Cerahnya cuaca siang itu menambah hangatnya suasana hati Moniq dan membuatnya merasa lebih lega lagi tatkala ia melihat Jade menyempatkan diri untuk mengantar putrinya tiba di rumah terlebih dahulu sebelum ke kampus. Sesampainya di rumah, Moniq berusaha mendekati putrinya kembali dan meluangkan sedikit waktu untuk menemani putrinya ketika di rumah hanya tersisa mereka berdua. Ia bersyukur karena setelah sekian lama akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk berkumpul kembali bersama dengan putrinya, seakan waktu yang berlalu telah begitu lama sejak terakhir kali ia berkumpul dan berbahagia bersama dengan suami dan putri tercintanya itu, namun karena keterbatasan keberanian dan kekuatan, ia harus tunduk pada peraturan yang dibuat oleh Nathan seakan menjadi budaknya demi kebaikan dan keselamatan putrinya. Jauh di dalam lubuk hatinya ia merasakan kepedihan yang teramat sangat tatkala setiap kali ia harus menjauhi putri kesayangannya dan terpaksa harus menyakiti hatinya berkali – kali. Ia begitu berharap bahwa suatu saat akan ada keajaiban yang mampu mempersatukan mereka kembali. Moniq segera menyediakan makan siang untuk putrinya seperti yang dilakukannya sedia kala sebelum keluarga mereka terpecah belah seperti yang terjadi saat ini. Bedanya, kini Ivory hanya makan dalam diam dan tidak banyak bicara lagi kepada ibunya. Kesunyian tersebut membuat suasana disekitar mereka terasa dingin, hingga akhirnya Moniq memulai pembicaraan untuk mencairkan suasana. Ia menanyakan Ivory mengenai kehidupan sekolahnya hingga keinginan dan harapannya setelah lulus nanti namun Ivory hanya menjawab seadanya seakan ia sedang begitu malas untuk membuka mulutnya. Terngiang kembali dalam benak Moniq mengenai perkataan putrinya semalam yang seakan telah menghukum dirinya karena tidak pernah mempedulikan maupun memperhatikannya lagi.
"Iv, mama minta maaf mungkin selama ini mama sering menyakitimu, tapi mama lakukan itu karena terpaksa, kamu gak mengerti keadaan yang sebenarnya bagaimana," ujar Moniq lirih.
"Keadaan yang sebenarnya gimana ma? Trus terpaksa atau memang mama inginnya seperti itu? Ngomong – ngomong aku udah siap makan, mau balik ke kamar dulu. Terima kasih untuk makan siang dari mama hari ini," ujar Ivory seraya meninggalkan Moniq sendirian di ruang makan namun Moniq menahannya.
"Tunggu Iv, ada hal yang harus kamu ketahui. Mama…" belum sempat menyelesaikan pembicaraannya, Catherine yang baru saja pulang diantar oleh Nathan tiba – tiba masuk dan berlari kecil serta memeluk dan mencium pipi Moniq dari belakang seraya bermanja ria.
"Mama...aku pulang…hari ini mama masak enak apa nih? Hmmm…keliatannya enak banget…aku makan yaa…eh…ada Ivory juga. Udah makan belum? Kalo belum ayo bareng sini," ujar Catherine bersikap manis di hadapan Moniq dan Ivory.
"Udah kenyang. Aku mau ke kamar dulu," ujar Ivory ketus.
"Dia itu kenapa sih ma? Selalu sinis samaku. Apa dia buat keributan dan ganggu mama lagi ya? Atau dia buat mama sedih lagi?" ujar Catherine seakan begitu peduli terhadap Moniq.
"Biarkan saja dia. Mungkin dia memang senangnya menyakiti dan menyusahkan orang lain," ujar Nathan menyindir.
Ivory yang terhenti langkahnya ketika mendengar perkataan Catherine dan Nathan tersebut membuat hatinya terasa begitu panas bagaikan api membara. Ia tidak menyangka bahwa kehidupan putri kecilnya harus berakhir begitu saja sejak kehadiran tiga parasit tersebut. Hubungan hangatnya dengan ibu kandungnya sendiri seakan berbalik dengan Catherine sekarang. Inilah salah satu penyebab ia tidak suka untuk berada di rumah seharian hingga rasanya membuat kepalanya begitu sakit bagaikan ditimpa oleh batu timbun yang berat. Merasa tidak tahan lagi melihat dan mendengar ocehan kedua orang tersebut, ia pun bergegas melanjutkan langkahnya untuk segera kembali ke kamar dan langsung mengunci dirinya lalu menutup telinganya dari suara – suara sumbang yang menurutnya hanya akan merusak gendang telinganya. Tiba – tiba dering ponselnya kembali berbunyi. Dilihatnya kembali nama kontak tersebut lalu ia pun menjawabnya. Ternyata Robin sudah sejak tadi menghubunginya pikirnya. Ia merasa lucu dengan sikap Robin yang langsung menyerangnya dengan berbagai pertanyaan yang bertubi – tubi setelah ia menjawab panggilan telepon tersebut. Ia merasa sedikit aneh dengan pria preman yang sebegitunya khawatir berlebihan akan seorang gadis ABG sepertinya.
"Sejak kapan preman sepertimu peduli sama anak ABG sepertiku ini?" tanya Ivory tergelak.
Robin yang mendengar pertanyaan Ivory yang sedang menertawainya terdiam seketika.
"Jangan bercanda. Aku serius sedang mengkhawatirkan keadaanmu. Apa kamu baik – baik aja? Pria itu, apa dia masih memaksamu? Biar aku hajar dia lagi. Lalu gimana sama kedua orang tuamu? Apa mereka juga masih memukulmu?" tanya Robin bertubi – tubi.
"Ya ampun, kamu ini memang bawel banget ya, aku beneran gak apa – apa. Aku aman hari ini, hanya tadi Jade memang sedikit memaksaku untuk pulang bersamanya hari ini, aku minta maaf, pasti kamu nunggu lama tadi ya? Maaf karna gak sempat jawab telepon darimu," ujar Ivory.
"Malam ini aku akan ke sana," ujar Robin tegas lalu segera memutuskan sambungan.
"Apa? Jangan nekad kamu…Hei…" belum sempat Ivory menyelesaikan perkataannya, ternyata panggilan tersebut sudah diakhiri oleh Robin. Merasa kesal karena perkataannya diabaikan, Ivory segera menghubunginya kembali namun panggilan tersebut sudah tidak direspon oleh Robin. Entah karena pria tersebut memang sedang sibuk atau sengaja tidak mau meresponnya, bahkan chat yang dikirimnya sekalipun tidak direspon lagi oleh Robin hingga membuat Ivory merasa begitu khawatir dan tidak tenang seharian. Bagaimana jika nantinya seluruh penghuni rumah lainnya mengetahui akan hal tersebut pikirnya.
Ternyata Robin benar – benar memiliki sifat yang tegas. Ia benar – benar tidak pernah menjanjikan hal yang muluk – muluk dan selalu menepati janjinya, bahkan ia cenderung langsung mengambil tindakan terhadap segala hal tanpa berpikir panjang tanpa pernah mau menjanjikannya terlebih dahulu. Malam itu benar saja Robin sudah mengunjungi rumah gadis itu. Ia sengaja memarkirkan motor besar Moge nya sedikit jauh dari rumah megah yang terlihat bagaikan istana di hadapannya, lalu segera ia memanjat tiang yang berdiri kokoh di sebelah samping rumah tersebut bagaikan seorang ahli pemanjat tebing agar ia bisa menapaki pijakan yang terhubung antara balkon kamar dan tiang tersebut. Sesampainya di atas ia langsung menemukan dua balkon yang bersebelahan namun balkon yang terlebih dahulu dicapainya masih terlihat gelap yang berarti bahwa penghuni kamar tersebut sedang tidak berada di tempat. Ia segera menuju ke balkon kamar yang terang dengan tirai kamar yang begitu feminim, menunjukkan bahwa kamar tersebut pastilah milik gadis itu, pikir Robin seakan bisa menebaknya. Ia mencoba mengirimkan pesan singkat kepada Ivory untuk mengabari gadis itu bahwa ia kini sudah berada di depan kamarnya hingga membuat gadis itu begitu terperanjat dan sesuai dugaannya bahwa pasti gadis tersebut akan langsung berlari membuka pintu balkon agar tidak ketahuan oleh penghuni lainnya. Karena berlari dalam keadaan terburu – buru, Ivory tidak sengaja tersandung alas pintu hingga membuatnya terjatuh tepat dalam pelukan pria yang sudah berdiri di hadapannya ketika ia membuka pintu balkon tersebut. Robin yang sedang berdiri di hadapannya langsung saja refleks menangkap tubuh gadis kecil itu seraya tertawa kecil melihat tingkah gadis itu.
"See? Siapa sekarang yang suka peluk duluan ya?" ujar Robin lucu membuat Ivory yang segera sadar bahwa ia telah menimpa tubuh pria tersebut lalu segera berusaha menjauh, namun tangan Robin masih tetap memeluknya erat dan tidak mengizinkan tubuh kecil tersebut untuk lepas.
"Kamu gila ya? Lepasin gak? Nanti kalo ketauan yang lain gimana?" ujar Ivory tegas.
"Sebentar sayang, aku masih kangen sama aroma parfum kamu," ujar Robin santai untuk sekedar mencium aroma tubuh gadis itu sejenak. Ia memiringkan kepalanya seakan ia ingin mengambil sesuatu yang dilihatnya di bahu gadis itu, namun Ivory sudah merasa risih dan takut kalau ia akan dipergoki oleh salah satu penghuni rumah tersebut, ia lantas segera berusaha melepaskan dirinya, namun Catherine yang kebetulan sedang berada di halaman bawah untuk menghirup udara segar karena kamarnya tidak memiliki balkon seperti Ivory sudah terlebih dahulu memergoki mereka ketika ia tanpa sengaja menengadahkan kepalanya ke atas. Posisi Ivory yang sekilas terlihat oleh Catherine seakan seperti sedang berpagutan dengan seorang pria. Samar – samar ketika ia melihat kembali sosok pria tersebut membuatnya langsung terperanjat karena sosok yang dilihatnya itu ternyata bukanlah sosok Jade, melainkan sosok orang pria yang penampilannya terlihat sedikit seperti preman atau mafia. Siapa pria yang sedang bersama Ivory itu pikirnya. Ia kemudian berteriak memanggil Nathan dan Moniq setelah memergoki pemandangan yang tidak biasanya tersebut, membuat Ivory dan Robin begitu kaget, lalu pria tersebut segera melompat turun untuk membekap mulut gadis yang sedang berteriak itu bagaikan seorang mata – mata yang tengah membekap sanderanya.
"Diam kalo gak mau kupatahkan tulang lehermu! Berani kamu berteriak sekali lagi, habis kamu di tanganku!" ujar Robin sudah mengunci kedua tangan Catherine di belakang punggungnya seraya menutup mulut gadis itu sekencang – kencangnya. Ia memberikan sinyal kedipan mata kepada Ivory untuk segera turun ke tempat tersebut.
Setelah mendapat sinyal tersebut, Ivory segera turun untuk menemui Robin.
"Rob, kamu udah gila ya? Lepasin dia," bisik Ivory, namun Catherine yang sedang dibekap seakan sedang meneriakkan sesuatu kepada Ivory, seperti sedang meminta pertolongan Ivory untuk menyuruh Robin melepaskannya.
"Iv, kamu yang gila, apa jadinya kalo aku lepasin dia. Pasti dia akan langsung mengadukan kamu ke orang tuamu. Sekarang aku mau kamu menuruti aku. Bukannya kamu begitu dendam sama dia? Ini kesempatan kamu Iv, tampar atau pukul dia sekarang juga. Kasih dia pelajaran seperti yang kamu harapkan selama ini. Jangan buang waktumu lagi," ujar Robin.
"Tapi…"
"Gak ada tapi – tapian Iv, sekarang! Belajar untuk keras seperti yang udah kuajarkan kemarin, kalo kamu ingin dendammu terbalaskan dan kamu ingin menggeluti dunia kerja yang sama denganku nanti, sekarang saatnya Iv, lepaskan amarahmu. Jangan kamu pendam lagi! Bertahun – tahun lamanya kamu udah menunggu kesempatan ini. Ayo lakukan sekarang! Jangan takut! Apapun yang akan terjadi malam ini, aku udah memikirkannya. Selama ada aku, kamu aman."
Ultimatum yang diberikan oleh Robin membuat seluruh kenangan buruk yang terekam dalam benak Ivory kembali berputar dengan jelas hingga membuat hatinya kembali perih dan tersayat, hingga akhirnya tanpa disadarinya ia telah mengamuk sejadi – jadinya dan mengangkat tangannya untuk menampar dan memukul Catherine dengan tangannya sendiri.
"Ini hukuman karena kamu udah ngerebut mamaku, dan ini hukuman karena kamu udah bersekongkol dengan ayahmu untuk menghancurkan keluargaku, dan ini hukuman karena kamu dan ayahmu itu udah merebut semuanya dariku. Dasar parasit! Kamu pikir aku gak tau kamu berencana untuk merebut hati mama agar mamaku semakin membenciku? Bisa – bisanya kamu memfitnah aku di depan mamaku. Brengsek kamu! Kurang ajar!"
Ivory yang seakan kerasukan setan terus menerus menampar dan memukul wajah dan kepala Catherine yang sedang ditahan oleh Robin. Ketika ia melihat sebuah kayu di dekatnya, ia langsung mengambil kayu tersebut dan ketika ia telah melayangkan kayu tersebut dan hampir mengenai Catherine tiba – tiba Nathan dan Moniq sudah keluar dan memergoki aksi tersebut karena ternyata sedari tadi mereka telah sempat mendengarkan suara keributan. Catherine segera berlari berlindung kepada Moniq dan meninggalkan Ivory bersama Robin. Moniq yang terlihat begitu khawatir akan keadaan Catherine membuat Ivory yang melihatnya menjadi semakin panas membara. Banjir yang membasahi pelupuk matanya tidak mampu lagi dibendungnya, bahkan dalam keadaan genting seperti ini Ivory seakan sudah tidak ada artinya lagi dihadapan ibunya.
"Ivory! Apa – apaan kamu? Apa yang telah kamu lakukan terhadap Catherine? Berani – beraninya kamu, mau cari mati kamu rupanya hah? Sini kamu!" Nathan mengamuk dan tidak senang melihat Ivory yang ternyata sudah sedari tadi memukul putrinya merebut kayu yang dipegang oleh Ivory dan hendak melayangkannya ke tubuh gadis itu namun Robin menahan dan mendorong kuat tubuh Nathan.
"Jangan pernah coba – coba menyentuh dia sedikitpun tua bangka. Beraninya kamu cuma sama perempuan kecil yang lemah. Lawanmu sekarang adalah aku. Selama bertahun – tahun kamu menindas gadis kecil yang tidak bersalah ini. Belum puas kamu merebut harta ayahnya, kamu rebut juga ibunya, belum puas juga kamu rebut ibunya sekarang kamu mau rebut nyawanya juga? Dasar psikopat! Pecundang sepertimu pantasnya mati."
"Hei anak muda, siapa yang menyuruhmu ke sini? Kamu pikir kamu siapa berani menantangku seperti itu? Lagipula tau apa kamu tentang keluarga kami? Pergi dari sini sekarang juga atau aku akan…"
"Akan apa tua bangka? Kamu kira aku takut sama pecundang sepertimu?" ujar Robin dengan tatapan sinisnya.
"Kamu udah cerita apa aja sama preman gila seperti dia hah? Dasar anak tak tau diuntung kamu! Sekarang juga kamu masuk ke dalam dan tunggu giliranmu! Masuk…!"
"Dan kamu berpikir gadis kecil ini masih mau masuk ke dalam rumah? Malam ini juga aku akan membawanya pergi dari neraka jahanam ini brengsek!"
"Apa kamu bilang…? Kurang ajar! Moniq, cepat bawa dia masuk, tunggu apa lagi?"
Jade yang baru saja pulang kembali menemukan keributan dari halaman samping rumahnya lalu segera menemukan sumber suara tersebut.
"Ada keributan apa lagi ini? Ivy, kenapa pria ini ada di sini lagi? Ma, ini kenapa lagi? Lalu ini Catherine kenapa ma?"
Moniq yang dalam keadaan shock dan cemas setelah mendengarkan perkataan Robin yang akan membawanya putrinya pergi merasa tidak mampu menjelaskan apapun lagi dan hanya bisa menangis masih sambil memeluk Catherine yang terlihat begitu ketakutan dan depresi.
"Kamu juga apa – apaan lagi ini? Udah berapa kali kukatakan padamu untuk menjauhi Ivory dan jangan pernah menyentuhnya dengan tangan kotormu?"
"Hei anak durhaka. Kamu tanyakan saja sama preman ini? Ngapain malam – malam dia ke sini kalo bukan atas permintaan adik tiri kamu ini. Dia bahkan berani mengancam papa kamu sendiri dan mau membawa pergi Ivory dari sini. Kamu itu sebagai anak harusnya berterima kasih dan bersyukur karena ada seorang kepala keluarga sepertiku yang masih bisa melindungi keluarga ini tanpa harus menunggu cowok lemah sepertimu untuk membela keluarga ini."
"Benarkah itu Iv? Pria ini mau bawa kamu pergi dari sini? Aku gak akan mengizinkan kamu pergi Iv, jangan gila kamu! Kamu itu masih tanggung jawab aku, tanggung jawab kita semua. Sini, ikut aku, menjauhlah dari preman gila yang akan menghancurkan masa depanmu ini. Aku janji aku akan mengembalikan semua kebahagiaanmu seperti sedia kala, tapi untuk saat ini beri aku sedikit waktu lagi, aku akan membawamu ke manapun kamu mau pergi sesuai permintaanmu dulu, asalkan gak bersama dia."
"Jade! Ngomong apa kamu barusan? Apa maksudmu? Bukannya bela orang tua sendiri malah kamu sekarang juga mau ikut – ikutan dia?"
"Cukup! Hentikan semua keributan ini! Ayo Rob, kita pergi dari sini."
"Ivy! Kamu udah gila ya? Ini udah malam, kamu pikir kamu mau ke mana bersama dengan preman seperti dia? Mama gak akan mengizinkanmu untuk pergi."
"Mama benar Iv! Mau jadi apa kamu kalo ikut dia pergi? Kamu pikir kamu bisa menggantungkan hidupmu dengan preman seperti dia?"
"Lalu apa bedanya dengan aku ada di sini? Sejak kalian bertiga muncul dalam keluargaku, kehidupanku udah hancur sejak saat itu. Apa aku masih bisa menggantungkan hidupku pada keluarga utuhku yang udah kalian hancurkan? Setelah papaku dibunuh dan hartanya dikuasai oleh orang ini, kamu bahkan udah mengetahuinya tapi kamu bisa – bisanya menyimpan rahasia itu sendiri. Bahkan mama yang begitu kusayangi dulu sekarang berubah dan lebih menyayangi kalian semua daripada putrinya sendiri. Kalian pikir kalian itu lebih baik dari Robin yang kalian sebut sebagai preman ini? Jadi kebahagiaan seperti apa lagi yang akan kamu janjikan kali ini padaku? Justru kalian-lah pecundang sejati yang bisanya cuma mengumbar janji dan kebohongan belaka. Aku begitu muak lihat kalian semua. Maafkan aku ma, tapi aku harus pergi. Jaga diri mama baik - baik setelah aku pergi," ujar Ivory seraya pergi meninggalkan seluruh anggota keluarga tersebut bersama dengan Robin.