"Nona, anda ke mana, sih. Apa kau lupa jika hari ini kita akan melakukan transaksi?"
Tidak ada sanggahan yang terjadi, hanya ada tindakan. Mereka tahu apa tugasnya. Beberapa orang masuk ke dalam truk dan beberapa mobil lain mengawal. Bukan sedikit harganya yang mereka bawa, dengan beberapa peraturan senjata serta puluhan kilogram narkoba berharga fantastis.
"Kau yakin, truk ini?" tanya Elang yang sejak tadi memperhatikan rekaman CCtv.
"Ya tuan, aku sangat yakin. Aku telah mengeceknya dan akupun mendengar jika Bos mereka akan hadir dalam transaksi ini."
Mendengar jika bos Re'Donna ikut dalam transaksi membuat Elang semakin bersemangat, dia ingin mengetahui bagaimana rupa dari bos mereka itu. Hal itu akan membuat jackpot untuknya.
"Bagus, aku suka itu. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Amankan keadaan sekitar, agar tidak mengundang polisi setempat."
"Sudah dalam kendali, tinggal menunggu perintah, Tuan."
"Lakukan seperti rencana, aku ingin pemimpin Re'Donna hidup-hidup."
Suara tembakan terdengar, diikuti oleh suara tembakan secara beruntun dari dua kubu yang tengah saling menembak. Satu ingin mengambil senjata dan narkoba dalam truk, dan satunya lagi mengamankan truk itu.
Pria itu tengah duduk sambil menikmati bir di dalam mobil, dia menunggu anak buahnya mengantarkan apa yang dia inginkan, telah lima belas menit berlangsung. Membuatnya mengambil senjata miliknya, dan keluar dari sana.
Dor … dor …
Elang yang baru saja datang menembak beberapa orang secara acak. Ervin yang melihat hal itu, segera memerintahkan beberapa anggota untuk melindungi Elang, sedangkan dirinya memastikan jika mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Sebuah peluru berhasil menembus lengan Elang membuat pria itu meringis kesakitan.
"Tuan …" pekik Ervin yang melihat tuannya tertembak.
Pria itu begitu terkejut ketika Elang mendapatkan satu tembakan, membuatnya menembak beberapa musuh di hadapannya hal itu membuat tim lawan kehilangan beberapa anggotanya.
"Lindungi tuan, biar aku yang bereskan kekacauan di sini," seru Ervin sambil melihat keadaan Elang.
"Aku baik-baik saja, tidak perlu khawatir."
"Sebaiknya anda kembali, biar aku yang mengurus di sini.""
Asistennya menatapnya penuh harap, ia tidak ingin Elang terus berada di tengah kekacauan.
"Baiklah, aku akan kembali!"
Beberapa orang mengawal Elang kembali ke mobil kemudian berlalu dari sana ke landasan helikopter sedangkan sisanya masih tetap berada di sana berusaha merebut truk bermuatan senjata dan narkoba.
Anna masih memikirkan perkataan Elang sata makan malam, hal itu membuatnya tidak bisa tidur apalagi dua orang pria berada di depan pintu akan selalu mengikuti kemanapun dia pergi. Dan hal itu sangat menyebalkan.
Tiga jam kepergian Elang, membuatnya terus mondar mandir mengamati keadaan sekitar, mencari cara agar kabur dari tempat itu, tapi penjagaan sangat ketat untuk wanita yang ingin kabur tanpa ketahuan identitasnya.
Jika dia ingin kabur, bisa saja dia lakukan secara terang-terangan. Tapi, hidupnya akan berubah jika dia melakukan hal itu.
Suara helikopter terdengar semakin lama semakin besar, angin pun berhembus begitu kuat membuat Anna melihat ke arah jendela melihat Elang yang baru saja kembali membuatnya keluar dari dalam kamar.
Di lantai bawah wanita itu berpapasan dengan Elang yang baru saja pulang dari misinya. Wajah dingin, kesal, nampak di wajah pria itu. Anna yang melihat darah yang menetes di lantai membuatnya menghampiri pria itu.
"D-darah," ucap Anna membuat Elang melihat ke arah lengannya yang tadi tertembak.
"Sebaiknya kau kembali ke kamarmu," titah Elang, wajahnya terlihat dingin tidak bersahabat. Namun, bukan Anna jika mengikuti perkataan pria itu.
Walaupun dia tidak tahu apa yang terjadi, dan raut wajah Elang terlihat dingin Anna tidak peduli. "Kau terluka, dan harus segera diobati," seru Anna menarik tangan Elang membuat pria itu meringis kesakitan.
"M-maaf, aku tidak sengaja."
Anehnya Elang pun mengikuti perintah Anna ketika wanita itu menyuruh dia untuk duduk. Terlihat Anna tengah kebingungan mencari sesuatu yang tidak ditemukan sejak tadi.
"Apa kau tidak punya kotak obat?" tanya Anna.
"Pojok kanan, bawah. Laci kedua," jawab Elang menunjuk ke arah lemari.
Anna bergegas mencari kotak obat yang dikatakan Elang, sesuai dengan arah pria itu tadi. "Ketemu," seru Anna. "Hei. Lepaskan kemejamu!"
"Tidak perlu, kau pergi tidur saja. Biarkan mere—"
Belum selesai Elang berkata, Anna lebih dulu melepas paksa kemejanya membuat kancing-kancing baju itu rusak. Elang hanya bisa memasang wajah tidak percaya, ia merasa tengah ditelanjangi oleh wanita dihadapannya. Beberapa maid yang melihat itu, mengutuk Anna terus menerus tentang perlakuan wanita itu pada tuan mereka.
Tidak segan-segan Anna melakukannya, membuat seorang pria tidak memakai kemeja. "Kau bisa membeli kemeja baru, kan?" tanya Anna menarik lengan pria itu dan melihat lebih dulu luka yang didapati oleh Elang.
Melihat luka itu, Anna sedikit terkejut. Luka yang dia lihat bukan luka biasa, tetapi luka tembakan sejenak ia melirik ke arah Elang kemudian Anna kembali fokus pada luka itu.
"I-ini—"
Elang melihat ekspresi wanita di depannya hanya bisa memasang wajah santai. Namun, tidak dengan Anna yang penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Elang sampai mendapatkan luka tembak.
"Kau tertembak," ucap Anna sambil menatap netra Elang yang sejak tadi memperhatikannya.
"Ya," begitu santai pria itu menjawab seakan luka itu bukan apa-apa baginya.
"Dilihat dari lukanya, ini peluru kaliber 9.5," batin Anna yang mengamati luka Elang dengan teliti.
Bukan seorang pemula dia melihat hal seperti ini, selama tiga tahun terakhir senjata, peluru dan luka adalah teman sehari-harinya. Melihat luka itu, tidak membuatnya takut ataupun merasa canggung untuk mengeluarkan peluru yang tengah bersarang di lengan Elang.
"Kenapa dia tidak takut melihat luka tembakan, seakan dia sering melihat luka seperti ini," batin Elang sambil menatap wanita di depannya.
Tatapannya begitu sendu hingga terbit sebuah senyum hangat membuat beberapa maid di sana tidak percaya dengan apa dilihat oleh mereka, tuan mereka tersenyum. Tangannya meraih rambut Anna, kemudian menyelipkan di belakang telinga membuat sang wanita melihat ke arahnya.
"Kenapa situasi ini tampak canggung," batin Anna sambil meraih sebuah pinset yang telah disetrilkannya.
"Ini akan sakit," seru Anna sambil memasukan pinset itu ke dalam luka Elang.
Pria itu mencengkram erat sofa, ketika Anna meraih dan menjepit peluru yang tengah bersarang di lengannya. Ervin yang baru saja masuk, melihat hal itu menghentikan langkah kakinya. Dia tidak pernah melihat tuannya, menyuruh orang lain untuk merawatnya.
"Urgh …" ringis Elang, suaranya tertahan dia tidak ingin terlihat lemah di depan wanita karena itu dia menahan rasa sakit dari peluru yang dipaksa keluar dari lengannya.
Semenit kemudian, peluru tersebut telah berhasil dikeluarkan oleh Anna. Wanita itu mulai menjahit luka tembakan tanpa memberikan obat penahan rasa sakit, membuat pria itu beberapa kali meringis menahan jarum yang keluar masuk tengah menjahit kulitnya.
"Siapa yang menembakmu?"