Lagi-lagi dirinya harus bisa bersikap mandiri, Zophie kembali menatap Baron Albert dari posisinya. "Maaf tuan, bukannya dirimu tengah mencari seorang pelayan baru? Dan kapan Joseph akan segera sembuh?"
Pria itu menjawab, "Nah, seperti yang dikatakan Countess Margarette kami memang tengah mencari pembantu sekarang. Jadi, memang lagi sulit mencari orang yang sesuai untuk dipekerjakan. Aku sebenarnya tidak yakin tentang Joseph. Luka bakar mungkin tidak menjadi masalah. Tapi, yang lebih gawat adalah kakinya ternyata sedang patah ketika dia jatuh dari kereta saat dia melompat kesakitan untuk mencari pertolongan pertama. Dan melihat dari segi kondisinya, dia sepertinya memiliki luka yang sangat serius. Tabib menyarankan dia untuk dibawa ke Kota Windsor agar mendapatkan pengobatan suci. Aku akan bertanya pada pangeran apakah dia ingin mencari pelayan baru lagi atau menunggu sampai Joseph lekas sembuh. Karena kau tahu meskipun dia mendapat pengobatan, dia sepertinya harus tetap beristirahat selama beberapa bulan."
Bahu Zophie tiba-tiba terkulai. Sepertinya tidak ada jalan keluar yang lain dari kenyataan suramnya untuk saat ini. Siapa yang tahu secangkir teh panas akan menyebabkan suatu kecelakaan yang sebesar itu. Yang bisa dia harapkan untuk saat ini hanyalah mereka mempekerjakan pelayan baru dengan cepat dan segera, sehingga dirinya bisa kembali ke kediaman pangeran di Aalto Street yang nyaman itu.
Dia menggeliat menaiki tangga di lantai dua, sedih atas kemalangan yang telah menimpah. Langkahnya tampak begitu terpaksa dan terasa begitu berat. Setelah beberapa saat, Zophie yang berdiri di kamar mandi, menatap bak mandi yang mengepul dengan putus asa dan berdoa untuk waktu yang akan datang.
Zophie menaburkan sabun mandi yang sangat disukai pangeran dengan harapan dia dapat bekerja dengan lebih baik. Tetapi, itu berbeda dari apa yang diketahui oleh dirinya. Tak ada gelembung yang timbul sama sekali. Air yang jernih dan tenang itu tetap terlihat diam. Zophie sangat ingin menyembunyikan tubuh polos pangeran itu di dalam gelombang busa yang banyak. Sekarang dia merasa sangat frustasi akan hal itu.
Aroma menyegarkan dari sabun mandi, mengingatkan dirinya pada hutan hijau. Bau yang begitu kental dan berat sehingga Zophie ingin menutup hidungnya semaksimal mungkin. terutama saat dirinya menatap lantai kosong. Kepalanya terasa begitu sakit karena bau kamar mandi yang menyengat, tapi itu tidak terlalu masalah baginya.
Di kamar tidur, meskipun Pangeran Lucius Artorius terkadang berjalan-jalan tanpa sehelai kain, selama tak terjadi tatapan di antara keduanya, maka itu mungkin saja tak apa. Tapi, sekarang tidak ada cara lain untuk menghindarinya.
Dalam hati ia berbicara, "Aku harus membantu pangeran untuk mandi di ruangan kecil ini, bagaimana bisa aku menghindarinya?"
Tidak mungkin dia melakukan dengan pikiran yang sadar. Zophie lebih suka bertahan kali ini dalam keadaan pikiran yang linglung di bawah efek sabuh mandi yang kuat dan bau tajam itu. Jika pangeran memarahinya, dia akan memohon padanya dan berkata bahwa dia tidak tahu karena ini adalah pengalaman pertama kali untuknya."
Sreet... Akhirnya saat itu akhirnya telah tiba. Pangeran merasa begitu lelah karena telah menunggu pemberitahuan mengenai kesiapan mandinya yang tak kunjung datang. Pria itu secara spontan siap untuk masuk melalui pintu tersebut.
Pria bangsawan itu berteriak, "Apa apaan ini! Kenapa butuh waktu yang lama untuk menyiapkan air mandi? Dan hmm... bau apa ini?"
Wajahnya menunjukkan tanda-tanda ketiadaan harapan, bahkan saat dia takut dia akan dimarahi. Dia tak berani bicara ketika sang pangeran terlihat tampak membenci bau kamar mandi itu.
Namun dia berusaha untuk tetap membela diri. Zophie berujar, "Yang Mulia, maafkan aku. Tadi aku terpeleset sehingga tak saja menumpahkan terlalu banyak sabun mandi. Baunya menjadi tidak enak. Bagaimana jika kau mencuci tangan dan kaki saja hari ini, dan mandi besok saja?"
Zophie menahan apa yang ingin dia katakan, "Karena kamu tidak banyak melakukan aktivitas di dalam kereta, lagi pula kamu juga tidak berkeringat." Gadis itu bertanya dengan lembut, tetapi pangeran hanya memerintahkan tanpa berpura-pura mendengarkan, "Singkirkan bak mandinya."
Seperti yang diharapkan, tapi sungguh ini bukan sesuatu yang bisa dihindari, dia harus beradaptasi dengan baik. Bahkan jika dia menghindarinya hari ini, maka itu akan terjadi besok atau pun lusa. Sekalipun jika dia menghindari api yang jatuh di depan matanya, akan ada hal-hal yang lebih mendesak untuk dilakukan.
Karena tidak ada gunanya dia sengaja menuangkan terlalu banyak sabun mandi dan sekarang secara kebetulan bak mandi harus dikeluarkan karena hal itu, Zophie benar-benar menyesalinya sebab urusannya malah semakin runyam. Dia diam-diam melihat ke samping pada Pangeran Lucius Artorius yang berdiri dengan tangan disilangkan, lalu membuka pintu ke koridor dan berbicara kepada para ksatria yang menjaga pintu masuk.
"kesatria, kesatria, maafkan aku. Yang Mulia perlu mandi, jadi bisakah kalian memindahkan bak mandi ke ruang tamu?"
Kesarira tersebut lantas pergi untuk memanggil para pelayan yang sedang mengerjakan tugas. Namun, mereka tidak tahu harus melakukan apa lagi sebelum air itu menjadi dingin.
Sejak awal para ksatria tidak senang dengannya begitu mereka melihatnya, tetapi dia harus mengatakan hal-hal yang menyedihkan kepada mereka. Wajahnya yang menakutkan begitu bingung sehingga dia berhasil berbicara, tetapi para ksatria menoleh dalam diam.
"Berapa lama lagi aku harus menunggu untuk mandi sekarang?" tegur pria bangsawan itu.
Begitu keluhan sang pangeran terdengar dari kamar mandi, walau tidak tahu situasi di luar, para ksatria yang berpura-pura tidak mendengar itu bergegas ke kamar. Zophie terlihat cemberut saat dia melihat para kesatria meletakkan bak mandi besar di depan pangeran yang sekarang terlihat sama kesalnya lalu berjalan keluar ke ruang tamu dengan lengannya terlipat.
Seharusnya situasinya mudah tapi, mengeluh membuat semuanya terasa sulit. Zophie hanya bisa menghela nafas lega di depan para ksatria yang menatapnya sambil meninggalkan ruangan setelah mengangkat bak mandi pangeran.
"Pakaianku!" serunya.
Segera setelah perintah pangeran kembali terdengar, tak peduli suasana hatinya yang sedang terombak-ambing Zophie segera berlari ke samping pria bangsawan itu seperti kilat. Dia melepas pakaian dari tubuh bangsawan yang berdiri tegak seperti manekin. Perasaanya jelas campur aduk seolah dirinya diliputi oleh ketegangan tersendiri dan rasa sulit untuk menelan di tenggorokannya. Jika dia melakukan kesalahan kecil saja, dirinya kemungkinan akan dicap sebagai seorang yang pelayan yang cabul.
Untungnya, Pangeran Lucius Artorius masih memiliki raut cemberut yang sama yang terukir di wajahnya, seolah-olah dia tidak peduli pada kondisinya sendiri. Pria itu lantas memasuki bak mandi segera setelah pakaiannya dilepas dan menghela nafas pertanda bahwa dirinya tampak puas.
**To Be Continued**