~Rafael~
Hari ini sesuai rencana kami akan pergi ke Theme Park untuk merayakan tahun baru sekaligus mendekatkan Alex dengan Kyla. Aku tidak tahu apa rencana ini akan berhasil untuk mereka tapi entah mengapa Drea sangat yakin rencananya akan berhasil.
Saat ini kami sedang mengantri di pintu gerbang untuk masuk ke dalam taman bermain. Banyak sekali pengunjung hari ini, sehingga mau tidak mau kami harus terus bersama jika tidak ingin terpisah.
Setelah memasuki gerbang aku dapat melihat Andrea yang begitu bersemangat untuk menaiki semua permainan bahkan mungkin dia sampai lupa tujuannya untuk datang kemari.
Aku menyukai saat matanya berbinar akibat dirinya yang begitu bersemangat. Dia memandangi semua permainan dengan pandangan kagum. Aku terkekeh pelan melihat reaksinya yang begitu mempesona.
"Raf! Raf, lihat itu keren!" Serunya sambil menunjuk ke arah rolercoster. Aku hanya tertawa pelan melihatnya. Dia benar-benar terlihat seperti anak-anak.
"Ya ampun Dre! Seperti belum pernah pergi ke taman hiburan saja." Celetuk Alex. Aku pun menatapnya garang karena memberikan komentar menyebalkan seperti itu.
"Aku memang sudah lama tidak ke taman hiburan. Terakhir aku kemari saat aku masih berada di TK dan aku sama sekali tidak dapat menaiki wahana seru ini." Serunya. Sekarang aku menegerti kenapa dia begitu bersemangat sekali.
"Pantas saja. Kamu lucu banget sih Drea.." Seru Kyla sambil mencubit kedua pipinya. Dia sepertinya tidak mempedulikan Kyla dan menarik tangannya menuju wahana rolercoster. Kami pun segera menyusul mereka yang sudah berlari terlebih dahulu mengantri untuk menaiki rolercoster.
"Kamu yakin mau naik ini?" Tanyaku kepada Aldo. Aldo memiliki phobia ketinggian. Kadang aku merasa lucu melihat orang sesempurna dia takut kepada ketinggian.
"Tapi nanti gak enak sama Dreanya.." Lagi-lagi Aldo memikirkan perasaan orang lain.
"Ya elah Do! Gak usah peduliin mereka. Nanti kalau kamu pingsan di atas kan gak lucu." Seru Alex.
"Ta..Tapi." Serunya menolak.
"Mereka pasti ngerti lah.. Mau aku ceritain kelemahanmu ke mereka sekarang?" Ancamku kepadanya.
"Iya-iya...." Serunya menyerah dan segera keluar dari antrian.
"Yo jangan mainan hp terus!" Komentar Alex. Aku pun baru menyadari kehadirannya setelah Alex berkata begitu. Sedari tadi dirinya memainkan handphone dan tidak memperhatikan kami sama sekali.
"Ntar Lex lagi urgent. Sira mau datang sekarang." Serunya sambil tetap memandang layar handphonenya.
"Sira? Datang ke sini?" Tanyaku bingung.
"Iya dia mau nyusul kita." Serunya. Tiba-tiba saja telphonenya berdering.
"Halo. Kamu udah nyampe? Ada dimana? Aku nyusul ke sana sekarang ya.." Serunya di telphone.
"Guys aku pergi kencan dulu ya. Bilangin ke cewek-cewek sorry gak bisa nemenin mereka." Serunya sambil berlari tanpa mempedulikan komentar kami. Sekarang tinggal aku dan Alex berdua di sini. Cewek-cewek sudah berada di rolercoster sekarang. Kami terpisah akibat antrian kami yang berbeda.
Saat giliran kami naik aku dapat melihat Drea dan Kyla yang baru saja turun. Drea tertawa bahagia. Sepertinya dia benar-benar menikmati permainan ini. Saat dia melihatku dia melambaikan tangannya dan segera menghampiriku.
"Rafa.. Seru banget! Selamat bersenang-senang ya!" Serunya sambil turun sambil mengapit tangan Kyla.
Sekarang giliran kami yang naik. Awalnya aku berharap bahwa dia yang berada di sebelahku tapi kenapa berakhir dengan Alex yang duduk di sebelahku. Aku pun menatap Alex dengan malas sementara dia hanya mengedikkan bahunya kepadaku. Kami mengambil kursi yang paling depan. Kata Alex supaya lebih menengangkan.
Rolercoster pun mulai bergerak. Awalnya bergerak sangat lambat tapi setelah melihat ada turunan yang curam gerakannya pun bertambah cepat. Aku pun mulai merasa takut. Saat turun ke bawah aku dapat merasakan nafasku tercekat akibat grafitasi dan kecepatan rolercoster yang sangat cepat. Walaupun aku sudah sering menaiki rolercoster seperti ini tapi tetap saja aku sangat menikmatinya dan tidak akan pernah bosan.
Aku pun melepaskan teriakanku sekencang mungkin dan merasakan angin yang masuk melalui mulutku dan itu sangat menyenangkan. Setelah dua kali memutari track akhirnya roler coster ini berhenti juga. Aku tertawa bahagia sementara Alex ketakutan di sebelahku. Aku tertawa melihat mukanya yang pucat dan sangat mirip seperti mayat hidup. Dia yang pertama kali menyaranku untuk duduk di depan tetapi malah dirinya yang ketakutan.
Aku menggerak-gerakkan tanganku tepat di depan matanya tapi dia sama sekali tidak berkedip. Sepertinya dia sangat-sangat ketakutan. Aku harus menceritakan ini kepada yang lain agar dirinya nanti dapat dipermalukan.
"Lex!! Woy Lex!" Seruku untuk menyadarkannya dan akhirnya dia melihatku dengan pandangan kosong dan juga bingung.
"Kamu takut naik ini?! Dasar payah!" Seruku mengolok-ngolok dirinya. Dia hanya menatapku garang dan keluar dari arena permainan sambil berjalan sempoyongan. Aku mengikutinya dari belakang sambil menertawainya.
"Gimana tadi? Serukan!" Seru Drea bersemangat sementara Kyla menatap Alex dengan tatapan bingung. Dia pun bertanya kepadaku dengan menggerakan matanya secara diam-diam.
"Ckckck! Alex tadi ketakutan banget sampai mau ngompol di celana!" Seruku sambil tertawa terbahak-bahak. Sementara para gadis melihatku dan Alex secara bergantian.
"Beneran! Pas turun mukanya putih banget kaya mayat! Padahal tadi dia yang nyuruh aku untuk duduk di depan!" Ejekku diiringi dengan tawaku, Kyla dan Drea. Sementara dirinya menatapku dengan garang.
"Ya ampun Lex masa kalah sama Drea yang baru pertama kali naik!" Ejek Kyla.
"Aku gak takut cuman kaget karena udah lama gak naik! Terserah kalian ah!" Serunya kesal sambil berjalan pergi meninggalkan kami.
"Jangan ngambek Lex! Aku cuman bercanda." Seru Kyla sambil mengejar Alex dari belakang. Aku dan Andrea saling bertatapan bingung sambil tersenyum melihat kedekatan mereka.
"Rencana kita jadikan?" Bisikku kepada Drea.
"Tentu saja! Kalau tidak percuma kita datang kemari." Serunya sambil tersenyum.
"Kita berpisah sekarang." Lanjutnya lagi sambil menarik tanganku menjauhi Alex dan juga Kyla.
Aku pun mengambil handphoneku dan menchat Alex untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk menembak Kyla nanti. Dia sudah mempersiapkannya untuk menembak di bianglala dan akan memberikannya sebuah kalung peninggalan ibunya. Dia juga sudah membuat sebuah lagu untuk Kyla belakangan ini dan akan memperdengarkannya melalui handphonenya. Anak itu walaupun cuek dia tetap saja romantis.
"Rafa permainan yang bagus apa ya?" Tanyanya sambil tetap menggenggam tanganku sambil melihat-lihat ke sekelilingnya.
"Bagaimana dengan kora-kora?" Saranku.
"Hmmm.. Namanya lucu." Serunya dan membiarkan diriku untuk menuntun dirinya untuk menuju tempat tersebut.
"Ngomong-ngomong Raf. Aldo dan Tio kemana?" Tanyanya sambil tetap berjalan di sebelahku. Aku harus mengimbangi langkah kecilnya karena kakiku yang panjang ini.
"Aldo entahlah aku tidak tahu dia dimana. Aku akan menchat dia nanti setelah kita menaiki kora-kora. Kalau Tio dia ada kencan dengan Sira. Sira menyusul ke sini." Tuturku.
"Sira siapa?" Tanyanya bingung. Dia benar-benar payah dalam menghapal nama orang.
"Sira itu gadis yang ditemui Tio saat pesta Alex waktu itu. Aku juga tidak menyangka hubungannya akan seserius dan selama ini." Seruku.
"Semoga saja hubungan mereka akan terus baik dan tidak akan putus." Tuturnya sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar melihat orang-orang yang berlalu lalang. Aku tersenyum kecil melihat hobinya memandangi orang-orang seperti itu.
"Sepertinya kau senang sekali memperhatikan orang-orang seperti itu." Seruku sambil melihatnya dengan tatapan terpesona. Dia melihat ke arahku dengan senyum manisnya.
"Entahlah... Aku juga tidak tahu kenapa, tapi aku sangat senang mengamati orang-orang seperti itu. Kau akan menemukan perbedaan-perbedaan dan aku merasa bahwa aku mengerti orang tersebut dari tingkah laku mereka." Serunya sambil mengalihkan pandangannya ke sekitar lagi.
"Kalau seperti itu sehabis ini mau naik bianglala? Di sana kau akan melihat seluruh kota ini. Lagian sebentar lagi sunset, jadi pemandangan di sana akan sangat indah." Saranku. Dia pun berbalik ke arahku dengan mata berbinarnya lagi. Dia pun menganggukan kepalanya dengan cepat berulang kali.
"Mau!!! Mau!!" Serunya bersemangat. Aku pun tertawa kecil melihat dirinya yang bersemangat seperti itu.
Kami pun meneruskan perjalanan sambil tetap menggenggam tangan satu sama lain. Aku tersenyum sambil melihat tangan kita yang berpautan seperti ini. Entah dirinya sadar atau tidak kalau tangan kita berpegangan seperti ini, tapi aku berharap dirinya tidak menyadarinya karena aku masih ingin menggenggam tangannya lebih lama lagi.
"Ini yang namanya kora-kora?!" Seru Drea dengan mata berbinarnya sambil menatap kora-kora dengan tatapan takjubnya.
"Kau mau menaikinya?" Tanyaku memastikan. Dia menganggukan kepalanya sambil tetap menatap kora-kora dengan takjub.
Setelah puas memperhatikan kora-kora itu dia langsung menarik tanganku untuk masuk ke dalam antrian. Aku tak akan pernah lelah melihat tiap reaksi yang dia tunjukan saat berada di sini. Aku akan membawanya kemari lagi lain kali. Namun hanya kita berdua.
Setelah menunggu cukup lama akhirnya giliran aku dan Drea untuk menikmati permainan ini. Drea memilih tempat paling belakang, dia benar-benar tidak tahu bahwa di belakang adalah tempat yang menyeramkan. Semoga saja dia dapat bertahan dan tidak muntah nanti, tapi mengingat dia begitu senang menaiki rolercoster aku tahu dirinya akan bertahan.
Kora-kora pun mulai berayun semakin kencang membuat dirinya tertawa karena merasakan angin kencang yang berhembus di wajahnya. Aku memperhatikannya sambil tersenyum. Dia memejamkan matanya dan mengangkat tangannya merasakan angin yang berhembus kencang. Dia benar-benar menikmati semua ini.
"That was so fun!" Serunya sambil berteriak senang.
"Aku yakin bianglala tidak akan kalah dengan ini. Kau pasti akan sangat menyukainya. So do you want to go princess?" Tanyaku sambil membungkukan badan dan menawarkan tanganku kepadanya. Dia tertawa melihat tingkah lakuku yang terlihat seperti seorang pangeran dalam film Disney.
"Take me there my prince." Balasnya sambil menundukan tubuhnya dan menaruh tangannya di tanganku. Kami pun tertawa atas candaan yang kuberikan.
Dia pun melepaskan tangannya dari genggaman tanganku dan berlari mendahuluiku. Aku pun mengejarnya dan mengambil tangannya ke dalam genggamanku tanpa aku sadari. Seakan-akan tubuhku bergerak sendiri tanpa persetujuan dari otakku. Aku pikir dia akan melepaskan pegangan tanganku namun malah sebaliknya dia menarik-narik tanganku menyuruhku semakin cepat berjalan.
Sesampainya di sana kami langsung menaiki bianglala karena antrian cukup sepi saat ini. Begitu sampai di sana Drea langsung melihat ke arah kaca jendela sementara aku duduk di salah satu kursi. Bianglala mulai bergerak dan Andrea pun terjatuh ke arahku.
"You should take a seat princess." Godaku lagi kepadanya.
"Never! Aku tidak mau melewatkan pemandangan indah ini." Serunya sambil melepaskan diri dari pelukanku dan kembali berdiri di depan kaca jendela. Anak ini memang keras kepala.
"Kalau jatuh aku tidak mau membantu lagi." Ancamku.
"Tidak akan jatuh!" Serunya yakin.
"Baiklah terserah kau saja!" Seruku menyerah. Dia tersenyum dengan penuh kemenangan karena aku telah membiarkan dirinya melihat dari samping jendela.
Sementara dia memandangi pemandangan di luar, aku menikmati pemandangan indah untuk diriku sendiri saat ini. Cahaya matahari sore yang menimpa wajah dan rambutnya membuatnya terlihat semakin cantik. Dia tersenyum mengagumi pemandangan dari atas sini.
"Rafa lihat, aku bisa melihat Alex dan Kyla sedang makan bersama di tempat makan!" Serunya sambil menarikku untuk berdiri di sebelahnya. Aku melihat ke arah yang dia tunjuk dan benar saja Alex dan Kyla sedang duduk di salah satu tempat makan. Mereka terlihat lebih dekat sekarang, kuduga pasti Alex sudah menyatakan perasaannya kepada Kyla sekarang.
"Sepertinya rencanamu berhasil Dre." Seruku sambil meletakan tanganku di pundaknya secara spontan. Dia pun melihat ke arahku sambil tersenyum bangga dan mengangkat tangannya ke padaku. Aku pun menaikan salah satu alisku mempertanyakan apa yang sedang dia lakukan.
"Hifive!" Serunya sambil tertawa. Aku bertosan dengannya dan dia tersenyum puas kepadaku. Aku kembali duduk dan dia mengikutiku duduk di seberangku sambil tetap menatap jendela.
Setelah menaiki bianglala kami memutuskan untuk mencari makanan sekalian menemui Alex dan Kyla untuk menanyakan perkembangan mereka. Namun sayangnya saat kita ke sana mereka sudah tidak ada di sana. Sepertinya mereka sudah pergi saat kami baru saja turun dari bianglala karena jarak dari bianglala ke tempat makan cukup jauh.
"Sebaiknya kita makan saja. Aku yakin mereka sedang menikmati kencan pertama mereka." Seruku menghibur Drea. Dia pun menganggukan kepalanya dan mengambil salah satu kursi yang berada di luar.
"Kau ingin makan apa?" Tanyaku sambil melihat-lihat beberapa restoran yang ada di sekitar kami. Dia pun mengambil salah satu menu di atas meja dan membaca secara teliti.
"Aku mau makan ini saja." Serunya sambil menunjukan sebuah ramen dan aku memutuskan untuk memilih makanan yang sama.
"Baiklah tunggu di sini, aku akan memesankan makanannya." Kataku sambil berdiri dan berjalan menuju salah satu restoran.
Aku baru ingat kalau aku tidak menanyakan minuman apa yang ingin dia pesan dan aku mengingat kalau selama ini dia selalu memesan green tea latte jadi aku memutuskan untuk memesankannya itu dan sebotol air mineral untuk diriku sendiri.
"Tadi aku memesankan green tea latte untukmu karena aku lupa menanyakan minuman apa yang mau kau pesan. Tidak apa kan?" Tanyaku sambil duduk berhadapan dengannya. Dia tersenyum mendengarku menyebutkan kata green tea. Sepertinya dia sangat menyukai minuman tersebut.
"Tentu saja! Aku sangat suka green tea. Terimakasih sudah peduli dengan minumanku." Serunya sambil meminum green teanya. Kami pun makan dalam diam.
"Langit mendung sebaiknya kita cepat pulang." Seruku saat menyadari bahwa langit di penuhi dengan awaan yang sudah mulai gelap.
"Tapi kita belum menikmati semua permainan!" Protesnya.
"Bagaimana kalau ada petir? Kau benar-benar tidak apa-apa?" Tanyaku meyakinkan dirinya. Dia terdiam sejenak memikirkan kata-kataku.
"Tidak apa-apa. Aku tidak mau melewatkan moment ini..." Rengeknya kepadaku. Aku menggelengkan kepalaku karena khawatir jika terjadi sesatu hal yang buruk kepadanya, karena sedari tadi entah mengapa aku memiliki firasat kalau sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Ayolah Raf... Please.." Serunya sambil memohon kepadaku dengan muka manisnya itu.
"Kalau terjadi sesuatu aku yakin kau bisa membantu. Aku percaya padamu Raf. Jadi please kita lanjutkan bermain. Ya....?? Ya...??" Lanjutnya. Aku tidak bisa menahan senyum akibat perkataannya kalau dia mempercayaiku. Aku pun membuang mukaku untuk menyembunyikan senyumanku. Aku pun menghela nafas panjang.
"Baiklah, tapi kalau cuaca memburuk kita harus pulang dan segera mencari yang lain. Dan jangan jauh-jauh dariku!" Perintahku kepadanya. Dia pun bersorak senang dan segera menarik tanganku menuju wahana berikutnya.
Hujan turun saat kami menuju wahana ketiga yang akan kami naiki. Aku pun segera menyingkir sementara Andrea tetap pada pendiriannya untuk bermain. Dia sangat keras kepala saat seperti ini. Dia berlari menuju tempat antrian. Aku pun harus mengejarnya dan memaksanya untuk berteduh lebih dahulu karena hujan semakin deras. Kami berlari cukup jauh karena hampir semua tempat sudah di penuhi orang-orang yang sedang berteduh. Padahal kalau dirinya tidak keras kepala untuk tetap bermain kami pasti sudah menemukan tempat untuk berteduh.
"Raf...." Seru Drea dengan suara lemah.
Aku tidak menengok ke belakang dan tetap melanjutkan pencarian tempat berteduh. Tiba-tiba saja Drea berhenti secara mendadak sehingga aku ikut berhenti. Dengan spontan aku melihat ke belakang dan melihat Drea yang tersungkur di tanah. Mukanya sangat pucat dan dia terlihat sangat ke sakitan.
Dengan segera aku menghampirinya dan segera menggendongnya menuju salah satu tempat terdekat. Aku pun berlari dengan segenap kekuatanku untuk mencari tempat berteduh yang cukup sunyi. Aku pun berhenti di salah satu tempat terdekat yang untungnya tidak ada seorang pun di sana. Aku segera menaruh tubuh mungilnya ke dalam pelukanku sementara aku duduk bersender pada dinding.
"Kau tidak apa-apa?" Tanyaku dengan panik. Dia terlihat sangat kesakitan, aku sangat cemas melihatnya seperti ini. Firasatku benar jika akan sesuatu yang buruk akan terjadi.
Dia mengabaikan pertanyaanku dan semakin membenamkan wajahnya ke dadaku. Secara refleks aku semakin mendekap erat tubuhnya. Dia menggerang kesakitan, aku ingin sekali menolongnya namun aku sama sekali tidak tahu mengapa dia seperti ini.
Dengan panik aku segera menelphone Alex untuk mengantarkan Drea ke rumah sakit terdekat. Alex sama sekali tidak menjawab telphoneku.'F*ck! D*mn You Alex!' Umpatku karena Alex tidak menjawab telphonenya dalam keadaan genting seperti ini. Aku melihat ke arah Drea yang masih meringis kesakitan. Akhirnya Alex pun menjawab telphoneku setelah kesekian kalinya aku menelphone.
"Hal.." Sahutnya dari seberang sana dan langsung aku memutus perkataannya.
"Siapkan mobil sekarang! Kita akan ke rumah sakit aku tunggu kau di depan pintu gerbang!" Teriakku kesal dan langsung memutuskan telphone. Aku menghembuskan nafas untuk menghilangkan emosiku dan menatap Drea dengan lembut.
"Drea.... Apakah kau bisa berdiri sebentar?" Tanyaku lembut. Dia menggelengkan kepalanya dalam pelukanku. Aku harus memutar otak untuk memikirkan cara agar dapat membawanya menuju tempat pertemuan. Sama sekali tidak ada cara untuk menggendongnya selain membawanya secara bridal style.
"Kita akan ke rumah sakit sekarang... Kau akan baik-baik saja." Bisikku kepadanya sambil melepaskan jaketku secara perlahan dan menyelimuti tubuhnya. Setelah yakin kalau dirinya tidak akan terkena hujan aku segera berdiri dan berlari menerpa hujan menuju gerbang depan.
Sebelum sampai sana aku sudah melihat teman-temanku yang sudah berkumpul di dekat mobil Alex sambil memakai payung. Mereka pun segera menghampiri kami.
"Drea baik-baik saja kan?" Tanya Kyla panik.
"Aku juga tidak tahu tapi dia sangat kesakitan." Seruku khawatir.
"Aku sudah menyiapkan mobilnya." Seru Alex. Aku pun menganggukkan kepalaku.
"Sebaiknya Alex dan Revan saja yang pergi. Kita akan menyusul nanti." Usul Aldo.
Aku segera menyetujuinya karena tidak mungkin kita pergi beramai-ramai ke rumah sakit dalam situasi seperti ini. Aku pun membawa Andrea ke kursi belakang dan menaruhnya dalam pangkuanku. Aku mendekapnya sangat erat takut kalau aku kehilangan gadis yang kusukai. Semoga saja tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padanya.