu jadi serba salah. Aku cuma mengkhawatikan keadaanmu, karna sepertinya kamu belum rela meninggalkan rumah itu, terutama mama kamu. Jadi andaikan masih ada keraguan dalam hatimu dan kamu belum bisa mempercayaiku, kamu masih punya kesempatan untuk kembali. Aku gak mau jadi orang yang paling egois, aku hanya menginginkan yang terbaik untukmu dan demi kebahagiaanmu aku akan mengusahakannya."

"Aku percaya padamu," ujar Ivory lirih dan singkat.

"Baiklah kalo memang keputusanmu ini udah mutlak, aku pun gak akan mundur lagi."

Setelah drama tangisan gadis itu mereda, Robin pun segera membawa Ivory untuk tinggal bersamanya sementara waktu di sebuah rumah tapak kecil yang sudah dibelinya dari hasil tabungannya selama bekerja sebagai seorang debt collector. Rumah tapak sederhana yang tidak terlalu besar dan minimalis yang memiliki dua kamar, dapur kecil dan ruang tamu. Ketika Ivory memasukinya, ia merasa tidak asing dengan suasana rumah tersebut. Samar – samar, sebuah memori akan sosok seorang pria paruh baya yang pernah menggendongnya ketika kecil dan membawanya ke sini muncul, namun ia tidak begitu yakin akan ingatan tersebut karena itu terasa lebih seperti mimpi baginya. Robin tiba – tiba mengagetkan gadis itu dari lamunannya ketika ia membawakan secangkir air hangat untuk gadis itu.

"Berhentilah untuk mengagetkanku begitu," ujar Ivory.

"Lagian kamu lagi ngelamunin apa sih dari tadi?"

"Aku merasa gak asing dengan rumah ini. Kapan kamu membelinya?"

"Sekitar 5 tahun yang lalu."

"Kamu kenal pemilik sebelumnya?"

"Gak kenal sih, aku membelinya online. Jadi aku gak sempat bertemu dengannya langsung, tapi aku sempat menyimpan foto pemiliknya dari profil aplikasi properti onlinenya. Waktu itu pemiliknya menjual rumah ini dengan alasan sedang membutuhkan biaya untuk operasi wajah dan kakinya yang katanya mengalami kelumpuhan. Aku gak tau pasti keadaannya seperti apa karena dia sepertinya kurang berkenan untuk menceritakannya secara detail," ujar Robin menjelaskan.

"Boleh aku liat fotonya?" tanya Ivory penasaran.

Tidak berapa lama kemudian, Robin sudah kembali dengan sebuah laptop di tangannya dan lalu membuka aplikasi properti tempat dimana ia pernah bertransaksi jual beli rumah dengan seseorang sebelumnya. Setelah menunjukkan foto profil pemilik asli rumah tersebut, wajah Ivory tiba – tiba berubah pucat.

"Ini kan, pria paruh baya yang pernah kulihat ketika aku pulang dari sekolah dulu. Jadi dia menggunakan kursi roda itu bukan karna kakinya lumpuh bawaan lahir melainkan karna sesuatu hal lalu dia membutuhkan uang untuk biaya operasi wajah dan kakinya? Aku pernah lihat wajah aslinya yang cacat itu Rob, pria itu sungguh kasian. Aku gak tega. Apa kamu masih menyimpan nomornya yang bisa dihubungi? Aku ingin sekali membantunya, dan aku ingin sekali bertemu dengannya. Beliau begitu mirip dengan wajah mendiang pamanku. Tunggu, dia mirip sekali dengan pamanku. Orang itu masih hidup sementara paman meninggal, dan papa dibunuh olehnya. Wajah pria di foto ini begitu mirip dengan paman. Rob, aku baru kepikiran sekarang. Kumohon, bantu aku untuk menyelidiki semua peristiwa ganjil yang menimpa keluargaku, aku akan melakukan apa aja untuk membalas budi baikmu, kamu memintaku untuk tetap menjadi kekasih gelapmu agar bisa mengelabui teman – temanmu sekalipun aku siap. Asal kamu mau menolongku. Aku gak punya siapa – siapa lagi yang bisa kupercaya untuk membantuku menyelesaikan kasus ini selain kamu. Please," ujar Ivory memelas.

"Beb, tenangkan dulu dirimu sekarang ya, kamu itu udah lelah. Tenang dulu. Aku akan membantumu sebisaku. Satu per satu. Masalahmu bukan hanya satu beb, semua ini terlalu kompleks. Dan kita akan berhadapan dengan seorang psikopat. Kamu tau sendiri dia mampu melakukan apapun untuk menghancurkan kita sebelum kita menghancurkannya, jadi dalam kasus ini kita gak bisa gegabah. Sekarang udah malam, kamu lebih baik istirahat karna aku gak mau sampai kamu jatuh sakit. Mengerti? Kita masih punya banyak waktu. Yang terpenting kamu sekarang udah aman bersamaku dan gak akan ada lagi yang bisa mengganggumu di sini. Oke? Please," ujar Robin memohon. Ivory hanya mengangguk mengiyakan permintaan pria tersebut. Bahkan ketika ia memasuki kamar yang ditunjukkan oleh pria tersebut yang mulai saat ini akan menjadi kamarnya, ia masih merasakan suatu perasaan yang kuat bahwa rumah dan kamar itu memang tidak asing baginya. Seperti ada bagian dari memorinya yang hilang dari kamar tersebut, memori masa kecilnya.

"Ini kamarmu sekarang. Kenapa? Kamu gak suka karna lebih kecil dari kamarmu sebelumnya? Atau kamu mau berganti kamar denganku? It's okay, aku bisa menyiapkannya untukmu…" ujar Robin khawatir hendak mempersiapkan kamarnya untuk gadis itu.

"Gak usah Rob. Aku gak masalah dengan kamar ini. Hanya…seperti tadi, sejak aku memasuki bagian depan rumah sampai ke kamar ini, rasanya ada suatu memori masa kecilku yang hilang dan terhenti di sini, hilang lalu muncul lagi berulang kali dan gak jelas. Bahkan aku merasa gak asing juga dengan kamar ini. Rasanya aku pernah ke sini sebelumnya. Tapi aku gak yakin apakah itu cuma mimpi atau memang aku pernah ke sini. Ingatan itu masih membekas dalam kesadaranku tapi samar – samar," ujar Ivory menjelaskan.

"Kalo kamu masih merasa gak nyaman dengan ingatan itu kamu bisa ke kamarku, biar aku yang di sini."

"Gak perlu Rob, aku udah banyak merepotkanmu. Ini udah lebih dari cukup. Sebelumnya aku mau ucapin terima kasih karna kamu udah bersedia menolongku sampai sejauh ini, padahal kita baru kenal gak lama ini," ujar Ivory tersenyum kepada pria yang masih berdiri di sampingnya itu.

"Anggap aja ini sebagai ucapan rasa terima kasihku karna kamu udah bantu menyelamatkan reputasiku kemarin. Sebelumnya aku belum pernah bertemu dengan gadis yang bersedia mengorbankan waktunya demi menolongku seperti kemarin. Jadi bagiku ini belum seberapa untuk membalas semua kebaikanmu. Kamu tau, reputasiku di hadapan teman – temanku begitu penting. Aku sempat hampir putus asa, tapi syukurlah karna aku menemukanmu tepat pada waktunya," ujar Robin seraya memberikan senyuman menggodanya untuk gadis itu.

"Dasar kamu. Tapi pendidikanku gimana Rob? Aku juga gak sempat ambil ponsel dan kartu identitasku tadi," ujar Ivory lirih.

"No worries, besok aku akan membantumu mengurus semuanya. Mulai sekarang kamu bisa melanjutkan pendidikanmu dari sini aja kalo kamu takut mereka akan mendatangi dan menemuimu lagi di sekolah itu. Home schooling. Kamu mau?"

"Apa bisa?"

"Gampang. Aku punya kenalan yang bisa membantuku mengurusnya untukmu. Udah kukatakan tadi, tenang aja, jangan terlalu banyak mikir dulu. Tidur dulu sekarang, aku gak bisa tenang kalo princessku belum tidur. Oh iya, aku hampir lupa. Ini untukmu. Hadiah dari seorang sahabat untuk seorang sahabat," ujar Robin seraya menyerahkan sebuah ponsel baru.

"Ini…"

"Aku hanya menyimpan nomorku di dalamnya, itu berarti kamu hanya boleh menghubungiku, bukan cowok itu," ujar Robin sengaja menggoda dan mencolek hidung mancung Ivory.

"Apa kamu yakin aku masih membutuhkan ini?"

"Tuh kan? Khawatir lagi dia. Sayang…udah berapa kali kukatakan, selama bersamaku kamu akan aman. Mereka gak akan bisa menghubungimu lagi. Ponsel itu udah kupasang dengan nomor pribadi dari intelijensi kantorku jadi gak sembarang orang bisa menghubungimu kecuali kamu sendiri yang bertukar kontak dengan orang – orang di luar sana selain kami. Karna kamu akan segera menjadi bagian dari kami, maka dari sekarang aku memberikan itu dulu padamu. Aku punya aksesnya, jadi aku bisa mengaturnya untukmu. Satu lagi, ponsel itu telah aku pasang alat pendeteksi, jadi kalo ada sesuatu yang terjadi padamu, maka aku bisa langsung mendeteksi keberadaanmu. Kita semua harus selalu terhubung. Aku begitu salut sama perusahaan ini karna mereka begitu menjaga keamanan dan privasi seluruh staf dan jajarannya. Udah lama bos kita bekerjasama dengan Lunatech dan menggunakan web design terbaru rancangan Tuan Enrique, pemilik Lunatech yang cukup terkenal itu. Namun sayangnya perusahaan itu telah jatuh ke tangan orang lain setelah beliau meninggal dan kabar terbaru yang kudengar satu per satu rancangan beliau mulai perlahan – lahan dinonaktifkan oleh pemilik barunya sehingga performa penggunaan beberapa aplikasi web sudah tidak beraturan dan bahkan beberapa perusahaan memilih untuk hengkang dan kembali menggunakan aplikasi jadul yang mereka rasa lebih mudah dalam pengaplikasiannya," pernyataan Robin membuat Ivory terkulai lemas.

"Beb, are you okay?"

"Perusahaan papa akan terancam bangkrut kalo terus – terusan begini. Aku gak bisa membiarkan orang itu terus menerus menguasai dan menjatuhkan apa yang telah papa bangun dari nol," gumam Ivory.

"Perusahaan papa, maksudnya?"

"Lunatech adalah perusahaan yang papaku rintis dari nol, yang sekarang udah diambil alih secara paksa oleh bajingan itu. Gak hanya menguasai, ternyata setelah berada di tangannya perusahaan papa mengalami banyak kemerosotan. Brengsek! Aku gak bisa biarkan ini terus terjadi. Aku gak rela kalo orang tersebut menghancurkan semuanya!"

"Jadi…Jadi ternyata Lunatech itu perusahaan papa kamu? Jadi kamu putrinya Tuan Enrique?"

"Memangnya kenapa?

"Beb, kenapa kamu baru cerita sekarang? Berarti aku udah melakukan hal yang fatal karna telah membawa kamu pergi dari rumah itu, seakan aku telah memaksa membawamu pergi dari mama kamu sendiri. Argh… Aku benar – benar bodoh."

"Kamu gak salah Rob, aku yang salah. Kumohon jangan pernah berpikiran untuk mengembalikanku ke sana lagi."

"Tapi Nyonya Moniq, maksudku mama kamu sendiri gimana? Apa kamu tega meninggalkannya sendirian bersama dengan keluarga parasit itu?"

"Aku yakin mama akan baik – baik aja bersama mereka Rob, sudah beberapa tahun mereka menikah dan kelihatannya mereka bahagia, bahkan mama sekarang begitu menyayangi putrinya daripada aku yang jelas – jelas putri kandungnya sendiri. Berjanjilah padaku, kalo kamu gak akan mengembalikanku lagi ke sana apapun alasannya. Please, aku gak sanggup untuk melihat parasit – parasit itu lagi."

"Ah…sial. Ini benar – benar gila. Kalo kamu dari awal cerita siapa orang tuamu, aku gak akan berani melakukan ini beb, kemarin itu kamu cuma cerita mengenai masalahmu tapi kenapa kamu gak menyebutkan kalo kamu adalah putri mereka? Aku bisa dituntut oleh mama kamu."

"Rob, kumohon…" ujar Ivory memelas dan memohon kepada Robin dengan perasaan kacau dan mata yang meratap dengan penuh kesedihan, membuat hati Robin terasa seperti teriris. Disatu sisi ia merasa sedih dan kasihan melihat gadis kecil itu harus menderita karena perlakuan ayah tirinya yang merupakan seorang psikopat, namun disatu sisi ia merasa bersalah terhadap mendiang Enrique dan juga Moniq yang memiliki pengaruh besar di masyarakat luas. Ia khawatir kalo Moniq akan menuntutnya nanti, namun semuanya sudah terlanjur terjadi. Ia tidak punya pilihan lain lagi selain menolong gadis itu terlebih dahulu. Mungkin setelah ini ia akan memikirkan cara lain agar tetap bisa menjaga keselamatan dan keamanan mereka agar ia tidak dituntut oleh pihak manapun dan gadis itu tetap aman bersamanya. Ia baru menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan terbesar dengan membawa pergi putri dari kedua orang yang begitu berpengaruh di sana. Tamatlah riwayatnya kali ini pikirnya.