Setelah mengantarkan Romi dan Malvin sampai ke mobil, lalu memastikan kedua pria itu meninggalkan klub dengan aman, barulah Liam melangkah menuju mobilnya.
Ia memilih untuk segera pulang ke apartemennya saja. Apalagi yang akan Ia lakukan di tempat ini? Mengingat saat ini malam bahkan sudah berganti pagi.
Liam membuka pintu mobilnya sambil mengedarkan pandangannya beberapa saat, kemudian Ia langsung masuk dan duduk nyaman di kursi kemudi disana.
Pria itu menarik stibels lalu mulai memasangnya. Setelah itu, Liam mulai menyalakan mobilnya hendak meninggalkan klub.
Namun pandangannya tak sengaja menangkap bayangan seorang gadis yang sedang melangkah keluar dari area klub sendirian.
Gadis itu terlihat sibuk menatap kearah sekitar, lalu kembali melangkah semakin jauh dari mobil Liam.
'Bukannya itu gadis yang…'
'Hahh! Apa urusannya denganku?!'
Sejenak, Liam sibuk membatin saat melihat sekilas wajah gadis itu. Namun Ia segera menepis rasa pedulinya.
Liam yakin jika wanita yang bekerja di tempat seperti ini, pasti sudah terbiasa pulang sendirian di jam pagi seperti sekarang.
Selang beberapa saat, Liam mulai melajukan mobilnya pelan, Ia keluar meninggalkan area klub tersebut masih dengan lajuan mobil yang sangat pelan.
Dalam fokusnya yang sedang menyetir, Liam tampak seperti memikirkan sesuatu. Keningnya mulai berkerut dengan mobil miliknya yang kini kembali berputar arah.
Liam tidak mengerti dengan perasaannya. Ia mendadak khawatir akan satu hal yang seharusnya bukan menjadi urusannya.
Menit berlalu, Liam menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan. Sejenak, pria itu menatap awas kearah sekitar. Kemudian, Liam mulai beranjak keluar dari mobilnya.
Ia menutup pelan pintu mobilnya. Disana suasana begitu sunyi. Liam melempar pandangannya ke sebuah gang kecil, Ia kembali melangkahkan kaki.
"Tolooonggg,."
Deg!
Refleks, Liam menghentikan langkah kakinya saat mendengar suara pilu seseorang. Tak berselang lama, Ia kembali melangkah dan berbelok ke arah kiri.
Ia memasuki gang sempit tersebut dan pendengarannya pun semakin jelas akan suara beberapa orang.
"Tolongg jangan sentuh aku,.!" Gadis itu memohon.
Plaaakkk
"Aku bilang diam, sialan!" Bentak seorang pria setelah mendaratkan satu tamparan kuat untuk gadis tersebut.
"Ayo cepat, aku sudah tidak sabar ingin merasakannya,."
Sreekkkkkk
Kain itu terkoyak begitu saja sehingga membuat si pemilik kain menangis semakin pilu. Kini tubuh mungilnya menjadi polos sehingga dia bisa merasakan dinginnya angin yang menyapa kulit mulusnya.
Pria itu kembali mengulurkan tangannya hendak menarik paksa bra miliknya, namun gagal karena seseorang menghantam kuat tengkuknya.
Buuggghhhh
"Aaarghhh,."
"Hey sialannn! Siapa kau, huh,.!" Bentak salah satu pria itu setelah melihat temannya jatuh dan tidak sadarkan diri.
"Aku malaikat mautmu,."
Buughhh
Buughhh
Setelah memberikan dua pukulan kuatnya, Liam kembali menarik sesuatu di balik punggungnya lalu menancapkannya begitu saja pada perut pria itu.
"Aaaarrghhhhhhh,." Pria itu merintih dengan surah beratnya. Sementara pria yang satunya sudah tidak sadarkan diri.
Pria yang kini sedang meregang nyawa, Ia menatap wajah Liam, tubuhnya bergetar menahan sakit pada perut yang saat ini sedang dikoyak oleh sebuah belati.
"Jangan menatapku seperti itu. Aku sudah biasa melakukannya, bung,." Ujar Liam serak.
Setelahnya, Ia melepas pria itu yang saat ini terlihat seperti sudah tidak bernyawa. Liam beralih pada pria yang satunya, Ia membalik tubuh pria itu menjadi terlentang.
Kemudian, Liam membenarkan posisi tangan pria itu. Liam meletakkan belati miliknya ditangan pria itu lalu Ia mengalihkan pandangannya pada gadis yang saat ini sedang menatapnya penuh ketakutan.
Liam melangkah mendekat, sedangkan gadis itu beringsut mundur dengan pelan. Kepalanya menggeleng kuat dengan tangis pilunya.
"To-long jangan bu-nuh aku,." Pinta Cherry memohon.
"Dasar bodoh! Aku sedang membantumu! Apa kau buta, huh!" Bentak Liam kesal.
Setelahnya Ia langsung membawa Cherry ke dalam gendongannya tanpa melepas sarung tangannya. Liam melangkah tanpa memperdulikan tubuh polos gadis itu.
Yah… gadis itu adalah Cherry. Dia yang hendak pulang malah dengan sialnya Ia dicegat oleh preman yang hendak melecehkannya.
Kejadian seperti ini adalah yang pertama kalinya untuk Cherry. Meski gadis itu sudah cukup lama bekerja di klub, Cherry tidak pernah mendapat kejadian semacam ini. Itu semua karena Mita yang selalu mengantarnya terlebih dahulu.
Dalam langkah lebar Liam, Cherry terus menatap lekat wajah itu. Cherry seakan sedang berusaha mengingat sesuatu.
'Sepertinya aku pernah melihat wajah ini. Tapi dimana?' Batin Cherry.
Gadis itu merasa seperti pernah melihat Liam. Namun dia tidak mampu untuk mengingat dengan baik. Padahal baru beberapa jam yang lalu Cherry tidak sengaja menabrak Liam di depan toilet klub.
Namun gadis itu sudah melupakannya. Entah, apa mungkin itu karena efek dirinya yang semakin pusing dan juga syok akan kejadian beberapa saat lalu sehingga membuat Cherry sulit mengingatnya kembali.
Menit berlalu, Cherry mendadak semakin pusing dengan perutnya yang terasa mual. Gadis itu menatap wajah datar Liam dengan pandangannya yang mulai samar.
Ktek!
Liam membuka pintu mobilnya, Ia mendudukan Cherry dikursi penumpang. Sedangkan gadis itu sudah memejamkan matanya dan Liam menebak jika Cherry pasti pingsan.
Tak ingin berlama-lama di lokasi tersebut, Liam segera melangkah masuk dan lekas melajukan mobilnya setelah Ia menutupi tubuh Cherry dengan jaket miliknya.…
Tiga puluh menit berlalu, kini Liam telah sampai di apartemen. Pria itu menggendong Cherry dengan mudah, membawa masuk kedalam huniannya.
Karena Liam yang tidak mengenal Cherry apalagi tahu mengenai alamat gadis itu, akhirnya Liam memilih untuk membawa Cherry ke apartemennya saja.
Dia juga tidak ingin mengambil resiko dengan mencari tahu alamat Cherry, lalu mengantar gadis itu pulang dalam keadaan pingsan seperti ini.
Ddrrttt… ddrrttt… ddrrttt
Ddrrttt… ddrrttt… ddrrttt
Mita is calling,...
Dengan perlahan, Liam membaringkan tubuh Cherry diatas ranjang miliknya. Sementara deringan ponsel milik gadis itu terdengar begitu nyaring.
Sejenak, Liam berdecak kesal karena suara itu terlalu berisik menurutnya. Setelah memastikan jika Cherry sudah berbaring dengan nyaman, Liam lekas menarik tas kecil milik Cherry
Mengeluarkan ponsel milik gadis itu. Liam menatap sejenak nampak berpikir. Kemudian, Ia mulai menggeser tombol berwarna hijau disana sehingga membuat panggilan kini terhubung.
"Hallo, Cherry?! Kenapa lama sekali menjawabnya. Aku mengkhawatirkanmu, kau baik-baik saja kan,.?" Tanya Mita diseberang sana. Sejenak, Liam menghela nafas. Suara Mita terdengar berisik di telinganya.
"Temanmu hampir dipekosa dan aku yang sudah menolongnya. Sebaiknya kau menghubunginya besok saja karena saat ini dia masih pingsan,."
Tuuttt… tuuttt… tuuttt
Liam memutuskan panggilan tersebut secara sepihak lalu Ia mematikan ponsel Cherry. Karena Liam yakin jika gadis itu akan kembali menghubungi nya.
"Haahhh! Apa semua gadis-gadis seperti mereka selalu berisik?!" Gumam Liam kesal.
…
"Sudah bangun?"
Deg!
***