Api berkobar membumbung semakin tinggi, menyambar apapun yang berada di dekatnya. Jerit tangis pilu meminta tolong memenuhi manor Jenderal Wang.
"Wu Xiaojie pergilah! Selamatkan dirimu!" Seorang pelayan wanita menarik seorang gadis untuk segera pergi dari ruangan yang mulai dirambati api.
"Tidak! Aku tidak akan pergi tanpa Muqin, Da Ge, dan Da Jie! Biarkan aku kembali ke aula!" Gadis itu, Wang Bao Yu, menolak dan melepaskan diri dari pelayannya.
Dia berlari kembali menuju aula manor. Di sepanjang jalan, para pelayan yang ketakutan berlarian berusaha menyelamatkan diri. Namun, para prajurit menangkap mereka dan menggiring menuju aula.
Gadis tadi terus berlari diikuti pelayannya. Tidak dipedulikannya teriakan prajurit yang mencoba menghentikannya.
Halaman milik Nyonya Wang, Nyonya Di manor, yang dilewatinya hampir dipenuhi kobaran api membuatnya berhenti berlari.
"Muqin!" Gadis itu berteriak panik dan tanpa berpikir panjang berbelok arah menuju halaman yang hampir sepenuhnya dikobari api. "Muqin!" teriaknya lagi dengan putus asa.
Diterobosnya api dan memasuki halaman, tetapi tidak ada seorang pun di sana. Hanya ada barang-barang yang berserakan tidak karuan.
"Wu Xiaojie, pergilah!" Sebuah suara lemah mengejutkannya.
Gadis itu segera menghampiri sumber suara erangan itu. Seorang pelayan tua yang dikenalinya sebagai pelayan kakak perempuan tertuanya tergeletak tak berdaya di antara perabotan yang berserakan.
"Mami Ling, di mana Da Jie?" Dengan terburu-buru dibantunya wanita tua yang terluka parah itu untuk bersandar di salah satu meja yang terbalik.
"Xiaojie, pergilah! Jangan cemaskan kami. Pergilah melalui pintu samping halamanmu. Tak akan ada seorang pun yang akan mengetahuinya," bisik pelayan tua itu lemah.
"Tidak! Aku tidak akan pergi. Mami Ling di mana Muqin dan Da Jie?" Tanyanya sekali lagi pada wanita tua yang sudah kepayahan untuk sekadar bicara
"Da Xiao Jie …." Suara wanita itu terputus-putus.
"Aaahh …..!" Tiba-tiba terdengar jeritan dari dalam ruangan yang berada tidak jauh dari tempat itu.
Gadis berhanfu biru itu dengan hati-hati melepaskan pegangan tangannya yang menjadi sandaran pelayan tua itu. Dia segera berlari kearah sumber teriakan tadi.
Meski api masih berkobar dia tidak peduli. Dia menerobos api yang makin membesar.
"Da Jie!" Teriaknya panik. Dengan terburu-buru dia memasuki ruangan itu. Namun dia hanya bisa terpaku setelah berada di dalam ruangan yang merupakan sebuah kamar di halaman Nyonya Di Manor.
Di depannya sebuah pemandangan yang memualkan isi perut, menyambutnya. Masih sempat dilihatnya seorang pria yang berkelebat kearahnya.
"Dia hanya pelayan. Biarkan dia." Suara seorang wanita yang lemah tanpa tenaga mencegah pria itu menebaskan pedangnya ke batang leher Wang Bao Yu yang berdiri gemetar, ketakutan.
Pria itu menatapnya tajam. Dia menurunkan pedangnya dan meninggalkan ruangan itu. Membiarkan kedua gadis itu dalam kobaran api yang semakin membesar.
"Da Jie!" Bao Yu berlari kearah ranjang setelah pria itu menghilang.
Di atas ranjang yang berantakan tergeletak seorang gadis yang semestinya adalah seorang gadis muda yang cantik dan menawan. Namun, kini dia bak seonggok daging yang tak berdaya.
Tubuhnya dipenuhi luka dan pakaiannya sudah tidak berwujud lagi. Rambut panjangnya yang hitam kelam basah dan lengket dengan darah yang mengalir dari luka-lukanya.
"Da Jie, bertahanlah! Aku akan mengobatimu." Bao Yu meratap pilu melihat kondisi sang kakak yang terluka parah.
"Mei-mei, pergilah! Selamatkan dirimu! Jangan hiraukan kakakmu ini, biarkan aku mati karena tidak ada gunanya aku hidup lagi." Gadis di pembaringan itu berucap dengan lemah, napasnya sudah tinggal satu-satu dan perlahan menghilang.
"Da Jie!" Tangis pilu dan teriakan menyayat hati menggema di ruangan yang mulai terbakar seluruhnya.
"Xiaojie! Ayo kita keluar dari sini!" Seorang pelayan yang baru tiba segera menyeret gadis itu yang masih enggan untuk meninggalkan sang kakak yang tidak bergerak lagi. Dengan berat hati dia mengikuti sang pelayan yang menyeretnya menjauhi kobaran api.
Bunyi gemeretak kayu termakan kobaran api yang meruntuhkan bangunan itu membuat sang gadis kembali menoleh. Ingin rasanya dia kembali dan menyelamatkan kakaknya, namun kobaran api telah benar-benar meluluhlantakkan bangunan itu.
Berderai air mata ditatapnya kobaran api yang kian membumbung tinggi. Hari ini, Wang Jiang Li, Putri Di Jenderal Wang telah tiada dalam kobaran api yang telah melahap sebagian besar bangunan-bangunan di manor megah itu.
Wang Bao You, putri shu sang jenderal, tak sanggup membendung air matanya lagi. Tangis pilu keluar dari bibir mungilnya. Ratapan kesedihan tak mampu lagi ditangannya.
Wang Jiang Li, putri pertama sang jenderal, simbol kecantikan ibukota yang seharusnya di akhir bulan ini akan memasuki Wangfu Putra Mahkota untuk menjadi wangfei-nya, kini hanya tinggal nama. Tubuhnya menjadi abu bersama kobaran api yang membakar manor Jenderal Wang dengan disaksikan adik perempuannya yang hanya bisa menangis meratapi kepergiannya.
"Xiaojie, Anda harus kuat. Ayo kita pergi. Tidak ada satu pun yang mengenali anda sebagai putri shu Tuan Jenderal. Ini kesempatan anda untuk menyelamatkan diri. Ini pesan dari Tuan Jenderal" pelayan yang tadi menyeretnya kembali menarik lengannya dan membawanya menjauh dari halaman yang kini mulai menghitam.
Dengan tersaruk-saruk kedua gadis itu berlari menjauhi keriuhan. Prajurit yang menggeledah manor masih berkeliaran di mana-mana. Para pelayan yang berusaha melarikan diri tertangkap satu demi satu dan dikumpulkan di aula bersama dengan Jenderal Wang dan penghuni manor lainnya.
"Sebentar, napasku sepertinya hampir habis." Wang Ba You berhenti berlari dan menjatuhkan diri ke tanah.
Napasnya tersengal-sengal. Sementara air mata masih membasahi pipinya. Diusapnya mata dan pipinya dengan tangannya yang kotor, menyisakan jejak debu dan abu di kulitnya yang halus.
"Xiaojie, kemarilah!" Gadis pelayan yang menemaninya membantunya berdiri dan membawanya untuk bersembunyi di sudut taman.
Mereka berdua duduk di rerumputan, di sudut taman yang tertutupi rimbunnya bunga camelia dan wisteria. Sambil mengatur napas yang memburu dan beristirahat sejenak.
"Xiaojie dengarkan saya. Anda harus segera meninggalkan manor. Bawalah ini, token dan sedikit bekal untuk Anda hidup di luar manor. Pergilah sejauh mungkin." Pelayan wanita yang mungkin seumuran kakak pertamanya itu meletakkan sebuah medali dan bungkusan di telapak tangannya.
Wang Bao Yu menatap pelayan itu hampa. Dia tidak dapat berpikir jernih. Bahkan ucapan-ucapan pelayan itu selanjutnya tidak didengarnya dengan sepenuh hati.
Hatinya menjerit dan menangis pilu. Tak seberdaya inikah dirinya hingga tidak mampu melakukan sesuatu untuk menyelamatkan keluarganya. Sungguh ini membuatnya marah, benci sekaligus sedih.
Tiba-tiba saja Wang Bao Yu bangkit dan segera berlari kembali menuju aula. Sang pelayan pun kaget dan dengan tersaruk-saruk menyusulnya.
Keduanya tiba di aula tepat saat hampir seluruh penghuni manor telah dikumpulkan oleh para prajurit. Jenderal Wang, Nyonya Di, para selir dan putra-putrinya bercampur dengan para pelayan tengah berada dalam pengawasan para prajuritnya.
Suasana saat itu sungguh mencekam. Kobaran api, darah dan suara pertempuran berbaur menjadi satu menjelang senja itu. Suasana temaram semakin membuat hati Wang Bao Yu sedih dan marah.
Diusianya yang baru 14 tahun, dia tidak mengerti sepenuhnya yang terjadi atas manor dan keluarganya. Tuduhan pengkhianatan yang dilakukan sang ayah pun tidak dipahaminya. Semua baik-baik saja sebelumnya. Bahkan manor tengah mempersiapkan pernikahan putri pertama mereka, Wang Jiang Li yang akan dipersunting Pangeran Mahkota.
Namun, tiba-tiba siang tadi, seorang kasim istana datang mengunjungi manor dengan membawa sebuah dekrit dari Yang Mulia Kaisar dan juga sejumlah prajurit yang merupakan pasukan penjaga kekaisaran. Yang Mulia Kaisar memberikan dekrit untuk mengeksekusi seluruh keluarga Wang tanpa terkecuali dengan tuduhan pengkhianatan yang telah dilakukan sang jenderal.
Maka terjadilah kericuhan seperti yang terlihat saat ini. Kini saat matahari semakin meredup, seluruh penghuni manor telah berkumpul di aula. Wu Gonggong, kasim kepercayaan Yang Mulia Kaisar, berdiri angkuh di depan mereka dan membacakan dekrit dari Yang Mulia Kaisar.
Wang Bao Yu tidak kuasa lagi. Gadis yang mulai beranjak remaja itu segera berlari menuju aula.
"Fuqin! Muqin!" Teriakan histerisnya terhenti saat algojo menurunkan pedang tajamnya.
"Tidak!" Wang Bao Yu ambruk ke tanah, tepat di depan aula.
Beberapa prajurit menahannya dan memegangi kedua tangannya. Tapi gadis itu terus memberontak.
Airmata, kemarahan dan keputusasaan melingkupi seluruh jiwanya. Di depan matanya, ayahanda tercintanya telah dieksekusi oleh algojo tanpa ampun.
Wang Bao Yu semakin histeris saat kakak-kakak lelakinya pun berturut-turut dieksekusi. Pandangan matanya mengabur. Bayang-bayang hari -hari yang pernah dilaluinya bersama ayah dan kakak-kakaknya tercinta menari-nari di pelupuk matanya.
Entah mendapatkan kekuatan darimana, Wang Bao Yu melepaskan diri dari para prajurit yang menahannya. Wang Bao Yu berlari ke dalam aula, menerjang siapa pun.
"Muqin!" Teriaknya histeris. Dipeluknya wanita yang terpaku seperti tak bernyawa yang berada dalam kepungan prajurit.
"Muqin!" Diguncangnya bahu wanita cantik yang kini tidak lagi memiliki sinar di matanya yang biasanya menatapnya dengan tegas namun penuh kasih sayang.
"Bao Yu, pergilah! Selamatkan dirimu!" Wanita itu berbisik dengan suara gemetar.
"Tidak Muqin! Biarlah hari ini kita mati bersama-sama." Tangis Wang Bao Yu tak tertahankan lagi.
Dipeluknya wanita itu erat-erat. Beberapa putra-putri Jendera Wang yang lain pun menghambur ke arah keduanya dan turut larut dalam pelukan dan tangisan.
Tidak peduli apakah mereka putra-putri di maupun shu. Bahkan para selir dan pelayan pun turut menangis dan meratapi nasib mereka.
"Api semakin besar! Atap aula hendak roboh! Ayo tinggalkan tempat ini!" Teriakan-teriakan para prajurit menyadarkan mereka.
Namun, terlambat. Api sudah membumbung tinggi membakar atap dan tiang bangunan. Dalam sekejap bangunan itupun dilahap api dan membuat seluruh penghuni manor terjebak di dalamnya.
"Muqin, aku bersumpah! Jika hari ini kita memang harus mati dalam kobaran api, maka aku tidak akan pernah meminum sup dari Nenek Meng Po, dan akan hidup kembali dengan semua kenangan hari ini," bisik Wang Bao Yu penuh amarah.
"Aku Wang Bao Yu bersumpah, jika aku hidup kembali atau bereinkarnasi, aku akan membalas semua yang terjadi pada keluargaku hari ini!" Teriak Wang Bao Yu diiringi gemeretak kayu yang termakan api.
Atap bangunan megah itu ambruk dan menimpa semua orang yang berada di bawahnya. Jerit tangis meminta tolong dan putus asa terdengar menyayat hati. Namun, tidak ada satu pun yang bergerak untuk menyelamatkan para penghuni manor Jenderal Wang.
Wang Bao Yu menatap orang-orang yang menyaksikan kehancuran dan kematian manor keluarga Wang dengan penuh kebencian. Akan selalu diingatnya mereka yang mengakibatkan semua ini.
"Aku pasti akan membalas semua ini!" Tekatnya dalam hati.
Api berkobar hebat menghanguskan manor. Hari ini berakhir sudah sejarah, kisah dan keberadaan keluarga Wang dalam sejarah negeri ini. Semuanya lenyap dalam kobaran api dalam sekejap. Menyisakan dendam dalam hati setiap jiwa yang kini telah menjadi abu dan debu.