"Sialan kau Naura. Aku yakin kalian berdua yang merencanakannya." Anna memberontak.
Ekspresi Naura seketika berubah, ia terlihat ketakutan apalagi wajah Anna tidak terlihat bersahabat padanya.
"Kakak, lihatlah. Dia memfitnahku," rengeknya mengadu pada kakaknya. "Sebenarnya aku telah tahu jika kak Anna sering tidur bersama pria lain."
"Naura, diam kau. Sialan, brengsek," umpat Anna. "Aku tidak melakukannya, aku tidak melakukan hal memalukan seperti itu."
"Tapi, kau tidur dengan seorang pria, dan kami memiliki buktinya." Naura memojokkan Anna.
Deffrian tidak bergeming, pria itu seakan membenarkan apa yang dikatakan oleh adiknya.
"Aku dijebak, kumohon percayalah padaku, Deff, aku di jebak. Kumohon percayalah." Melihat tidak ada respon dari pria itu, membuatnya sangat jika hubungan mereka selama ini, sia-sia saja.
"Kenapa? Kenapa kau tidak percaya padaku? Kenapa kau tidak percaya padaku, Deff. Kenapa?" Suara Anna terdengar meninggi, penuh emosi, dia tidak terima jika pria yang selama ini bersama dengannya, tidak mempercayai apa yang dia katakan.
"Apa yang kalian tunggu, cepat keluar dia dari sini," titah Sonia lagi, yang belum melihat ada pergerakan dari pengawal yang di perintahnya.
Dua orang pria bertubuh besar, berjalan mendekat dan berusaha menarik gadis itu dengan paksa untuk dari sana. Anna meronta-ronta ketika di paksa keluar dari dalam gedung. Harga dirinya diinjak-injak, sedangkan ada senyuman mengejek.
"Lepaskan, lepaskan ku bilang," ucap Anna meronta-ronta. "Clara, kenapa kau tega melakukan ini padaku, kenapa kau tega padaku? Kenapa?" teriak Anna ditarik paksa keluar dari luar gedung. "Deff, kau akan menyesal melakukan hal ini padaku. Suatu hari kau akan menyesal, kau akan menyesal Deff," teriak Anna.
Clara mengepalkan tangannya, ia sangat membenci Anna. Ia selalu iri dengan pencapaian Anna selama ini. Selalu saja ia tidak bisa mengalahkan Anna.
Hari ini, wanita malang itu kehilangan hidupnya ketika dipermalukan di depan banyak orang, serta diseret paksa keluar bahkan tidak ada yang membantu dirinya. Ia terlihat begitu menyedihkan.
Tubuhnya kecilnya dihempaskan begitu saja di luar gedung.
"Deff, aku sungguh tidak melakukannya. Aku tidak melakukannya, kumohon percayalah padaku,"
Hidupnya telah hancur. Hujan seketika turun ketika dirinya dilempar keluar dari pintu gedung. Percuma dirinya melakukan pembelaan, tidak ada yang mempercayai dirinya, tidak ada yang membantu dirinya.
Gadis itu tengah berdiri sambil memegang pembatas jembatan, kakinya tengah menaiki satu besi. Dia tidak ingin lagi hidup, setelah semua yang terjadi. Semua memandang rendah dirinya. Dia bahkan tidak mengetahui siapa pria yang telah tidur dengannya, dia tidak bisa menuntut pertanggungjawaban.
Tak ada harapan, membuatnya memutuskan untuk bunuh diri!
Byur!
Anna merasakan seseorang tengah menyelamatkan dirinya yang memiliki mengakhiri hidup dengan melompat dari jembatan. Samar-samar terdengar suara seorang pria, Anna tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu karena ia tidak sadarkan diri.
"Sial, kenapa aku membantu gadis ini," umpatnya.
Pria itu merebahkan tubuhnya di samping tubuh Anna yang tengah tidak sadarkan. Sejenak ia melirik wanita yang baru saja diselamatkan olehnya itu.
"Tuan …" panggil seorang pria mengenakan jas rapi, di lengannya terlihat sebuah jas. "Anda tidak apa-apa?"
Pria yang diajaknya berbicara itu, mencoba mengatur nafas.
"Coba kau periksa apa gadis ini masih hidup atau tidak," titahnya, kemudian di turuti oleh asistenya.
Asistennya mengikuti perintah yang diberikannya, mengecek keadaan Anna, hal itu membuatnya membulatkan mata. "T-tuan, dia tidak bernafas."
Mendengar hal itu, ia segera beranjak dan seketika mengecek kondisi Anna, benar saja jantung Anna berhenti.
"Sial. Jika dia tidak hidup, percuma aku menyelamatkannya," umpatnya sambil melepaskan satu kancing atas kemeja miliknya, kemudian memberikan isyarat agar asistennya menjauh dari Anna.
Ia mencoba melakukan pertolongan pada Anna, dengan menekan dada bagian atas, sesekali memberikan nafas buatan. Beberapa kali ia melakukannya, hingga jantung Anna kembali berdetak dan memuntahkan air yang telah ditelan olehnya.
Samar-samar, Anna melihat wajah pria yang telah menyelamatkannya dari maut. Tapi, matanya masih terlalu berat untuk dibuka.
"Dia tidak apa-apa, tuan. Sebaiknya kita pergi dari sini." Suara pria lain terdengar kembali di telinganya.
"Jika kau tidak melakukan kesalahan, buktikan. Jangan lemah. Balas segala yang telah mereka lakukan padamu. Jangan diam saja, kamu berhak membalaskan dendammu," ucap pria itu setelah melakukan pertolongan pertama pada Anna.
Sebelum pergi, ia mengecek kondisi Anna terlebih dahulu. Anna yang mendengar hal itu, mencoba meraih tangan pria yang telah menyelamatkannya. Ia ingin berterima kasih, tetapi ia tidak memiliki tenaga lagi, membuatnya tidak sadarkan diri.
Bau disinfektan tercium pekat di hidung, samar-samar ia membuka mata terlihat langit-langit kamar berwarna putih. Ia melirik ke kiri dan ke kanan, ia bisa mengetahui jika dirinya berada di rumah sakit.
Matanya mencari pria yang telah menyelamatkan hidupnya tetapi tidak menemukan pria itu. Ketika ia mengingatnya, ia baru sadar jika pria itu telah menghilang setelah mengeluarkannya dari sungai.
"Urgh …." Ringisnya ketika berusaha untuk duduk, terlihat perban di bagian kepalanya akibat benturan.
Saat mengingat kejadian yang menimpa dirinya, hal itu membuatnya mengepalkan tangan dan melepaskan infus dan pergi dari sana.
Pesta melepas lajang semalam diadakan semuanya telah direncanakan oleh Clara untuknya. Dia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, samar-samar dia mendengar jika mereka membawanya masuk ke dalam kamar hotel yang telah dipesan sebelumnya.
Ketika dia tersadar di pagi hari, tidak menemukan siapapun di dalam kamar hotel.
"Ke mana semua orang? Ke mana Clara?" tanyanya sambil menyisir ruangan kamar hotel.
Ia berusaha untuk bangkit dengan menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang. Kepalanya terasa nyeri akibat pengaruh alkohol.
"Apa terjadi sesuatu?" tanyanya masih dalam keadaan linglung dengan kepala yang masih terasa pusing. "Ke mana Clara, kenapa tidak membangunkanku, sih?" gumamnya.
Anna menyadari ada hal ganjil dalam dirinya, serta suasana kamar hotel yang membuatnya merasa tidak nyaman. Ia memilih beranjak dari tempat tidur membuatnya meringis ketika menggerakkan kakinya.
Ada rasa sakit di pangkal pahanya, membuatnya meraba. "T-tidak mungkin," gumamnya pelan sambil menyibak selimut yang dipakai.
Rasa sakit serta perih di pangkal paha tidak dihiraukan lagi ketika ponselnya berdering. Ia tertegun sejenak memandangi pakaian yang telah berserakan di lantai, membuat hatinya berdegup kencang. Ia bisa merasakan hal buruk akan segera terjadi.
Ponselnya kembali berdering menampilkan sebuah nama di sana.
Deff memanggil.
"Hallo, sayang. Aku akan—"
Kalimatnya terhenti ketika pria di seberang telpon memaki, dan menghinanya.
"Apa yang kau katakan? Aku tidak mengerti."
"Jangan bohong, Anna. Aku telah melihat video dirimu tengah bercinta dengan seorang pria di hotel. Aku tahu, saat ini, kau masih di hotel bersama pria itu."
Mendengar hal itu, Anna segera melihat tubuhnya yang tidak mengenakan sehelai pakaian, pikirannya tertuju pada sesuatu membuatnya menyibak selimut. Ada bercak darah di atas ranjang, membuatnya seketika menutup mulutnya.
"T-tidak, aku tidak melakukannya, Deff. A-aku—" Perkataannya terbata-bata.