Raut wajah Elang terlihat lelah menghadapi begitu banyak dokumen yang harus ia periksa. Sebenarnya, pria itu bisa memberikan pada Ervin pekerjaan itu. Namun, ia memilih mengerjakannya sendiri dan itu membuatnya sedikit menyesal.
"Kenapa dokumennya belum juga selesai," keluhnya membanting salah satu dokumen membuat Ervin tersenyum kecil. "Menyebalkan sekali," gerutu Elang menyandarkan tubuhnya di kursi. Dia memijat kepala yang terasa sedikit sakit karena begitu banyak tumpukan dokumen yang harus diselesaikan olehnya saat itu juga.
"Ingin kubuatkan kopi?" tawar Ervin yang melihat Elang.
Elang yang tengah memijat kepalanya mengangguk. Mungkin secangkir kopi bisa menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia merasa butuh sesuatu untuk menyegarkan kembali pikirannya.
"Ervin, apa saja jadwalku hari ini?" tanyanya sambil mengecek jam tangan.
Pria itu segera mengecek iPad milinya, dan melihat jadwal Elang. Dia melihat beberapa jadwal yang harus dihadiri oleh Elang sebagai Presdir perusahaan.
"Hari ini ada meeting—"
"Batalkan saja semua meeting," titah Elang tegas membuat Ervin tersentak sesaat. "Apa hanya itu saja?"
"Ah, itu. Ada beberapa meeting lagi, di perusahaan—" Lagi-lagi, Ervin belum selesai berbicara, perkataannya dipotong oleh atasannya itu.
"Batalkan saja semuanya. Aku tidak ingin menghadiri rapat apapun," ucapnya sembari menyandarkan tubuhnya.
Tiba-tiba matanya tertuju pada tumpukan surat di atas meja yang tengah dikumpulkan oleh Ervin.
"Apa itu?"
"Beberapa surat dari Universitas meminta tuan agar menjadi tamu mereka. Aku akan membuangnya, karena anda tidak suka menghadari undangan ini," ucap Ervin.
Elang mengerutkan kening. "Dari Univesitas mana saja?" tanya Elang membuat Ervin menatap ke arahnya.
Begitu banyak Universtitas yang disebutkan oleh Ervin, tetapi satu Universitas mengundang perhatiannya.
"Stop. Apa nama Universitas terakhir?" tanya Elang.
"WHU Vallendar,"
"Yah, kapan jadwalnya?" tanya Elang begitu bersemangat.
Sejak tadi, ia terpikirkan oleh Anna yang telah kabur.
"Hari ini,"
"Ayo berangkat. Aku ingin menemui calon istriku," ucap Elang beranjak kemudian meraih jas serta mantel miliknya.
Ervin mengerutkan kening, ia belum paham dengan apa yang dipikirkan oleh tuannya. Ia hanya mengikuti pria itu.
"Lihat saja, kau tidak akan lari dariku, aku pasti akan menemukanmu. Gadis kecil nakal," gumam Elang tersenyum sambil masuk ke dalam mobil.
Jarak perusahaan dengan kampus, memakan waktu sekitar 10 menit, ketika kedatangannya membuat perhatian tersita padanya. Wajah tampan, serta postur tubuh atletis terbalut jas itu tidak ada yang bisa menolak pesona seorang Elang.
Anna yang mendapatkan informasi jika orang berpengaruh dalam perekonomian datang, membuatnya penasaran ia ingin melihat wajah pria yang akan menjadi tamu dalam seminar mereka. Ia duduk paling belakang, karena tidak ada lagi tempat duduk.
Suasana Aula begitu hening, dan membosankan ketika Rektor memberikan penjelasan berubah riuh ketika seorang pria dipersilahkan memberikan materi untuk mereka.
Raut wajah yang tadinya lesu, berubah ceria. Anna menatap intens pria yang baru saja tiba dan mengambil alih perhatian. Raut wajah yang tengah tersenyum itu sangat ia kenal-Asteroid Elang Aderra.
"Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Anna terkejut. "Sial, aku lupa jika dia mencari tahu tentangku," umpatnya.
Anna yang tidak ingin bertemu Elang memilih pergi, tapi tidak bisa karena tidak ada jalan untuk keluar dari sana. Anna menutup telinga ketika suara riuh saat para wanita di depan sana berteriak histeris saat Elang memulai materinya.
Semuanya begitu ribut, bahkan sampai Elang selesai memberikan materi seminar. Tibalah saat pria tampan itu memberikan sebuah pertanyaan membuat mereka begitu antusias untuk menjawabnya.
"Menurut kalian, apa yang membuat perusahaan Aderra menjadi perusahaan Internasional?" tanya Elang membuat hampir semua orang mengangkat tangan ingin menjawab.
"Kamu," tunjuk Elang pada seorang wanita.
"Menurutku, Perusahaan Aderra menjadi perusahaan besar tidak lain karena usaha Presiden Direktur yang cerdas dan ahli dalam strategi bisnis," jawabnya.
Ketika mendengar hal itu, Anna tertawa membuat semua orang melihat ke arahnya termasuk Elang. Ia menertawakan jawaban yang sangat jelas memuji pemilik perushaan. Bukan pertama kali, ia mendapatkan begitu banyak tatapan, bahkan tanpa segan ia mengkritik habis-habisan jika ada sesuatu yang dianggapnya tidak sesuai.
Elang menatap intens, ia menemukan keberadaan sang wanitanya diratusan mahasiswa. Ervin pun tidak menyadari dari awal keberadaan Anna yang sejak tadi dicari tuannya itu.
"Kenapa anda tertawa, apa jawaban yang teman anda berikan. Menurutku, jawabannya benar," ucap Elang membuat Anna menghentikan tawanya.
Wanita itu mengepal tangannya erat, ia begitu malu.
Anna yang belum memberikan jawaban, membuat semua orang menatap ke arahnya.
"Jadi menurut anda, apa jawaban yang tepat dari pertanyaanku tadi?" tanya Elang membuat suasana aula menjadi dingin.
"Jawabannya sangat mudah. Kemampuan Karyawan," jawab Anna membuat suasana riuh. Tidak setuju dengan jawaban wanita itu.
"Kenapa kemampuan Karyawan dan bukan kemampuan Presiden Perusahaan?" tanya Elang, ia pun penasaran.
"Apakah anda bekerja sendiri di perusahaan?" tanya Anna kembali membuat Elang mengelengkan kepalanya.
"Karena itu, aku mengatakan jika kemampuan Karyawan lah membuat perusahaan berkembang sejauh ini. Apa anda bisa menyelesaikan pekerjaan kantor anda sendiri? Apalagi perusahaan anda telah memiliki cabang dibeberapa negara, jawabannya tidak. Perusahaan tidak bisa berdiri tanpa karyawan," jelas Anna. "Jika hanya memiliki presiden, dan direktur, apakah perusahaan akan berjalan dan bisa berkembang ke internasional? Presiden tidak bisa melakukan apa-apa, tanpa karyawan. Strategi mungkin milik Presiden, tapi yang melaksanakan semuanya adalah karyawan. Jadi yang lebih utama adalah kemampuan, kemudian strategi. Strategi tanpa kemampuan tidak bisa berkembang, tapi berbeda dengan kemampuan yang memilik strategi," kata Audi menjelaskan pandangannya.
Semua terdiam, mereka membenarkan apa yang dikatakan oleh Anna. walaupun awalnya, jawabannya tidak masuk akal, ketika ia menjelaskan dengan detail membuat mereka mulai mengerti dengan apa yang ingin dia katakan.
Saat seminar selesai, Anna memilih segera keluar dari sana tapi lagi-lagi ia dicegat oleh anak buah Elang hingga ia tidak dapat meloloskan diri dari pria itu. Sepertinya Elang tidak akan membiarkannya begitu saja.
"Ingin pergi dariku, honey?" tanya sebuah suara dari arah belakang. Pria itu tengah memasang senyum devil, tapi tidak mengurangi ketampanannya. "Aku pasti akan menemukanmu, sekalipun kau kabur," ucap Elang lagi.
"Kenapa kau tidak membebaskanku saja," ucap Anna lirih. Ia tidak ingin dikejar-kejar, seakan ia memiliki hutang.
"Syaratnya hanya satu. Menikah denganku," ucap Elang sambil tersenyum.
"Menikah… menikah … menikah, kenapa hanya menikah yang ada di kepalamu?" tanya Anna frustasi.
Sejak semalam ia terus memikirkan perkataan Elang padanya. Rasa trauma karena pernikahan membuatnya tidak ingin menikah, dan pria tampan di depannya mengajaknya menikah rasanya ia tengah lari dari kejaran macan tutul, masuk di kandang harimau.
Bersambung …